Dokter bakal diawasi cegah kekeliruan pemberian antibiotik
Kamis, 19 Desember 2019 19:17 WIB
Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) dr Hari Paraton saat diwawancarai awak media massa di Jakarta, Kamis (19/12/2019). ANTARA/Muhammad Zulfikar
Jakarta (ANTARA) - Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) dr Hari Paraton mengatakan pada tahun 2020 para dokter di Tanah Air akan diawasi oleh tim khusus yang ada pada setiap rumah sakit untuk mencegah kekeliruan dalam memberikan antibiotik.
"Tahun depan mudah-mudahan bisa diterapkan karena pedomannya sudah disusun, beberapa rumah sakit sudah menjadi pilot project dan sedang berjalan," kata dia di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan para dokter di Indonesia harus terus diberikan pembekalan karena masih banyak kurang tepat dalam memberikan antibiotik kepada pasien.
"Jadi 80 persen itu harus dibetulin, bukan salah," katanya.
Baca juga: Pemakaian antibiotik tak terkendali, bakteri kian resisten
Kesalahan dalam pemberian antibiotik ini juga disebabkan ketidaktahuan para dokter. Tetapi faktor yang terbesar adalah tidak adanya sarana dianogstik laboratorium atau layanan mikrobiologi.
"Jadi misalnya kita infeksi paru-paru penyebabnya banyak, bisa bakteri A, B, atau C. Tiap bakteri punya antibiotik tersendiri pula," katanya.
Namun, praktik yang sering terjadi selama ini yaitu para tenaga medis banyak salah atau keliru dalam memberikan antibiotik. Dengan kata lain tidak sesuai dengan bakteri yang ada dalam tubuh pasien sehingga resisten terhadap antibiotik.
Melihat kondisi tersebut, KPRA memiliki sejumlah rekomendasi di antaranya perlu meningkatkan pemahaman dan pengetahuan melalui penyuluhan ke masyarakat maupun dokter melalui penyuluhan.
Baca juga: Ahli: Virus tidak bisa diatasi dengan antibiotik
Selanjutnya tahapan surveilans dengan tujuan agar masyarakat mengetahui statusnya. Jika sudah mengetahui bakteri mana yang tinggi maka tenaga medis bisa lebih spesifik mengatasinya.
Hal lain pencegahan infeksi melalui vaksin maupun cuci tangan. Kemudian penggunaan antibiotik yang lebih dimonitor menggunakan pedoman penatagunaan antibiotik.
"Jadi ke depan dokter tidak boleh salah lagi lah," tegasnya.
Selain itu, menurut Hari ke depan para dokter juga perlu dibekali oleh masing-masing organisasi profesi untuk mendapatkan pengetahuan lebih terkait pemberian antibiotik.
Hal penting pula termasuk pengajaran mata kuliah ilmu kedokteran di universitas, kata Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba dr Hari Paraton.
"Tahun depan mudah-mudahan bisa diterapkan karena pedomannya sudah disusun, beberapa rumah sakit sudah menjadi pilot project dan sedang berjalan," kata dia di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan para dokter di Indonesia harus terus diberikan pembekalan karena masih banyak kurang tepat dalam memberikan antibiotik kepada pasien.
"Jadi 80 persen itu harus dibetulin, bukan salah," katanya.
Baca juga: Pemakaian antibiotik tak terkendali, bakteri kian resisten
Kesalahan dalam pemberian antibiotik ini juga disebabkan ketidaktahuan para dokter. Tetapi faktor yang terbesar adalah tidak adanya sarana dianogstik laboratorium atau layanan mikrobiologi.
"Jadi misalnya kita infeksi paru-paru penyebabnya banyak, bisa bakteri A, B, atau C. Tiap bakteri punya antibiotik tersendiri pula," katanya.
Namun, praktik yang sering terjadi selama ini yaitu para tenaga medis banyak salah atau keliru dalam memberikan antibiotik. Dengan kata lain tidak sesuai dengan bakteri yang ada dalam tubuh pasien sehingga resisten terhadap antibiotik.
Melihat kondisi tersebut, KPRA memiliki sejumlah rekomendasi di antaranya perlu meningkatkan pemahaman dan pengetahuan melalui penyuluhan ke masyarakat maupun dokter melalui penyuluhan.
Baca juga: Ahli: Virus tidak bisa diatasi dengan antibiotik
Selanjutnya tahapan surveilans dengan tujuan agar masyarakat mengetahui statusnya. Jika sudah mengetahui bakteri mana yang tinggi maka tenaga medis bisa lebih spesifik mengatasinya.
Hal lain pencegahan infeksi melalui vaksin maupun cuci tangan. Kemudian penggunaan antibiotik yang lebih dimonitor menggunakan pedoman penatagunaan antibiotik.
"Jadi ke depan dokter tidak boleh salah lagi lah," tegasnya.
Selain itu, menurut Hari ke depan para dokter juga perlu dibekali oleh masing-masing organisasi profesi untuk mendapatkan pengetahuan lebih terkait pemberian antibiotik.
Hal penting pula termasuk pengajaran mata kuliah ilmu kedokteran di universitas, kata Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba dr Hari Paraton.
Pewarta : Muhammad Zulfikar
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Tradisi memasak nasi kebuli untuk haul Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi di Solo
22 October 2024 21:28 WIB
Bawaslu dan KPU se-Jateng perkuat komunikasi antarpenyelenggara pemilu
22 September 2023 8:25 WIB, 2023