Banyak anggota DPRD kota/kabupaten, provinsi, DPR RI yang ditangkap polisi dan KPK karena terlibat korupsi, bahkan saat ini tengah berlangsung peradilan mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar yang juga eks Ketua DPR RI Setya Novanto dengan tuduhan terlibat kasus gigakorupsi KTP elektronik.
Kehidupan politik lebih demokratis yang dimulai sejak 1998 seharusnya memberi ruang lebih luas bagi politikus untuk menjalankan tugas sebagai negarawan dengan memandu arah lebih jelas tujuan berbangsa sekaligus menyebarkan energi positif bagi bangsa Indonesia.
Namun, ternyata banyak di antara politikus menomorsatukan kepentingan pribadi, partai, atau koalisi demi melanggengkan kekuasaan. Yang menyedihkan, untuk menopang kepentingan tersebut, sejumlah politikus nekat bermain kotor.
"Kita lihat saja, partai-partai sekarang ini merusak energi positif sosial ekonomi bangsa. Bahkan, ketua umum sebuah partai besar juga disangka terlibat perkara korupsi," kata Ketua Dewan Pertimbangan Partai Nasional Demokrat (NasDem) Siswono Yudo Husodo.
Ditemui di Kantor DPP Partai NasDem pekan lalu di Jakarta, Siswono menilai kinerja partai yang buruk tersebut telah menyebarkan energi negatif begitu panjang. Seharusnya, kata dia, bangsa ini telah meraih kemajuan lebih dari apa yang dicapai sekarang ini.
Praktik korupsi yang seolah tiada tahu kapan akan berakhir, kasus SARA, hingga menguatnya politik identitas itu membuat khawatir sejumlah orang. Salah seorang di antaranya adalah Surya Paloh.
Surya Paloh, pendiri sekaligus Ketua Umum Partai NasDem menyatakan,"Kita harus bergerak untuk menahan runtuhnya peradaban ini. Kitalah barisan, kitalah garda yang (harus) terus berjuang untuk membela republik dari dekadensi moral para politikusnya."
Itulah yang, antara lain, mendorong Suryo terjun ke dunia politik agar memiliki gerak lebih leluasa dalam menawarkan nilai-nilai baru dalam kehidupan berpolitik dengan mendirikan Partai NasDem (Nasional Demokrat). Sebelumnya, nama ini memang populer sebagai ormas.
Ia memiliki tekad membangun partai dengan nilai-nilai yang lebih tegas dan tanpa kompromi terhadap praktik penyelewengan dalam penyelenggaraan negara dan berbangsa, termasuk memerangi korupsi.
Oleh karena itu, ketika Sekjen NasDem Patrice Rio Capella menerima gratifikasi, NasDem hanya punya dua pilihan: dia mengundurkan diri atau dipecat. Rio yang ikut berjasa membesarkan NasDem memilih yang pertama.
Dalam buku "Moralitas Republikan" yang ditulis Willy Aditya (2016), Surya menyatakan pentingnya setiap politikus memiliki spirit republikanisme, yakni sikap-sikap yang menunjukkan keberpihakan pada kepentingan orang banyak seperti pernah digagas oleh Bung Karno.
Ia menyadari untuk membangun partai yang diidealkan tersebut butuh waktu lama. Begitu pula, dalam upaya membentuk kader-kader partai yang loyal, patuh, dan pekerja keras guna menjadi agen perubahan Restorasi Indonesia.
Restorasi Indonesia yang menjadi jargon NasDem berintikan pada tiga hal, yakni mengembalikan ensensi demokrasi untuk menyejahterakan rakyat, melahirkan bangsa yang bermartabat, dan negara yang kuat.
Untuk mewujudkan Tri-Restorasi Indonesia tersebut jelas butuh waktu relatif lama karena hal ini menyangkut perubahan pola pikir manusia, terutama para politikusnya. Menyadari hal tersebut, Surya menekankan pentingnya pendidikan kader yang dilakukan oleh partai itu sendiri.
Melalui pendidikan, Surya ingin menunjukkan bahwa gerakan perubahan yang meliputi perubahan cara berpikir dari kepura-puraan menjadi keterbukaan, mau mengakui kelemahan, dan cepat untuk mengakui kesalahan itu bisa menjadi nilai-nilai baru dalam berpartai.
IGK Manila
Sebagai partai yang mengusung tema besar gerakan perubahan, Surya segera menyiapkan institusi untuk mendidik kader yang dipersiapkan untuk menjadi politikus, negarawan. Surya kemudian mendirikan Akademi Bela Negara (ABN) di kawasan Pancoran Jakarta yang diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo pada tanggal 16 Juli 2017.
Surya menunjuk Mayjen (purnawirawan) IGK Manila menjadi Gubernur ABN. Sampai sekarang ABN sudah mendidik sekitar 3.000 kader, 443 orang di antaranya yang mengikuti pendidikan selama 4 bulan, peserta dalam jumlah lebih banyak mengikuti program mingguan yang lebih praktis.
"ABN mendidik kader agar mereka menjadi manusia cerdas, militan, dan terampil. Bagaimana mau bela negara kalau angkat selimut pada pagi hari saja tidak mau. Ini soal disiplin dan ABN menerapkannya. Setelah dididik, kader harus menjadi teladan," kata Manila ketika ditemui di ABN pada tanggal 12 April 2018.
Deputi I Bidang Akademik ABN Ahmad Baedowi menyatakan bahwa Surya Paloh merupakan sosok yang percaya pada proses sehingga NasDem menempuh jalur mencerdaskan kadernya melalui ABN.
Ia menjelaskan ada tiga aspek yang disasar ABN dalam mendidik kader, yakni aspek kepribadian. Seluruh calon politikus harus memiliki karakter yang baik. Kemudian, aspek kepartaian yang modern, serta kebangsaan.
"Selama pendidikan, mereka mendapatkan penjelasan sekaligus praktik diplomasi, negosiasi, hingga resolusi konflik," kata Baedowi.
Selama kuliah di ABN, peserta wajib fokus mengikuti pendidikan karena semua biaya termasuk uang saku selama 4 bulan ditanggung oleh Surya Paloh. "Pak Surya Paloh menganggap proses itu penting karena itu mendirikan ABN," kata Baedowi.
Pada medio 2018, ABN akan kembali mendidik selama 4 bulan 517 kader partai dari seluruh DPD. Mereka mengikuti pendidikan dan tinggal di ABN yang menyediakan 500 tempat tidur beserta perlengkapannya bagi peserta.
ABN tidak hanya mendidik kader dari aspek kognisi, tetapi juga menggembleng mereka pada aspek afeksi dan motoriknya. "Kami mengadopsi disipilin militer. Namun, penyelenggaraan pendidikannya tetap demokratis," katanya.
Bagi NasDem, ABN adalah sebuah ikhtiar serius partai untuk menghasilkan politikus berkarakter. (Penyunting: D.Dj. Kliwantoro)