Warga Sukoharjo dan Pekalongan datangi KLHK, protes pencemaran
Kamis, 6 Januari 2022 14:49 WIB
Warga dari Kabupaten Sukoharjo di Jateng mendatangi Ditjen Gakkum KLHK untuk mengadukan perusahaan yang diduga cemarkan lingkungan di Kantor KLHK, Jakarta, Kamis (6/1/2022). ANTARA/Prisca Triferna
Jakarta (ANTARA) - Warga dari Kabupaten Pekalongan dan Sukoharjo di Jawa Tengah mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengadukan dua perusahaan karena diduga melakukan pencemaran lingkungan.
Mendatangi Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) di Jakarta pada Kamis, empat warga dari Kabupaten Sukoharjo dan enam warga dari Kabupaten Pekalongan mengadukan kasus pencemaran lingkungan yang dialami masyarakat di daerah masing-masing.
"Masyarakat sudah merasakan 5 tahun, hampir 6 tahun, sangat tersiksa akibat pencemaran bau maupun pencemaran airnya," kata Abdulloh, warga Desa Pengkol di Kabupaten Sukoharjo, ketika ditemui usai melakukan pelaporan di KLHK.
Abdulloh bersama tiga warga lain melaporkan sebuah perusahaan yang memproduksi serat rayon di Sukoharjo kepada Ditjen Gakkum KLHK karena dianggap telah melakukan pencemaran lingkungan berupa pencemaran udara dan air selama bertahun-tahun.
Pencemaran udara yang dirasakan warga berupa bau busuk menyengat yang mengakibatkan mual, pusing, tegang leher, hingga sesak napas. Sementara pencemaran air Sungai Bengawan Solo membuatnya berwarna pekat dan berbau busuk
Sebelumnya, pada 2018 telah diberikan sanksi administratif berupa penghentian sementara selama 18 bulan agar perusahaan itu melakukan perbaikan oleh Bupati Sukoharjo. KLHK juga telah mengeluarkan sanksi administratif pada tahun yang sama.
Namun, warga mengatakan pencemaran masih dirasakan dampaknya sampai saat ini.
Sementara M. Syaiful Arif dari Desa Watusalam di Kabupaten Pekalongan mendatangi Gakkum KLHK untuk melaporkan dugaan pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan sebuah perusahaan tekstil. Mereka menyebut kegiatan yang dilakukan perusahaan sejak 2006 mengakibatkan pencemaran berupa asap dan debu batubara serta pencemaran air.
Asap dan debu batubara keluar dari cerobong perusahaan dan ditambah dengan suara bising mesin, disebutnya berdampak pada kesehatan dan mengotori rumah masyarakat sekitar.
Syaiful mengatakan bahwa upaya mediasi sempat dilakukan antara warga dengan perusahaan pada 2021. Selain itu dilakukan juga inspeksi dadakan oleh pihak pemerintah daerah beberapa waktu lalu dengan hasil yang belum diketahui oleh warga.
Warga dari kedua kabupaten itu mengakui menemui KLHK untuk mendorong tindakan lebih tegas terkait pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan kedua perusahaan tersebut. Mereka menyebut sanksi administratif belum membuahkan perubahan yang berarti untuk menangani pencemaran.
"Yang kami inginkan hanya hak hidup sehat kami terpenuhi," ujar Syaiful.
Dalam kesempatan itu, Pengkampanye Transisi Urban Berkeadilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional Abdul Ghofar mengatakan pelaporan kepada Ditjen Gakkum KLHK dilakukan karena warga masih merasakan dampak dari pencemaran meski perusahaan telah mendapatkan sanksi untuk memperbaiki kondisi tersebut.
Warga yang didampingi oleh WALHI Nasional, WALHI Jawa Tengah dan LBH Semarang mendatangi KLHK berharap agar sanksi dapat berlanjut ke tahapan berikutnya setelah adanya sanksi administratif.
"Kami berharap KLHK yang memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi bisa melakukan penyelidikan kembali dari pelaporan warga paska diberikannya sanksi administratif," ujar Ghofar.
Mendatangi Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) di Jakarta pada Kamis, empat warga dari Kabupaten Sukoharjo dan enam warga dari Kabupaten Pekalongan mengadukan kasus pencemaran lingkungan yang dialami masyarakat di daerah masing-masing.
"Masyarakat sudah merasakan 5 tahun, hampir 6 tahun, sangat tersiksa akibat pencemaran bau maupun pencemaran airnya," kata Abdulloh, warga Desa Pengkol di Kabupaten Sukoharjo, ketika ditemui usai melakukan pelaporan di KLHK.
Abdulloh bersama tiga warga lain melaporkan sebuah perusahaan yang memproduksi serat rayon di Sukoharjo kepada Ditjen Gakkum KLHK karena dianggap telah melakukan pencemaran lingkungan berupa pencemaran udara dan air selama bertahun-tahun.
Pencemaran udara yang dirasakan warga berupa bau busuk menyengat yang mengakibatkan mual, pusing, tegang leher, hingga sesak napas. Sementara pencemaran air Sungai Bengawan Solo membuatnya berwarna pekat dan berbau busuk
Sebelumnya, pada 2018 telah diberikan sanksi administratif berupa penghentian sementara selama 18 bulan agar perusahaan itu melakukan perbaikan oleh Bupati Sukoharjo. KLHK juga telah mengeluarkan sanksi administratif pada tahun yang sama.
Namun, warga mengatakan pencemaran masih dirasakan dampaknya sampai saat ini.
Sementara M. Syaiful Arif dari Desa Watusalam di Kabupaten Pekalongan mendatangi Gakkum KLHK untuk melaporkan dugaan pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan sebuah perusahaan tekstil. Mereka menyebut kegiatan yang dilakukan perusahaan sejak 2006 mengakibatkan pencemaran berupa asap dan debu batubara serta pencemaran air.
Asap dan debu batubara keluar dari cerobong perusahaan dan ditambah dengan suara bising mesin, disebutnya berdampak pada kesehatan dan mengotori rumah masyarakat sekitar.
Syaiful mengatakan bahwa upaya mediasi sempat dilakukan antara warga dengan perusahaan pada 2021. Selain itu dilakukan juga inspeksi dadakan oleh pihak pemerintah daerah beberapa waktu lalu dengan hasil yang belum diketahui oleh warga.
Warga dari kedua kabupaten itu mengakui menemui KLHK untuk mendorong tindakan lebih tegas terkait pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan kedua perusahaan tersebut. Mereka menyebut sanksi administratif belum membuahkan perubahan yang berarti untuk menangani pencemaran.
"Yang kami inginkan hanya hak hidup sehat kami terpenuhi," ujar Syaiful.
Dalam kesempatan itu, Pengkampanye Transisi Urban Berkeadilan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional Abdul Ghofar mengatakan pelaporan kepada Ditjen Gakkum KLHK dilakukan karena warga masih merasakan dampak dari pencemaran meski perusahaan telah mendapatkan sanksi untuk memperbaiki kondisi tersebut.
Warga yang didampingi oleh WALHI Nasional, WALHI Jawa Tengah dan LBH Semarang mendatangi KLHK berharap agar sanksi dapat berlanjut ke tahapan berikutnya setelah adanya sanksi administratif.
"Kami berharap KLHK yang memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi bisa melakukan penyelidikan kembali dari pelaporan warga paska diberikannya sanksi administratif," ujar Ghofar.
Pewarta : Prisca Triferna Violleta
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Tim dosen Unsoed dampingi petani stroberi bikin pupuk-pestisida ramah lingkungan
12 October 2024 15:38 WIB
USM seminarkan "Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan"
09 October 2024 9:19 WIB