Bashar al Asaad Minta Bantuan Internasional Pulihkan Palmyra
Kamis, 31 Maret 2016 9:57 WIB
Situs bersejarah Kota kuno Palmyra. ISIS menghancurkan banyak situs kuno bersejarah peradaban manusia di Palmyra. (wikipedia.org)
Kota kuno Palmyra sebelumnya diduduki kelompok bersenjata ISIS, yang secara brutal dan tidak beradab menghancurkan situs-situs sejarah peradaban manusia di sana. Sebagai gambaran, selama Candi Angkor Wat tidak pernah disentuh pihak yang bertikai selama Perang Vietnam yang berimbas ke Kamboja dan sekitarnya.
Di dalam surat kepada Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, al-Asaad memuji pernyataan pemimpin PBB tersebut, yang mengatakan ia menyambut baik perebutan kembali Kota kuno Palmyra oleh militer Suriah.
Sementara itu, al-Asaad kembali menegaskan kesediaan pemerintahannya untuk bekerja sama dengan semua "upaya jujur" guna menanggulangi teror.
Ia mengatakan, "Saat ini dapat menjadi yang paling tepat untuk mempercepat perang bersama melawan teror."
Sehari sebelumnya, selama wawancara dengan kantor berita Rusia, Ria-Novosti, dia mengatakan dukungan militer Rusia dan dukungan semua teman yang diberikan kepada Suriah dan prestasi militer Suriah akan mengarah kepada makin cepatnya penyelesaian politik.
Pada Mei lalu, Kota kuno Palmyra jatuh ke tangan ISIS, yang menghancurkan penjara militer di kota tersebut selain beberapa kuburan. Kelompok gerilyawan itu juga secara terbuka menghukum mati tentara dan orang yang dituduh bekerja buat pemerintah.
Tiga pekan lalu, militer Suriah dengan dukungan petempur Syiah Lebanon --Hizbullah-- dan prajurit Rusia memulai operasi besar untuk merebut kembali kota tersebut dan merebutnya kembali belum lama ini.
Palmyra berisi reruntuhan monumen satu kota besar yang pernah menjadi salah satu pusat budaya paling penting di dunia.
Sebelum meletusnya krisis di Suriah lima tahun lalu, Suriah --yang memiliki warisan pra-sejarah Yunani, Romawi kuno, Bizantium, dan Islam-- dulu menarik banyak misi arkeologi multinasional yang mencari kaitan baru dan menyelidiki fakta sejarah yang berkaitan dengan pembangunan peradaban.
Upaya pembebasan Palmyra telah berlangsung selama berbulan-bulan. Pemerintah Suriah mulai membom posisi IS di sana pada September lalu, tapi bendera hitam --lambang IS-- tetap berkibar di sana, sementara sebagian besar perhatian pemerintah masih terpusat pada sasaran lain seperti Aleppo.
Strategi al-Assad dari awal ialah lebih dulu menghancurkan gerilyawan dari kelompok seperti Tentara Suriah Bebas, sebab mereka menguasai wilayah yang berdekatan dengan dia dan didukung oleh banyak negara Barat, termasuk Amerika Serikat.
Sebagian besar aksi militer Rusia di Suriah, yang dikatakan untuk memerangi aksi teror, dipusatkan pada gerilyawan "moderat" dan bukan ISIS.
Aksi tersebut membuat banyak pengeritik menyatakan Bashar memberi toleransi kepada IS dan bahkan bekerja sama dengannya.
Dasar dari pernyataan mereka ialah dugaan amnesti yang diberikan oleh Bashar buat 260 tahanan, banyak di antara mereka diduga adalah pengikut ISIS yang diduga berusaha menghimpun gerilyawan dan merusak aksi perlawanan.
Jika terbukti benar, maka itu adalah tindakan cerdik dan menghancurkan yang dilancarkan al-Asaad.
Di dalam surat kepada Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, al-Asaad memuji pernyataan pemimpin PBB tersebut, yang mengatakan ia menyambut baik perebutan kembali Kota kuno Palmyra oleh militer Suriah.
Sementara itu, al-Asaad kembali menegaskan kesediaan pemerintahannya untuk bekerja sama dengan semua "upaya jujur" guna menanggulangi teror.
Ia mengatakan, "Saat ini dapat menjadi yang paling tepat untuk mempercepat perang bersama melawan teror."
Sehari sebelumnya, selama wawancara dengan kantor berita Rusia, Ria-Novosti, dia mengatakan dukungan militer Rusia dan dukungan semua teman yang diberikan kepada Suriah dan prestasi militer Suriah akan mengarah kepada makin cepatnya penyelesaian politik.
Pada Mei lalu, Kota kuno Palmyra jatuh ke tangan ISIS, yang menghancurkan penjara militer di kota tersebut selain beberapa kuburan. Kelompok gerilyawan itu juga secara terbuka menghukum mati tentara dan orang yang dituduh bekerja buat pemerintah.
Tiga pekan lalu, militer Suriah dengan dukungan petempur Syiah Lebanon --Hizbullah-- dan prajurit Rusia memulai operasi besar untuk merebut kembali kota tersebut dan merebutnya kembali belum lama ini.
Palmyra berisi reruntuhan monumen satu kota besar yang pernah menjadi salah satu pusat budaya paling penting di dunia.
Sebelum meletusnya krisis di Suriah lima tahun lalu, Suriah --yang memiliki warisan pra-sejarah Yunani, Romawi kuno, Bizantium, dan Islam-- dulu menarik banyak misi arkeologi multinasional yang mencari kaitan baru dan menyelidiki fakta sejarah yang berkaitan dengan pembangunan peradaban.
Upaya pembebasan Palmyra telah berlangsung selama berbulan-bulan. Pemerintah Suriah mulai membom posisi IS di sana pada September lalu, tapi bendera hitam --lambang IS-- tetap berkibar di sana, sementara sebagian besar perhatian pemerintah masih terpusat pada sasaran lain seperti Aleppo.
Strategi al-Assad dari awal ialah lebih dulu menghancurkan gerilyawan dari kelompok seperti Tentara Suriah Bebas, sebab mereka menguasai wilayah yang berdekatan dengan dia dan didukung oleh banyak negara Barat, termasuk Amerika Serikat.
Sebagian besar aksi militer Rusia di Suriah, yang dikatakan untuk memerangi aksi teror, dipusatkan pada gerilyawan "moderat" dan bukan ISIS.
Aksi tersebut membuat banyak pengeritik menyatakan Bashar memberi toleransi kepada IS dan bahkan bekerja sama dengannya.
Dasar dari pernyataan mereka ialah dugaan amnesti yang diberikan oleh Bashar buat 260 tahanan, banyak di antara mereka diduga adalah pengikut ISIS yang diduga berusaha menghimpun gerilyawan dan merusak aksi perlawanan.
Jika terbukti benar, maka itu adalah tindakan cerdik dan menghancurkan yang dilancarkan al-Asaad.
Pewarta : Antaranews
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Tradisi memasak nasi kebuli untuk haul Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi di Solo
22 October 2024 21:28 WIB
Pangkoarmada I teken PKS dengan PT STG terkait pendalaman laut area latihan TNI AL di Todak
24 September 2024 9:07 WIB
Terpopuler - Gadget
Lihat Juga
Prancis: Keputusan Donald Trump "Risiko Serius" bagi Tatanan Perdagangan Global
01 February 2017 6:29 WIB, 2017