"Kami memberikan pelatihan dan usaha sampingan untuk istri nelayan, seperti pelatihan pembuatan bioflok atau budi daya ikan di kolam terpal hingga produksi abon ikan," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jateng Fendiawan Tiskiantoro di Semarang, Jumat.
Ia mengungkapkan mayoritas nelayan di Jateng atau 171.046 nelayan tidak melaut saat cuaca ekstrem seperti saat ini.
Menurut dia, hal itu menyebabkan hasil tangkapan ikan dari para nelayan mengalami penurunan hingga 40 persen.
"Sebenarnya nelayan tahu, ada banyak ikan dan udang yang malah naik ke permukaan (saat musim hujan, red), bahkan tidak jauh dari pantai, tapi karena tingginya ombak maka mereka tidak mau ambil risiko," ujarnya.
Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng juga memberi keterampilan budi daya lele atau kerang kepada para nelayan.
"Jadi ketika musim tak bersahabat datang, mereka bisa memanfaatkannya untuk mendapatkan uang tambahan," katanya.
Fendiawan mengatakan, Pemprov Jateng memberikan asuransi bagi nelayan yang mengalami kecelakaan saat melaut.
"Program tersebut telah dijalankan sejak 2019 ini menyasar 10 ribu nelayan, namun hingga saat ini, baru sekitar 10 persen nelayan yang ikut asuransi dengan premi tersebut," ujarnya.
Kendati demikian, Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng terus berupaya meningkatkan tingkat kepesertaan melalui kerja sama dengan berbagai pihak, serta menyeleksi nelayan yang benar-benar berminat ikut asuransi.