Petani Lereng Merbabu Beralih ke Tanaman Organik
Jumat, 10 Februari 2017 16:05 WIB
Ilustrasi - (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)
Semarang, ANTARA JATENG - Sejumlah petani di lereng Merbabu mulai beralih ke tanaman organik karena biaya operasional yang rendah dan memperoleh keuntungan tinggi.
"Problem petani salah satunya adalah harga komoditas, maka dari itu beberapa petani saya ajak gabung sebagai petani organik agar kualitas panen memperoleh harga yang sesuai," kata penggagas pertanian tanaman organik Sofyan Adi Cahyono di Semarang, Jumat.
Sofyan yang juga berstatus mahasiswa Agroteknologi di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) mengatakan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dan pola makan yang sehat berdampak pada semakin tingginya permintaan pasar akan sayuran organik.
Menyadari hal itu sejak Maret 2014, Sofyan yang sebelumnya adalah petani konvensional beralih menjadi petani organik dan menggagas pertanian berbasis organik tersebut.
"Awalnya usaha ini saya bangun dengan mengikuti program kreativitas mahasiswa kewirausahaan (PKMK) yang diadakan oleh Dikti, saya mengajukan sebuah penelitian kewirausahaan berbasis sayur organik merbabu yang berkembang sampai sekarang," katanya.
Dia mengatakan dari keikutsertaannya di PKMK tersebut Sofyan memperoleh modal awal sebesar Rp1,5 juta. Selanjutnya, karena memperoleh keuntungan yang cukup besar pada tahun 2016 usaha tersebut sudah memiliki aset Rp40 juta dan telah memiliki surat izin usaha perdagangan.
Menurut dia, untuk distribusi pemasarannya sendiri masih bertaraf lokal karena permintaan oleh konsumen lokal cukup tinggi.
Dia mengatakan pada awalnya tanaman organik masih belum memiliki pasar khusus. Oleh karena itu, sayuran organik masih dijual di tengkulak.
Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin banyaknya peminat sayuran organik, saat ini sudah ada tengkulak yang khusus menerima sayuran organik dan memberikan harga yang pantas bagi petani.
Beberapa komoditas sayuran organik yang dibudidayakan di antaranya daun selada, sayuran herbal, polong-polongan, ubi, dan beberapa jenis buah.
"Problem petani salah satunya adalah harga komoditas, maka dari itu beberapa petani saya ajak gabung sebagai petani organik agar kualitas panen memperoleh harga yang sesuai," kata penggagas pertanian tanaman organik Sofyan Adi Cahyono di Semarang, Jumat.
Sofyan yang juga berstatus mahasiswa Agroteknologi di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) mengatakan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dan pola makan yang sehat berdampak pada semakin tingginya permintaan pasar akan sayuran organik.
Menyadari hal itu sejak Maret 2014, Sofyan yang sebelumnya adalah petani konvensional beralih menjadi petani organik dan menggagas pertanian berbasis organik tersebut.
"Awalnya usaha ini saya bangun dengan mengikuti program kreativitas mahasiswa kewirausahaan (PKMK) yang diadakan oleh Dikti, saya mengajukan sebuah penelitian kewirausahaan berbasis sayur organik merbabu yang berkembang sampai sekarang," katanya.
Dia mengatakan dari keikutsertaannya di PKMK tersebut Sofyan memperoleh modal awal sebesar Rp1,5 juta. Selanjutnya, karena memperoleh keuntungan yang cukup besar pada tahun 2016 usaha tersebut sudah memiliki aset Rp40 juta dan telah memiliki surat izin usaha perdagangan.
Menurut dia, untuk distribusi pemasarannya sendiri masih bertaraf lokal karena permintaan oleh konsumen lokal cukup tinggi.
Dia mengatakan pada awalnya tanaman organik masih belum memiliki pasar khusus. Oleh karena itu, sayuran organik masih dijual di tengkulak.
Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin banyaknya peminat sayuran organik, saat ini sudah ada tengkulak yang khusus menerima sayuran organik dan memberikan harga yang pantas bagi petani.
Beberapa komoditas sayuran organik yang dibudidayakan di antaranya daun selada, sayuran herbal, polong-polongan, ubi, dan beberapa jenis buah.
Pewarta : Fajar Noviar & Aris Wasita
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024