Fadh sudah Kembalikan Uang Proyek Alquran
Kamis, 24 Agustus 2017 13:51 WIB
Fahd El Fouz atau Fadh A Rafiq ketika menjadi tersangka kasus suap Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID) usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Jumat (12/10). (ANTARA/Fanny Octavianus )
Jakarta, ANTARA JATENG - Terdakwa korupsi pengadaan laboratorium komputer
dan penggandaan Alquran Fadh El Fouz mengaku sudah mengembalikan
keuntungan dari proyek itu senilai Rp3,41 miliar.
"Sudah saya kembalikan dan sudah diakumulasi dengan yang dikenakan sebagai uang pengganti dalam kasus Pak Zul," kata Fadh dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Fadh dalam perkara ini didakwa menerima Rp3,411 miliar dari pengusaha terkait dengan pengadaan laboratorium komputer MTs tahun anggaran 2011 dan penggandaan Alquran tahun anggaran 2011-2012 di Kementerian Agama.
Fadh bersama-sama dengan Zulkarnaen Djabar sebagai anggota Komisi VIII DPR 2009-2014 menerima beberapa kali hadiah berjumlah Rp14,39 miliar dari pengusaha Abdul Kadir Alaydrus karena Zulkarnaen Djabar selaku anggota badan anggaran DPR bersama-sama dengan Fadh dan Dendy Prasetya Zulkarnaen Putra (anak Zulkarnaen Djabar) telah menjadikan sejumlah perusahaan Abdul Kadir sebagai pemenang pengadaan laboratorium dan pengadaan Alquran.
Zulkarnaen Djabar dan anaknya Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra sudah divonis masing-masing 15 dan 8 tahun penjara pada 2013.
"Sebelum meninggal, almarhum bapak saya memberikan amanat agar saya mengembalikan semua uang yang didapat. Itu bapak saya katakan saat saya di penjara. Saya ditemani Pak Jaksa Muhibudin ke rumah sakit dan bapak saya membisiki saya di rumah sakit minta saya kembalikan uang," ungkap Fadh.
Fadh memang adalah narapidana kasus pemberian suap kepada mantan anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode Nurhayati untuk pengurusan anggaran Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) pada 2013 yang sudah menjalani pidana penjara selama 2,5 tahun. Kasus ini juga ditangani KPK.
Fadh mengaku juga pernah ditawarkan menjadi saksi yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) oleh penyidik KPK Novel Baswedan saat menjadi tersangka kasus DPID.
"Saya ditawarkan penyidik KPK Pak Novel menjadi justice collaborator, akhirnya saya buka kasus DPID semuanya, lalu saya buka kasus Al Quran ini yang murni saya yang buka. Pada saat itu saya sudah minta ditersangkakan karena kejadian itu (Al Quran dan DPID) waktunya sama jadi tolong dijadikan satu, tapi disampaikan ke saya Kalau bapak kooepratif Pak Fadh tidak jadi tersangka lain," ungkap Fad menirukan ucapan penyidik KPK.
Fadh pun mengaku mendapatkan 3 surat yang menyatakan bahwa ia tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus lain.
"Omongan penyidik terbukti dengan surat resmi dari KPK bahwa atas nama Fadh El Fouz Al Rafiq tidak ada penyidikan kasus yang lain. Surat itu sudah keluar saat putusan Pak Zul di MA, jadi saya bukan mengulangi kejahatan setelah saya bebas. Saya punya 3 surat resmi pertama dari Deputi Penindakan bapak Warih (Sadono) satu lagi Bapak Ranu (Miharja, deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat), dan penghargaan karena sudah jujur dari media massa," ungkap Fadh.
"Apakah surat yang menyatakan saudara tidak terlibat kasus korupsi itu diterima saat tidak lagi menjadi tersangka perkara terdahulu dan belum menjadi tersangka dalam perkara sekarang?" tanya jaksa KPK Lie Putra Setiawan.
"Itu Terjadi saat saya masih di dalam (penjara). Saya diperiksa untuk tersangka lain lalu datang Pak Novel, saya tanya Bang kapan saya dapat JC? Karena saya tidak bisa dapat remisi tanpa surat JC, lalu disampaikan ke saya Kamu kalau mau jadi JC harus jadi tersangka lagi, itu terekam di kamera KPK," jawab Fadh.
"Sudah saya kembalikan dan sudah diakumulasi dengan yang dikenakan sebagai uang pengganti dalam kasus Pak Zul," kata Fadh dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Fadh dalam perkara ini didakwa menerima Rp3,411 miliar dari pengusaha terkait dengan pengadaan laboratorium komputer MTs tahun anggaran 2011 dan penggandaan Alquran tahun anggaran 2011-2012 di Kementerian Agama.
Fadh bersama-sama dengan Zulkarnaen Djabar sebagai anggota Komisi VIII DPR 2009-2014 menerima beberapa kali hadiah berjumlah Rp14,39 miliar dari pengusaha Abdul Kadir Alaydrus karena Zulkarnaen Djabar selaku anggota badan anggaran DPR bersama-sama dengan Fadh dan Dendy Prasetya Zulkarnaen Putra (anak Zulkarnaen Djabar) telah menjadikan sejumlah perusahaan Abdul Kadir sebagai pemenang pengadaan laboratorium dan pengadaan Alquran.
Zulkarnaen Djabar dan anaknya Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra sudah divonis masing-masing 15 dan 8 tahun penjara pada 2013.
"Sebelum meninggal, almarhum bapak saya memberikan amanat agar saya mengembalikan semua uang yang didapat. Itu bapak saya katakan saat saya di penjara. Saya ditemani Pak Jaksa Muhibudin ke rumah sakit dan bapak saya membisiki saya di rumah sakit minta saya kembalikan uang," ungkap Fadh.
Fadh memang adalah narapidana kasus pemberian suap kepada mantan anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode Nurhayati untuk pengurusan anggaran Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) pada 2013 yang sudah menjalani pidana penjara selama 2,5 tahun. Kasus ini juga ditangani KPK.
Fadh mengaku juga pernah ditawarkan menjadi saksi yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) oleh penyidik KPK Novel Baswedan saat menjadi tersangka kasus DPID.
"Saya ditawarkan penyidik KPK Pak Novel menjadi justice collaborator, akhirnya saya buka kasus DPID semuanya, lalu saya buka kasus Al Quran ini yang murni saya yang buka. Pada saat itu saya sudah minta ditersangkakan karena kejadian itu (Al Quran dan DPID) waktunya sama jadi tolong dijadikan satu, tapi disampaikan ke saya Kalau bapak kooepratif Pak Fadh tidak jadi tersangka lain," ungkap Fad menirukan ucapan penyidik KPK.
Fadh pun mengaku mendapatkan 3 surat yang menyatakan bahwa ia tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus lain.
"Omongan penyidik terbukti dengan surat resmi dari KPK bahwa atas nama Fadh El Fouz Al Rafiq tidak ada penyidikan kasus yang lain. Surat itu sudah keluar saat putusan Pak Zul di MA, jadi saya bukan mengulangi kejahatan setelah saya bebas. Saya punya 3 surat resmi pertama dari Deputi Penindakan bapak Warih (Sadono) satu lagi Bapak Ranu (Miharja, deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat), dan penghargaan karena sudah jujur dari media massa," ungkap Fadh.
"Apakah surat yang menyatakan saudara tidak terlibat kasus korupsi itu diterima saat tidak lagi menjadi tersangka perkara terdahulu dan belum menjadi tersangka dalam perkara sekarang?" tanya jaksa KPK Lie Putra Setiawan.
"Itu Terjadi saat saya masih di dalam (penjara). Saya diperiksa untuk tersangka lain lalu datang Pak Novel, saya tanya Bang kapan saya dapat JC? Karena saya tidak bisa dapat remisi tanpa surat JC, lalu disampaikan ke saya Kamu kalau mau jadi JC harus jadi tersangka lagi, itu terekam di kamera KPK," jawab Fadh.
Pewarta : Desca Lidya Natalia
Editor :
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Siswi SMKN 3 Semarang yang hilang saat mendaki Gunung Slamet sudah ditemukan
09 October 2024 5:30 WIB
Pemprov Jateng: Penyesuaian HET LPG 3Kg sudah pertimbangkan perkembangan ekonomi
30 September 2024 9:11 WIB