Solo (ANTARA) - Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyatakan Indonesia masih kekurangan dokter paru padahal penyakit tersebut masuk dalam 10 besar dengan jumlah penderita terbanyak.

"Saat ini jumlah dokter paru di Indonesia sebanyak 1.075 orang. Kalau sesuai dengan standar internasional, rasionya 2-3 dokter banding 100.000 penduduk," kata Ketua PDPI Pusat dr Agus Dwi Susanto pada jumpa pers Konferensi Kerja ke-16 PDPI yang akan diselenggarakan 11-16 September 2019 di Alila Solo, Jawa Tengah, Kamis.

Ia mengatakan dengan rasio tersebut idealnya Indonesia membutuhkan 2.500 dokter paru mengingat saat ini jumlah penduduk di Indonesia sekitar 260 juta jiwa.

"Oleh karena itu, pada konferensi ini kami juga akan membahas hal-hal terkait pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian di Indonesia untuk bisa mendukung program pemerintah khususnya masalah paru," katanya.

Baca juga: AS selidiki penyakit paru-paru terkait rokok elektrik

Ia mengatakan untuk menuju Universal Coverage 2020, dorongan ditambahnya jumlah dokter paru merupakan bentuk dukungan dari PDPI.

Ia mengatakan ada tiga jenis penyakit paru yang masuk ke dalam 10 penyakit dengan jumlah penderita terbanyak, yaitu tuberculosis (TBC), pneumonia, dan kanker paru. Ia mengatakan khususnya kanker paru ini kebanyakan diderita oleh kaum pria.

"Berdasarkan data prevalensi, Indonesia menempati posisi tiga untuk jumlah perokok tertinggi di dunia. Persisnya jumlah perokok di Indonesia ini mencapai 69 persen dari penduduk pria yang ada," katanya.

Baca juga: Zat serotonin di obat pelangsing sebabkan pembuluh darah paru menyempit

Dengan jumlah tersebut, artinya risiko penyakit kanker paru makin tinggi. Di sisi lain, dikatakannya, beban kesehatan karena kanker juga besar.

Sementara itu, dikatakannya, pada konferensi kerja tersebut akan dibahas isu-isu menarik dan terbaru di bidang kesehatan pernapasan melalui simposium untuk meningkatkan kemampuan dan manajerial praktisi sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian terkait penyakit pernapasan di Indonesia.

"Selain itu juga akan diselenggarakan lokakarya terintegrasi sehingga para peserta dapat lebih memiliki kewaspadaan dengan manajemen komprehensif dengan mempersiapkan strategi untuk pencegahan awal dan pengobatan yang tepat sehingga dapat memenuhi tujuan dan tercapai optimalisasi kualitas hidup yang baik," katanya.

Baca juga: Perokok aktif berisiko 13 kali lipat menderita kanker paru