Semarang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus menggenjot penerapan Gerakan Satu OPD (organisasi perangkat daerah), Satu Desa Dampingan dapat diterapkan di seluruh pemerintah kabupaten dan kota se-Jateng.

"Gerakan Satu OPD, Satu Desa Dampingan jangan hanya di 14 kabupaten zona merah kemiskinan, tetapi juga di daerah lain. Semoga ini bisa diterapkan di semua kabupaten dan kota di Jateng. Ini kami dorong," kata Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin di sela konferensi pers di Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang, Jumat (27/12).

Taj Yasin yang sekaligus sebagai Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Jateng menjelaskan setelah Gerakan Satu OPD, Satu Desa Dampingan digulirkan Pemprov Jateng setahun lalu, angka kemiskinan di masing-masing desa dampingan menurun. 

Taj Yasin mencontohkan Desa Tieng Kabupaten Wonosobo yang sebelumnya angka kemiskinan mencapai 400 KK, setelah dilakukan pendampingan oleh OPD jumlah warga miskin berkurang menjadi sekitar 130 KK.

"Artinya bisa diturunkan sekitar 50 persen. Apalagi pemerintah pusat dan kabupaten kota turut andil dalam pengentasan kemiskinan, sehingga warga miskin ditangani bersama-sama. Kalau pun ada yang naik angka kemiskinannya, tetapi bantuan dari pemerintah sudah berlebih termasuk bantuan dari Kementerian Sosial, sehingga tingkat kemiskinan berkurang," katanya.

Selain Gerakan Satu OPD, Satu Desa Dampingan, tambah Taj Yasin, ada berbagai upaya yang digencarkan untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakat yakni dengan mendukung pertumbuhan usaha produktif termasuk menggenjot pertumbuhan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di lingkungan pondok pesantren.

"Kami tidak hanya menggenjot usaha produktif di pesantren, tetapi juga UMKM di masyarakat umum. Kami membantu memfasilitasi permodalan melalui kerja sama dengan perbankan dan CSR. Targetnya penurunan kemiskinan sebanyak satu digit dapat terealisasi," katanya.

Untuk mengoptimalkan program pengentasan kemiskinan di Jateng yang saat ini mencapai 10,80 persen atau setara dengan 3,7 juta jiwa, pemprov Jateng bersama instansi terkait juga terus melakukan validasi data agar bantuan seperti perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH), kesehatan, pendidikan, dan lainnya yang diberikan tidak salah sasaran.

"Kami selalu cerewet dalam hal pendataan warga miskin, karena di Jateng masih ada sekitar 30 persen data kemiskinan error. Demikian juga di provinsi lain data kemiskinan error hampir sama yaitu 30-40 persen. Karenanya kami cerewet supaya hasil pendataan benar-benar sesuai dengan kondisi di lapangan," demikian Taj Yasin.(Kom)