Semarang (ANTARA) - Nugroho Budiantoro, penasihat hukum terpidana kasus korupsi alat kesehatan (alkes) di RSUD Kraton Pekalongan, membantah dibayar Rp300 juta yang diduga berasal dari korupsi dana insentif manajerial rumah sakit tersebut.

Hal tersebut disampaikan Nugroho saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa, dalam perkara korupsi dana insentif manajerial RSUD Kraton Pekalongan.

Nugroho merupakan pengacara Sumargono, mantan kepala bidang di RSUD Kraton, yang divonis bersalah dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan pada tahun 2016.

Honor pengacara sebesar Rp300 juta penanganan perkara Sumargono yang diduga bersumber dari korupsi insentif manajerial RSUD Kraton tersebut tercantum dalam dakwaan jaksa.

Baca juga: Mantan Wakil Bupati Pekalongan diperiksa terkait korupsi RSUD Kraton

"Saya tidak pernah menerima fee yang dibayar oleh RSUD Kraton," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Andi Astara tersebut.

Menurut dia, fee pengacara yang diterimanya berasal dari uang pribadi Sumargono.

"Keluarga besar Pak Sumargono yang membayar fee pengacara," tambahnya.

Ia mengungkapkan pada awalnya ada rencana pemberian bantuan sebesar Rp120 juta dari RSUD Kraton untuk honor pengacara bagi Sumargono.

Namun, lanjut dia, bantuan tersebut ditolak karena kliennya itu diharuskan mengakui telah menyalahgunakan dana sebesar Rp5 miliar.

"Ditolak oleh Pak Sumargono karena diminta mengaku telah menggunakan uang Rp5 miliar agar kasusnya tidak melebar," katanya.

Kasus dugaan korupsi dana manajerial RSUD Kraton itu sendiri menyeret mantan Direktur Teguh Imanto dan mantan Wakil Direktur Agus Bambang sebagai terdakwa. 

Baca juga: Mantan Direktur RSUD Kraton Pekalongan didakwa rugikan negara Rp4,2 miliar