Rembang (ANTARA) -
Yayasan Lasem Heritage meminta Kementerian PUPR dalam merevitalisasi Kota Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, agar sesuai dengan detail engineering design (DED) atau bestek gambar kerja detail dan upaya pelestarian cagar budaya Lasem.
"Selain tidak sesuai DED, pengerjaan proyek revitalisasi Kota Lasem tersebut juga tidak sesuai dasar-dasar hukum tentang cagar budaya," kata Peneliti Urban Heritage Conservation di Yayasan Lasem Heritage Hakam Kurniawan di Rembang, Rabu.
Ia menyebutkan bahwa permasalahan penataan lingkungan melalui revitalisasi bukan hanya sekedar persoalan estetika dan beautifikasi saja. Sedangkan penataan Kota Pusaka Lasem sendiri dimulai sejak 2021, ditandai dengan peletakan batu pertama di kawasan Alun-alun Lasem pada bulan September 2021.
"Harus dipikirkan terkait pembentukan kawasan yang responsif serta berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek standar teknis, sosial, komunitas, ekologis, serta peninggalan yang ada di dalamnya agar dapat menjaga makna serta identitas khas yang ada di dalam Kawasan Kota Pusaka Lasem," ujarnya.
Lebih lanjut, Hakam menyampaikan, beberapa identifikasi permasalahan yang muncul baik dari pendapat warga maupun penelitiannya, di antaranya warga mengeluhkan tidak ada sosialisasi terkait proyek, pedestrian yang kelak tidak ada parking on street, tidak terdapat tempat bongkar muat barang di sepanjang jalan kolektor primer Lasem atau Jalan Jatirogo, potensi pedestrian dipenuhi pedagang kaki lima, saluran air dengan uditch yang menghalangi saluran aktif dari hunian atau toko milik warga, standar pembangunan yang tidak sesuai aturan, prosedur pekerjaan yang tidak sistematis.
"Dalam proses penetapan kawasan cagar budaya nasional, sepatutnya pembangunan yang dilakukan juga dapat menjadi usaha pelestarian bukan menghilangkan signifikansi kawasan ini," ujarnya.
Kegiatan yang merusak beberapa penggal saluran kuno di wilayah desa Karangturi yang telah terdata sebagai ODCB (Obyek Diduga Cagar Budaya) oleh Kemendikbudristek ini berdampak pada hilangnya atribut atau nilai penting wilayah, serta berdampak pada hilangnya memori kolektif warga.
Guru Besar Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Bandung Prof Widjaja Martokusumo menyebutkan sesuai dengan UU 11/2010 setiap kawasan dan daerah yang diduga sebagai kawasan cagar budaya perlu diperlakukan sebagai Cagar Budaya. Pasal 31 ayat 5 UU Cagar Budaya dijelaskan bahwa selama proses pengkajian, benda, bangunan, struktur, atau lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan diperlakukan sebagai Cagar Budaya.
"Pekerjaan pelestarian perlu dilakukan dengan kehati-hatian dan kecermatan tinggi. Mengingat dinamika yang ada sekarang perlu penanganan dari berbagai bidang keilmuan," katanya.
Selain bidang arsitektur, perencana kota, arsitek lanskap, menurut Widjaya, diperlukan juga keterlibatan bidang ilmu terkait misalnya ahli pelestarian, ahli sosial budaya, ahli arkeologi, ahli transportasi dan lainnya.
"Salah satu prinsip dari pelestarian adalah prudent dan intervensi dilakukan seminimal mungkin. Penyesuaian dan modifikasi dimungkinkan selama kegiatan tersebut di dalam konteks peningkatan kualitas tempat atau lingkungan," ujarnya.
Menurut dia pelestarian tidak sekedar menyelesaikan soal perlindungan artifak sejarah, namun juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan.
Oleh karena itu diperlukan kerja sama yang baik di dalam pelaksanaan kegiatan pelestarian. Salah satu kunci keberhasilannya dengan mengajak serta masyarakat di dalam program-program pelestarian melalui sosialisasi dan pelibatan masyarakat untuk menjaga lingkungan tempat tinggalnya.
Hengky salah seorang anggota Paguyuban Toko Eyang Sambu yang baru dibentuk Januari 2022 menyampaikan bahwa pembangunan yang berlangsung di depan tokonya menimbulkan banyak pertanyaan. Pasalnya kegiatan tersebut dimulai tanpa ada sosialisasi kepada warga terdampak.
“Kami ingin tahu seperti apa jadinya, bagaimana nanti parkirnya, gimana ini teman-teman toko lain bisa bongkar muat barang di muka toko? Belum lagi bongkar sana bongkar sini berulang kali. Selesai diuruk, bongkar lagi, uruk lagi, bongkar lagi," ujarnya.
Perwakilan warga mengaku tidak mendapat sosialisasi terkait Paket pekerjaan Penataan Kota Pusaka Lasem ini. Karena sebelumnya hanya mendapat surat edaran dengan himbauan mohon untuk bisa menjadikan maklum tertanggal 4 November 2021, sedangkan kegiatan pekerjaan telah dimulai sejak September 2021.