Semarang, Antara Jateng - Perlawanan panjang penolakan sebagian warga terhadap pembangunan pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah, berakhir dengan putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan gugatan mereka di tingkat peninjauan kembali pada 5 Oktober 2016.

Sebelumnya di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negeri Semarang, gugatan mereka ditolak. Pun di tingkat banding, gugatan mereka kandas. Bekal dua kemenangan di PTUN inilah yang membuat optimistis PT Semen Indonesia bakal meraih kemenangan serupa di tingkat kasasi.

Namun, dalam putusan yang diunggah di laman MA, majelis hakim yang diketuai Irfan Fachruddin dengan anggota Yosran dan Is Sudaryono mengabulkan gugatan warga.

Sengketa bermula dari diterbitkannya Surat Keputusan Gubernur Jateng Nomor 660/17/2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan di Kabupaten Rembang pada 7 Juni 2012. Saat itu, Provinsi Jateng dipimpin Gubernur Bibit Waluyo.

Penggugat pembangunan pabrik semen Rembang adalah Joko Prianto dan kawan-kawan serta Yayasan Walhi. Mereka menggugat Gubernur Jateng dan PT Semen Indonesia/PT Semen Gresik di PTUN Semarang.

Masyarakat di kawasan lokasi pembangunan pabrik semen di Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, sejak awal memang ada yang pro dan kontra terhadap pembangunan pabrik semen yang dibangun PT Semen Indonesia.

Sejumlah ibu mendirikan tenda-tenda di pintu masuk lokasi pabrik semen sejak dua tahun lalu. Mereka menolak pembangunan pabrik semen yang dianggap bakal merusak eksosistem dan kelangsungan hidup mereka yang sebagian besar berprofesi sebagai petani.

Di luar warga yang menolak, ada pula kelompok yang mendukung kehadiran pabrik semen Rembang, yang diyakini bisa meningkatkan kesejahteraan warga. Di rumah-rumah warga, sebagian ada yang ditulisi pro atau kontra (pembangunan pabrik) semen.

Meskipun mendapat penolakan, upaya pendekatan kepada warga dilakukan tetap BUMN tersebut, antara lain, melalui pengucuran dana tanggung jawab sosial (CSR) yang menyasar langsung pada kebutuhan warga, seperti kesehatan, pendidikan, sosial, dan pengembangan ekonomi.

Sementara itu, penolak pabrik semen juga terus menyuarakan aspirasinya termasuk demo di depan Istana Negara di Jakarta beberapa waktu lalu.

Bagi PT Semen Indonesia, keputusan MA ini ujian lanjutan atas langkah panjang dan berliku untuk membangun pabrik semen berkapasitas 3 juta ton/tahun dengan investasi senilai Rp4,4 triliun tersebut.

Apalagi, per September 2016, volume pembangunan pabrik semen di Rembang itu sudah mencapai 95 persen. BUMN ini memang menargetkan pada akhir 2016 sudah uji coba produksi dan tahun depan mulai beroperasi.

Bagi PT Semen Indonesia, peningkatan produksi merupakan keharusan untuk mempertahankan posisinya sebagai penguasa semen nasional dengan pangsa pasar 43 persen. Bila pabrik di Rembang dan Indarung, Sumbar beroperasi, ada tambahan 6 juta ton atau menjadi 37 ton pada 2016.

Berdirinya pabrik semen di Rembang tersebut juga bakal memperkuat posisi pemasaran PT Semen Indonesia dengan merek andalan Semen Gresik di wilayah Jateng yang selama ini dipasok dari Tuban, Jatim.

Persaingan bisnis semen memang kian sengit seiring dengan masuknya investor, termasuk dari luar negeri sehingga tanpa ada tambahan produksi kemungkinan besar pangsa pasar Semen Indonesia bakal tergerus.

Keputusan MA yang memenangkan gugatan warga Rembang tersebut seolah mengembalikan pabrik semen terbesar di Indonesia ini ke titik nol ketika mulai mengeksplorasi lahan kaya bahan baku semen di Jawa Tengah. PT Semen Indonesia pernah mengurungkan rencana membangun pabrik di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Rencana ekspansi pabrik tersebut mendapat penolakan warga Kendeng.

PT Semen Indonesia melalui Sekretaris Perusahaan Agung Wiharto menyatakan masih menunggu hasil pemberitahuan resmi dari Mahkamah Agung.

"Sebagai perusahaan BUMN, manajemen akan taat pada putusan pengadilan yang mengikat dan semua tindakan akan mengacu pada ketentuan dan peraturan," kata Agung.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berjanji menaati seluruh keputusan MA. "Pemprov Jateng akan menaati seluruh putusan yang ada karena, itu komitmen saya dari awal. Kalau seluruh warga negara menaati, enak," katanya di Semarang.

Ganjar mengaku hingga saat ini belum menerima salinan putusan MA sehingga belum mengetahui isi putusan yang memenangkan gugatan warga Rembang tersebut. "Apa pun perintah dari dari putusan itu, kami siap melaksanakan," ujarnya.

Di luar PT Semen Indonesia, Jateng juga menjadi incaran investor semen. Terakhir PT Sahabat Mulia Sejati, anak perusahaan PT Indocement yang akan mendirikan pabrik semen di Kecamatan Kayen dan Tambakromo, Kabupaten Pati.

Seperti halnya dengan pembangunan pabrik semen di Rembang, rencana PT SMS di Pati juga mendapat perlawanan sebagian warga. Di tingkat banding, PTUN Surabaya mengabulkan upaya banding yang diajukan PT SMS.

Jateng yang memilki kawasan karst sebagai bahan baku semen selama ini memang menjadi incaran investor semen. Pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Gombong juga diprotes sebagian warga. Pabrik semen di Jateng yang sudah beroperasi dan relatif tanpa menimbulkan gejolak dimiliki PT Holcim di Cilacap.

Menurut Ganjar Pranowo, putusan MA tertanggal 5 Oktober 2016 itu tidak memengaruhi iklim investasi di Jateng. "Tidak. Kalau dari awal (investor) sebenarnya menyiapkan dengan baik sih oke-oke saja. Justru ini untuk pembelajaran siapa pun," katanya.


Lebih Satu Kali
Apakah dengan putusan Mahkamah Agung tersebut berakhir sudah pembangunan pabrik semen di Rembang yang tinggal selangkah lagi mulai berproduksi?
Pakar hukum administrasi negara Prof. Yos Johan Utama menyatakan pengajuan PK ke MA dimungkinkan lebih dari satu kali. "Memang, ini masih menjadi perdebatan. Boleh atau tidak lebih dari satu kali," katanya di Semarang, Rabu (12/10) malam.

Namun, menurut dia, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kasus Antasari Azhar pernah membatalkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang membatasi pengajuan PK hanya satu kali sehingga PK dapat lebih dari sekali.

Yos yang juga Rektor Universitas Diponegoro Semarang itu melanjutkan bahwa MA kemudian menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 10/2009 yang membolehkan pengajuan PK satu kali lagi, dengan pengecualian.

"Pengecualiannya, yakni jika ada perbenturan keputusan. Jadi, ada pihak yang sama, hal yang sama, namun ada pertentangan atas dua putusan menyangkut hal yang sama itu," jelasnya.

Lebih jauh, Yos menerangkan polemik mengenai boleh tidaknya pengajuan PK lebih dari sekali belum berhenti di situ, sebab masih ada Undang-Undang Nomor 14/1985 tentang MA yang juga mengatur.

"Persoalannya, dalam UU Nomor 14/1985 disebutkan PK hanya boleh diajukan satu kali. Namun, kata satu kali ini dimaknai siapa? satu kali forum atau masing-masing pihak boleh satu kali?," katanya.

Meski demikian, kata dia, secara logika hukum acara, Yos menilai pengajuan PK boleh dilakukan lebih dari satu kali sepanjang memenuhi syarat pengajuan PK, misalnya adanya "novum" baru.

Ia mencontohkan putusan hukuman mati yang sudah dikuatkan dengan PK, tetapi dalam perkembangannya ternyata ditemukan "novum" atau bukti baru yang menunjukkan terpidana itu tidak bersalah.

"Sekarang, misalnya ada putusan hukuman mati. Namun, kemudian ditemukan 'novum' baru yang membuktikan dia (terpidana) ternyata tidak bersalah. Apa ya tetap akan dihukum mati?," katanya.

Mengenai kemungkinannya untuk peradilan tata usaha negara, seperti kekalahan PT Semen Indonesia pada PK terkait pabrik semen di Rembang, Yos mengatakan semestinya sama dalam peradilan mana pun.

"Terlepas dari kasus apa, bagaimana, kalau menurut saya secara logika harusnya masing-masing pihak mendapatkan kesempatan sama untuk mengajukan PK. Prinsipnya, harus adil," katanya.

Namun, Yos sekali lagi menegaskan semuanya tentu berpulang kepada MA yang memiliki kewenangan apakah mau menerima pengajuan PK yang kedua kalinya maupun lebih dari satu kali atau tidak.