Organisasi Perempuan Terus Lawan Islam Konservatif
Minggu, 19 April 2015 17:46 WIB
Dokumenasi panitia merapihkan bendera negara peserta KAA yang akan diletakan di meja peserta di Balai Sidang Jakarta, Sabtu (18/4/15). Konferensi Asia-Afrika ke-60 berlangsung pada 18-24 April 2015 di Jakarta dan Bandung. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
"Sekarang ini kita sedang menjalin komunikasi dengan teman-teman yang ada di negara-negara Asia Barat dan Afrika Utara, membicarakan bagaimana tren Islam konservatif justru merintangi hak-hak perempuan misalnya perkawinan anak-anak semakin dilegalkan yang membuat jumlah anak perempuan putus sekolah jadi bertambah," ujar Sekjen KPI, Dian Kartikasari, saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, dalam gerakan perempuan ada tren bahwa negara dan kekuatan-kekuatan konservatif justru membuat mundur situasi perempuan baik itu dalam aspek sosial, ekonomi, maupun politik.
"Misalnya hak politik. Kita di Indonesia beruntung karena perempuan boleh ikut dalam pemilu. Tidak semua negara di Afrika mengizinkan kaum perempuannya memilih (dalam pemilu), dan itu yang sampai sekarang masih kami perjuangkan," tuturnya.
Pihaknya, bersama dengan organisasi perempuan seluruh dunia, juga aktif menjalin diskusi dengan tokoh-tokoh Islam untuk mengetahui dimana sebenarnya larangan atau faktor dalam hukum agamanya yang mensyaratkan bahwa perempuan tidak bisa memperoleh hak yang sama dengan kaum pria.
Perjuangan pemenuhan hak perempuan itu juga melingkupi pemenuhan hak perempuan dalam situasi konflik, perempuan penyandang disabilitas, anak perempuan, lansia perempuan, bahkan peran perempuan dalam hukum dan pemerintahan.
"Misalnya di beberapa negara Arab, perempuan tidak boleh jadi hakim. Alasannya ya kembali lagi ke persoalan agama," ujar Kartikasari.
Selain itu, katanya, dalam forum internasional seperti KAA, para aktivis perempuan ini bisa menguatkan upaya pelibatan antar warga untuk mendorong pemerintah negara tertentu memberlakukan kebijakan yang lebih memihak kaum perempuan.
"Seperti mendorong agar perempuan di Arab Saudi boleh berorganisasi karena selama ini tidak pernah ada organisasi perempuan di negara tersebut, berbeda dengan negara-negara lain seperti Palestina, Pakistan, Afrika Selaran, Afghanistan, dan India yang sudah bisa menyuarakan kepentingan perempuan melalui organisasi-organisasi mereka," tuturnya.
Ia berharap melalui KAA ke-60, ruang-ruang untuk menyuarakan kepentingan perempuan di negara-negara Asia Afrika semakin terbuka sehingga perempuan bisa lebih mendapat jaminan akan pemenuhan hak-haknya.
Menurut dia, dalam gerakan perempuan ada tren bahwa negara dan kekuatan-kekuatan konservatif justru membuat mundur situasi perempuan baik itu dalam aspek sosial, ekonomi, maupun politik.
"Misalnya hak politik. Kita di Indonesia beruntung karena perempuan boleh ikut dalam pemilu. Tidak semua negara di Afrika mengizinkan kaum perempuannya memilih (dalam pemilu), dan itu yang sampai sekarang masih kami perjuangkan," tuturnya.
Pihaknya, bersama dengan organisasi perempuan seluruh dunia, juga aktif menjalin diskusi dengan tokoh-tokoh Islam untuk mengetahui dimana sebenarnya larangan atau faktor dalam hukum agamanya yang mensyaratkan bahwa perempuan tidak bisa memperoleh hak yang sama dengan kaum pria.
Perjuangan pemenuhan hak perempuan itu juga melingkupi pemenuhan hak perempuan dalam situasi konflik, perempuan penyandang disabilitas, anak perempuan, lansia perempuan, bahkan peran perempuan dalam hukum dan pemerintahan.
"Misalnya di beberapa negara Arab, perempuan tidak boleh jadi hakim. Alasannya ya kembali lagi ke persoalan agama," ujar Kartikasari.
Selain itu, katanya, dalam forum internasional seperti KAA, para aktivis perempuan ini bisa menguatkan upaya pelibatan antar warga untuk mendorong pemerintah negara tertentu memberlakukan kebijakan yang lebih memihak kaum perempuan.
"Seperti mendorong agar perempuan di Arab Saudi boleh berorganisasi karena selama ini tidak pernah ada organisasi perempuan di negara tersebut, berbeda dengan negara-negara lain seperti Palestina, Pakistan, Afrika Selaran, Afghanistan, dan India yang sudah bisa menyuarakan kepentingan perempuan melalui organisasi-organisasi mereka," tuturnya.
Ia berharap melalui KAA ke-60, ruang-ruang untuk menyuarakan kepentingan perempuan di negara-negara Asia Afrika semakin terbuka sehingga perempuan bisa lebih mendapat jaminan akan pemenuhan hak-haknya.
Pewarta : Antaranews
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017