Semarang, ANTARA JATENG - Jawa Tengah meraih peringkat empat pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016 yang digelar di Jawa Barat. Prestasi ini jauh tertinggal dibanding tiga provinsi tetangga dalam perolehan medali pesta olahraga empat tahunan tersebut.

Dalam ajang olahraga prestasi tersebut, Jawa Tengah meraih total 173 medali.

Perolehan medali itu jauh tertinggal dibanding Jawa Barat sebagai tuan rumah yang mencapai 531 medali.

Bahkan, Jawa Tengah tertinggal dibanding DKI Jakarta di peringkat tiga yang meraih 374 medali.

Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi Jawa Tengah untuk berprestasi pada PON yang akan datang.

Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Tengah menyebut keterbatasan anggaran dan sarana pendukung masih menjadi persoalan utama provinsi ini dalam meraih kemajuan olahraga prestasi.

� � �Ketua KONI Jawa Tengah Hartono mengatakan alokasi anggaran untuk pembinaan prestasi provinsi ini sangat jauh berbeda dibanding Jawa Barat, DKI Jakarta, bahkan Jawa Timur.

Ia menjelaskan PON menjadi salah satu parameter pencapaian kemajuan olahraga prestasi tersebut.

� � �Menurut dia, perbedaan yang mencolok itu tercemin dari hasil PON 2016 di Bandung.

� � �"Jawa Tengah menempati peringkat empat, di bawah Jawa Barat, Jawa Timur dan DKI Jakarta," katanya.

� � �Ia menjelaskan perbedaan mencolok prestasi Jawa Tengah dibanding ketiga daerah itu sudah sangat terlihat dari sisi penganggaran.

� � �Alokasi anggaran yang disiapkan Jawa Timur untuk pembinaan olahraga prestasi mencapai Rp350 miliar, DKI Jakarta sekitar Rp400 miliar.

� � � Kondisi tersebut sangat bertolak belakang jika dibanding Jawa Tengah yang hanya menganggarkan Rp62 miliar.

� � �Akibatnya, lanjut dia, cabang-cabang olahraga kesulitan untuk membangun prestasi.

� � �"Belum lagi kalau proses pencairannya terlambat, akibatnya justru mubazir," tambahnya.

� � �Sebagai gambaran atas keterbatasan anggaran itu, kata dia, berdampak pada kecukupan asupan gizi para atlet.

� � �"Kalau kebutuhan asupan gizi sekitar 4.000 hingga 5.000 kalori per atlet, Jawa Tengah baru bisa memenuhi sekitar 2.000 kalori," katanya.

� � �Belum lagi, menurut dia, provinsi ini masih minim sarana dan prasarana latihan yang berstandar nasional.

� � �Akibatnya, lanjut dia, banyak program pemusatan latihan yang tidak berjalan optimal.

� � �Melalui momentum Hari Olahraga Nasional, kata dia, KONI sebagai organisasi pembina olahraga prestasi mengharapkan komitmen pemerintah daerah untuk memajukan dunia olahraga.

� � �"Kondisi yang ada saat ini menunjukkan pemerintah daerah belum berpihak pada upaya mendorong kemajuan olahraga prestasi," katanya.

� �� Ia mengharapkan pemerintah daerah memiliki komitmen yang sama untuk mewujudkan hal tersebut.

Menurut dia, Jawa Tengah merupakan gudangnya pembinaan atlet berprestasi.

Namun, lanjut dia, salah pengelolaan anggaran dampak berdampak pula terhadap capaian prestasi.

"Kalau tidak ada jaminan kesejahteraan, ancaman atlet pindah ke daerah yang bisa memberikan jaminan kesejahteraaan lebih baik," katanya.

� � �Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Jawa Tengah Urip Sihabudin mengatakan pemerintah daerah sudah berkomitmen untuk mendukung peningkatan prestasi olahraga Jawa Tengah.

� � �Berbagai program kerja, kata dia, telah disiapkan, termasuk pembenahan sarana dan prasarana olahraga yang ada.

� � �Ia menjelaskan upaya pembenahan sarana dan prasarana tersebut akan dilakukan secara bertahap.

� � �Selain itu, menurut dia, untuk mendukung upaya pembibitan dan pembinaan atlet, Jawa Tengah sedang menyiapkan program olahraga unggulan untuk masing-masing daerah.

� � �"Jadi nanti tiap daerah menyampaikan usulan olahraga unggulan yang akan dibina dan dikembangkan," katanya.

� � � Dengan demikian, lanjut dia, kebutuhan atlet Jawa Tengah bisa dipasok dari daerah-daerah yang sudah mengukhususkan pada olahraga unggulannya itu.

� � �"Nantinya seluruhnya disiapkan, mulai dari sarana dan prasarana hingga aspek kesejahteraan," katanya.



Libatkan Swasta

Menurunnya prestasi olahraga Indonesia pada umumnya dan Jawa Tengah pada khususnya, kata Ketua Universal Taekwondo Indonesia Profesional (UTI Pro) Jawa Tengah Th.Yosep Parera disebabkan oleh adanya masalah internal pemerintah dan swasta.

"Ada kepentingan kelompok-kelompok tertentu sehingga atlet berprestasi yang di luar organisasi di bawah pemerintah tidak memperoleh kesempatan tampil," katanya.

Padahal, lanjut dia, tidak sedikit organisasi di luar pemerintah yang memiliki prestasi baik.

Ia mencontohkan organisasi yang dipimpinnya ini.

Seharusnya, kata dia, seluruh atlet berprestasi diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya.

"Perlakukan secara adil, tampilkan mereka dalam satu ajang kemudian pilih yang paling bagus," kata pria yang berprofesi sebagai advokat ini.

Salah satu contoh sukses pelibatan swasta, menurut dia, yakni bulu tangkis.

Melalui pabrik rokok Djarum Kudus, kata dia, bulu tangkis berhasil menunjukkan prestasi tingkat nasional maupun internasional.

"Ini salah satu contoh nyata keberhasilan pembinaan yang dilakukan oleh swasta," katanya.

Ia menjelaskan pelibatan pihak swasta tersebut diyakini bisa mengurangi beban pemerintah, khususnya dalam hal peningkatan kesejahteraan atlet.

"Kita sadari anggaran yang dialokasikan pemerintah terbatas, peran swasta bisa mendukung dalam pembibitan dan pembinaan atlet," katanya.