Semarang, ANTARA JATENG - Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Jawa Tengah menyatakan ekspor kopi dari Indonesia ke beberapa negara masih terhambat oleh kestabilan produksi di dalam negeri.

"Sebetulnya tidak ada penurunan permintaan dari negara-negara konsumsi kopi terbesar di dunia, tetapi karena Indonesia belum dapat menjaga kesinambungan, sejumlah pabrikan besar dari negara-negara pengimpor kopi tersebut mengalihkan pembeliannya," kata Ketua AEKI Jawa Tengah Mulyono Susilo di Semarang, Rabu.

Dia mengatakan beberapa negara dengan konsumsi kopi tertinggi di antaranya Jepang, Amerika, Jerman, Italia, dan Spanyol. Khusus permintaan dari negara pengimpor kopi di Eropa, dikatakannya, agak melemah karena kompetisi dari sentral Amerika.

Dia mengatakan untuk kopi arabika pengusaha mengambil dari sentral Amerika, sedangkan untuk robusta mengambil dari Vietnam.

"Selain harganya lebih menarik, sentral Amerika dan Vietnam ini bisa mengirimkan volume lebih besar dibandingkan dari Indonesia. Pada dasarnya pabrikan besar butuh kestabilan kopi, sekarang ini yang bisa menjaga kestabilan tersebut baru wilayah sentral Amerika dan Vietnam," katanya.

Dia mengatakan jika Indonesia ingin memperoleh mitra dari pabrikan besar maka harus menjaga kestabilan produksi kopi setiap tahun sehingga pengiriman dapat tersebut berkesinambungan.

Pada tahun ini, volume ekspor kopi dari Indonesia mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu yaitu dari 540.000 ton di tahun 2016 menjadi 350.000 ton di tahun 2017.

"Penurunannya lebih dari 40 persen, kondisi ini merupakan dampak dari musim elnino yang terjadi pada tahun 2015," katanya.

Dia memprediksi volume ekspor akan kembali normal pada tahun 2018 dengan catatan cuaca pada tahun ini mendukung.

"Kalau melihat cuaca akhir tahun lalu sampai saat ini secara volume tidak memengaruhi tetapi menjadi masalah bagi mutu dari kopi," katanya.

Dia mengatakan seharusnya di bulan April-Mei sudah mendekati masa panen. Meski demikian jika cuaca berlanjut maka proses pengeringan akan terhambat. Dampaknya adalah produk kopi menjadi kurang bagus, kadar air tinggi, dan tumbuh jamur.

"Kondisi ini pada akhirnya berdampak pada penurunan produksi. Kondisi ini terjadi di hampir seluruh daerah penghasil kopi salah satunya Jawa Tengah," katanya.