Bupati Jepara: Lomban bukan sekadar adat budaya lokal
Sabtu, 23 Juni 2018 14:57 WIB
JEPARA - Sejumlah nelayan tengah memperebutkan sesaji yang berisi kepala kerbau, ingkung (ayam utuh), jajanan pasar, serta kupat dan lepat yang dilarung di Perairan Laut Jepara, Sabtu (23/6). (Foto: Akhmad Nazaruddin Lathif)
Jepara (Antaranews Jateng) - Lomban (pesta laut) kupatan di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, diwarnai dengan larung kepala kerbau di perairan Laut Jepara, Sabtu.
Pelarungan sesaji di Laut Jepara yang dipimpin oleh Bupati Jepara Ahmad Marzuqi dan sejumlah Forkompinda dilakukan pada Sabtu (23/6) pagi, setelah menempuh perjalanan laut sekitar 45 menit dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Keluarahan Jobo Kuto, Kecamatan Kota, Jepara sebagai tempat kegiatan prosesi awal sebelum pelarungan.
Pelarungan dilakukan setelah digelar doa bersama di TPI, kemudian kepala kerbau yang diletakkan pada miniatur kapal diarak dan dinaikkan ke atas kapal untuk dihanyutkan ke tengah laut.
Usai dilarung, sejumlah nelayan yang ikut mengiringi menggunakan kapal langsung terjun ke laut untuk memperebutkan sesaji yang berisi kepala kerbau, ingkung (ayam utuh), jajanan pasar, serta kupat dan lepat.
Beberapa perahu dan kapal yang sebelumnya berada pada jarak yang cukup jauh ikut mendekat dan sejumlah awak perahu maupun kapal ada yang terjun ke laut untuk mengambil air laut di sekitar sesaji untuk disiramkan ke perahu.
Hal itu dipercaya dapat memberikan keselamatan perahu mereka selama melaut dan berharap dimudahkan usaha mereka mencarai ikan.
Tradisi larung kepala kerbau menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, terutama masyarakat yang tengah berkunjung ke Jepara saat Lebaran ketujuh atau masyarakat Jepara biasa menyebutnya dengan Lebaran Ketupat.
Larungan yang telah menjadi kearifan lokal ini merupakan salah satu agenda tahunan Kabupaten Jepara saat puncak perayaan pesta Syawalan atau lomban.
Bupati Jepara Ahmad Marzuqi di Jepara, Sabtu, mengatakan pesta lomban yang digelar sepekan setelah Lebaran ini bukan sekadar adat budaya lokal, melainkan suatu bentuk rasa syukur telah menjalankan puasa sunah selama enam hari di bulan syawal setelah puasa Ramadhan.
"Pesta lomban ini tidak hanya sekedar adat budaya lokal di Kabupaten Jepara, melainkan bentuk sedekah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena selama setahun para nelayan diberi kesehatan, keselamatan dan hasil ikan tangkapan yang melimpah," ujarnya.
Pada tahun berikutnya, kata dia, para nelayan berharap hasil tangkapannya juga melimpah.
Ia mengatakan sedekah laut di Kabupaten Jepara sudah ada sejak lama karena tradisi pelarungan kepala kerbau sudah ada sejak tahun 1920.
Sementara itu, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Jepara Sudiyatno mengungkapkan pesta lomban ini dimeriahkan 103 perahu nelayan.
Dari hasil pendataan HNSI, ratusan perahu nelayan tersebut meliputi 32 perahu berukuran besar lebih dari 10 gross ton dan 71 perahu kecil yang biasa digunakan nelayan Jepara menangkap ikan.
Usai prosesi pelarungan, rombongan bupati Jepara menuju ke dermaga Pantai Kartini, kemudian menuju ke lapangan Pantai Kartini untuk menghadiri Festival Kupat Lepet.
Pelarungan sesaji di Laut Jepara yang dipimpin oleh Bupati Jepara Ahmad Marzuqi dan sejumlah Forkompinda dilakukan pada Sabtu (23/6) pagi, setelah menempuh perjalanan laut sekitar 45 menit dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Keluarahan Jobo Kuto, Kecamatan Kota, Jepara sebagai tempat kegiatan prosesi awal sebelum pelarungan.
Pelarungan dilakukan setelah digelar doa bersama di TPI, kemudian kepala kerbau yang diletakkan pada miniatur kapal diarak dan dinaikkan ke atas kapal untuk dihanyutkan ke tengah laut.
Usai dilarung, sejumlah nelayan yang ikut mengiringi menggunakan kapal langsung terjun ke laut untuk memperebutkan sesaji yang berisi kepala kerbau, ingkung (ayam utuh), jajanan pasar, serta kupat dan lepat.
Beberapa perahu dan kapal yang sebelumnya berada pada jarak yang cukup jauh ikut mendekat dan sejumlah awak perahu maupun kapal ada yang terjun ke laut untuk mengambil air laut di sekitar sesaji untuk disiramkan ke perahu.
Hal itu dipercaya dapat memberikan keselamatan perahu mereka selama melaut dan berharap dimudahkan usaha mereka mencarai ikan.
Tradisi larung kepala kerbau menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, terutama masyarakat yang tengah berkunjung ke Jepara saat Lebaran ketujuh atau masyarakat Jepara biasa menyebutnya dengan Lebaran Ketupat.
Larungan yang telah menjadi kearifan lokal ini merupakan salah satu agenda tahunan Kabupaten Jepara saat puncak perayaan pesta Syawalan atau lomban.
Bupati Jepara Ahmad Marzuqi di Jepara, Sabtu, mengatakan pesta lomban yang digelar sepekan setelah Lebaran ini bukan sekadar adat budaya lokal, melainkan suatu bentuk rasa syukur telah menjalankan puasa sunah selama enam hari di bulan syawal setelah puasa Ramadhan.
"Pesta lomban ini tidak hanya sekedar adat budaya lokal di Kabupaten Jepara, melainkan bentuk sedekah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena selama setahun para nelayan diberi kesehatan, keselamatan dan hasil ikan tangkapan yang melimpah," ujarnya.
Pada tahun berikutnya, kata dia, para nelayan berharap hasil tangkapannya juga melimpah.
Ia mengatakan sedekah laut di Kabupaten Jepara sudah ada sejak lama karena tradisi pelarungan kepala kerbau sudah ada sejak tahun 1920.
Sementara itu, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Jepara Sudiyatno mengungkapkan pesta lomban ini dimeriahkan 103 perahu nelayan.
Dari hasil pendataan HNSI, ratusan perahu nelayan tersebut meliputi 32 perahu berukuran besar lebih dari 10 gross ton dan 71 perahu kecil yang biasa digunakan nelayan Jepara menangkap ikan.
Usai prosesi pelarungan, rombongan bupati Jepara menuju ke dermaga Pantai Kartini, kemudian menuju ke lapangan Pantai Kartini untuk menghadiri Festival Kupat Lepet.
Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024