Jakarta, ANTARA JATENG - Seorang konsultan hukum asal Papua Decy Violent Riwu mengharapkan Kejaksaan Agung segera menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pengadaan pesawat Grand Caribou senilai Rp116 miliar pada 2015 di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua.

"Kami berharap Kejaksaan Agung segera melanjutkan proses penyidikan terhadap dugaan korupsi dalam pengadaan pesawat tersebut. Kami ingin tahu dimana kendalanya dan kenapa sampai berlarut-larut proses hukumnya," kata Decy kepada pers di Jakarta, Selasa.

Terkait kasus tersebut, Forum Mahasiswa Peduli Pembangunan Papua (FMPP-Papua) dalam beberapa kesempatan juga mempertanyakan proses hukum penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Grand Caribou itu.

Penanganan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) Kejaksaan Agung sudah pada tahap penyidikan dan saksi-saksi sudah diperiksa, tapi sampai sekarang belum ada penetapan tersangkanya.

Menurut Decy, masyarakat Papua pada umumnya dan warga Kabupaten Puncak Papua khususnya terus mengikuti dan mempertanyakan perkembangan proses hukum penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat tersebut.

"Demi tegaknya keadilan, kami menunggu langkah sigap Kejaksaan Agung dalam menangani kasus dugaan korupsi pembelian pesawat yang merugikan keuangan negara itu. Kami percaya Kejaksaan Agung bisa menangani kasus ini dengan baik," kata konsultan hukum dan pengusaha asal Papua itu.

Sebelumnya, Forum Mahasiswa Peduli Pembangunan Papua (FMPP-Papua) dalam laporan kepada Kejaksaan Agung pada September 2016 menyebutkan, pengadaan pesawat Grand Caribou menghabiskan dana sebanyak Rp116 miliar, bahkan dengan biaya lain-lainnya mencapai Rp146 miliar.

Dana untuk pembelian pesawat tersebut bersumber dari APBD Kabupaten Puncak pada Dinas Perhubungan Kabupaten Puncak Provinsi Papua Tahun Anggaran 2015 dan sudah dibayarkan 100 persen.

Pesawat Grand Caribou itu jatuh pada 31 Oktober 2016 di daerah Mimika Papua, padahal belum genap sebulan beroperasi. Pesawat produksi tahun 1960 itu dibuat oleh pabrikan Viking Air Limited (De Havilland) di Kanada dan direka ulang oleh Pen Turbo Aircraft Inc. (Penta Inc).

Reka ulang pesawat dilakukan dengan mengganti mesin dan beberapa komponen lainnya sebelum dijual kembali kepada pihak swasta rekanan Pemerintah Daerah Puncak Papua yang memenangkan proyek pengadaan senilai Rp116 miliar.