Organda Surakarta keluhkan transportasi berbasis daring
Senin, 23 September 2019 19:32 WIB
Ketua Organda Kota Surakarta Joko Suprapto ketika memberikan keterangan kepada wartawan (Foto: Aris Wasita)
Solo (ANTARA) - Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Surakarta mengeluhkan keberadaan transportasi umum berbasis daring (online) karena berdampak pada kerugian angkutan konvensional.
"Kerugiannya sudah tidak terhitung, yang pasti sekarang ini pengusaha angkutan konvensional banyak yang mengandangkan kendaraannya," kata Ketua Organda Kota Surakarta Joko Suprapto di Solo, Senin.
Ia menggambarkan untuk perusahaan taksi saja yang beroperasi hanya 20-30 persen dari total armada yang dimiliki.
Pihaknya juga mengeluhkan banyak aturan yang diterapkan pada angkutan konvensional namun tidak diterapkan pada transportasi online, di antaranya izin trayek, penggunaan plat kuning, dan KIR.
"Dulu juga sempat ada aturan pembatasan, bahkan diwajibkan 'driver online' harus memasang stiker khusus di kendaraannya tetapi nyatanya hari ini juga tidak berjalan dan dibiarkan," katanya.
Sementara itu, diakuinya, pascamenjamurnya keberadaan transportasi daring, saat ini banyak pengusaha angkutan konvensional yang menjalin kerja sama dengan perusahaan transportasi online.
"Sebagian ada yang kerja sama dengan aplikasi online, sebagian belum. Namanya orang usaha pasti 'profit oriented'," katanya.
Meski demikian, dikatakannya, sebagian pengusaha transportasi umum tidak bisa melakukan kerja sama mengingat umur dari kendaraan yang dimiliki.
"Sekarang kendaraan yang digunakan untuk transportasi online umumnya berumur 2-3 tahun, kalau taksi seperti Kosti umurnya rata-rata sudah tujuh tahun, taksi Gelora itu rata-rata enam tahun," katanya.
Baca juga: Ratusan Sopir Taksi Protes Angkutan Berbasis Daring
Baca juga: Pemerintah Hati-hati Tetapkan Tarif Angkutan Berbasis Aplikasi Daring
"Kerugiannya sudah tidak terhitung, yang pasti sekarang ini pengusaha angkutan konvensional banyak yang mengandangkan kendaraannya," kata Ketua Organda Kota Surakarta Joko Suprapto di Solo, Senin.
Ia menggambarkan untuk perusahaan taksi saja yang beroperasi hanya 20-30 persen dari total armada yang dimiliki.
Pihaknya juga mengeluhkan banyak aturan yang diterapkan pada angkutan konvensional namun tidak diterapkan pada transportasi online, di antaranya izin trayek, penggunaan plat kuning, dan KIR.
"Dulu juga sempat ada aturan pembatasan, bahkan diwajibkan 'driver online' harus memasang stiker khusus di kendaraannya tetapi nyatanya hari ini juga tidak berjalan dan dibiarkan," katanya.
Sementara itu, diakuinya, pascamenjamurnya keberadaan transportasi daring, saat ini banyak pengusaha angkutan konvensional yang menjalin kerja sama dengan perusahaan transportasi online.
"Sebagian ada yang kerja sama dengan aplikasi online, sebagian belum. Namanya orang usaha pasti 'profit oriented'," katanya.
Meski demikian, dikatakannya, sebagian pengusaha transportasi umum tidak bisa melakukan kerja sama mengingat umur dari kendaraan yang dimiliki.
"Sekarang kendaraan yang digunakan untuk transportasi online umumnya berumur 2-3 tahun, kalau taksi seperti Kosti umurnya rata-rata sudah tujuh tahun, taksi Gelora itu rata-rata enam tahun," katanya.
Baca juga: Ratusan Sopir Taksi Protes Angkutan Berbasis Daring
Baca juga: Pemerintah Hati-hati Tetapkan Tarif Angkutan Berbasis Aplikasi Daring
Pewarta : Aris Wasita
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Grab salurkan 1 juta dolar untuk 33.000 pelaku sektor transportasi dan UMKM
20 December 2024 20:35 WIB
Pilkada Kota Semarang, Agustina-Iswar janji perluas layanan transportasi publik
02 November 2024 5:33 WIB
Terpopuler - Umum
Lihat Juga
Kolaborasi Unsoed dan Charoen Phokhand dukung Program Makan Bergizi Gratis
17 January 2025 16:59 WIB