IDAI: Anak seharusnya tak terjangkit difteri saat pandemi COVID-19
Selasa, 14 Juli 2020 14:01 WIB
Siswa MIN 5 Kota Banda Aceh menjalani imunisasi vaksin difteri, di Banda Aceh, Selasa (29/10/2019). ANTARA/Khalis
Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan pada situasi pandemi COVID-19 saat ini seharusnya anak-anak tidak terjangkit difteri apabila protokol dan perlindungan kesehatan diterapkan dengan baik dan benar.
"Pada saat COVID-19 kita menemukan pasien difteri lagi," kata Ahli Infeksi dan Penyakit Tropis Pada Anak dr Anggraini Alam saat diskusi virtual tentang waspada difteri pada anak dengan nyeri menelan yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan pada masa pandemi COVID-19 seharusnya anak-anak lebih terlindungi karena lebih banyak berada di dalam rumah, menggunakan masker serta rajin mencuci tangan dengan sabun.
Namun, beberapa waktu lalu, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta kembali menemukan tiga pasien difteri. Kasus difteri yang cukup mengejutkan di Indonesia pernah terjadi pada Desember 2017 dengan jumlah pasien sekitar 600 anak dan dewasa. Sebanyak 38 orang di antaranya meninggal dunia.
Baca juga: Dinkes Semarang catat tujuh kasus difteri
Padahal, kata dia, outbreak response immunization (ORI) sudah berjalan sejak 2017 kemudian penggunaan masker di tengah masyarakat juga sudah cukup baik terutama saat pandemi COVID-19, namun faktanya difteri masih ditemukan di ibu kota.
Oleh karena itu, dr Anggraini mengingatkan setiap orang tua agar memerhatikan kondisi anaknya terutama apabila ada mengeluhkan atau merasakan gejala nyeri menelan di tenggorokan sebab bisa jadi terjangkit difteri.
Secara umum, ia menjelaskan difteri merupakan salah satu penyakit lama yang hingga kini masih ditemukan. Penyakit infeksi tersebut disebabkan oleh bakteri yang masuk ke tubuh seseorang terutama saluran napas bagian atas.
Seseorang yang terinfeksi difteri maka dua hingga lima hari ke depan akan muncul gejala di antaranya sakit badan, demam dengan suhu di bawah 39 derajat celsius, merasakan sakit apabila menelan dan suara serak.
Hal itu terjadi akibat saluran napas bagian atas membuat selaput yang menutup napas sehingga bisa menimbulkan kematian.
"Jadi difteri ini adalah infeksi yang bisa menimbulkan kematian karena tertutup saluran napas akibat selaput tadi," kata dia.
Baca juga: Wali Kota Semarang pastikan zona merah difteri hoaks
"Pada saat COVID-19 kita menemukan pasien difteri lagi," kata Ahli Infeksi dan Penyakit Tropis Pada Anak dr Anggraini Alam saat diskusi virtual tentang waspada difteri pada anak dengan nyeri menelan yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan pada masa pandemi COVID-19 seharusnya anak-anak lebih terlindungi karena lebih banyak berada di dalam rumah, menggunakan masker serta rajin mencuci tangan dengan sabun.
Namun, beberapa waktu lalu, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta kembali menemukan tiga pasien difteri. Kasus difteri yang cukup mengejutkan di Indonesia pernah terjadi pada Desember 2017 dengan jumlah pasien sekitar 600 anak dan dewasa. Sebanyak 38 orang di antaranya meninggal dunia.
Baca juga: Dinkes Semarang catat tujuh kasus difteri
Padahal, kata dia, outbreak response immunization (ORI) sudah berjalan sejak 2017 kemudian penggunaan masker di tengah masyarakat juga sudah cukup baik terutama saat pandemi COVID-19, namun faktanya difteri masih ditemukan di ibu kota.
Oleh karena itu, dr Anggraini mengingatkan setiap orang tua agar memerhatikan kondisi anaknya terutama apabila ada mengeluhkan atau merasakan gejala nyeri menelan di tenggorokan sebab bisa jadi terjangkit difteri.
Secara umum, ia menjelaskan difteri merupakan salah satu penyakit lama yang hingga kini masih ditemukan. Penyakit infeksi tersebut disebabkan oleh bakteri yang masuk ke tubuh seseorang terutama saluran napas bagian atas.
Seseorang yang terinfeksi difteri maka dua hingga lima hari ke depan akan muncul gejala di antaranya sakit badan, demam dengan suhu di bawah 39 derajat celsius, merasakan sakit apabila menelan dan suara serak.
Hal itu terjadi akibat saluran napas bagian atas membuat selaput yang menutup napas sehingga bisa menimbulkan kematian.
"Jadi difteri ini adalah infeksi yang bisa menimbulkan kematian karena tertutup saluran napas akibat selaput tadi," kata dia.
Baca juga: Wali Kota Semarang pastikan zona merah difteri hoaks
Pewarta : Muhammad Zulfikar
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Setelah absen tiga tahun, festival teater pelajar Kudus kembali digelar
12 November 2023 20:15 WIB, 2023