"Kami ingin memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penyalahgunaan obat atau bahan berbahaya di dalam obat tradisional, suplemen kesehatan, maupun kosmetik," kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM RI Reri Indriani di Semarang, Senin.
Apalagi saat pandemi COVID-19, lanjut dia, ada pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang mempromosikan obat dan suplemen secara overclaim dengan memanfaatkan momentum kenaikan kebutuhan masyarakat terhadap obat serta suplemen.
Ia mengungkapkan, berdasarkan penelitian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional terhadap 1.524 responden, disimpulkan sebanyak 79 persen masyarakat mengonsumsi jamu untuk meningkatkan daya tahan tubuh selama wabah COVID-19.
Menurut dia, meningkatnya permintaan masyarakat terhadap produk jamu dan suplemen kesehatan di masa pandemi, memunculkan klaim yang menyesatkan dan berlebihan.
"Seperti jamu atau herbal yang dapat menyembuhkan COVID membunuh COVID, dan ini masih dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab," ujarnya pada acara BPOM Goes to Community Provinsi Jawa Tengah.
Oleh karena itu, peran serta pemerintah dan masyarakat dalam sisi pengawasan obat dan makanan, sangat penting dalam meningkatkan indeks kesadaran masyarakat terhadap produk yang aman terhadap kesehatan.
"Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan akan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengidentifikasi masalah, pemilihan dan pengambilan keputusan yang bersifat sistemik, sehingga terbangun komunitas yang sadar akan obat dan makanan yang aman," katanya.
Dalam melakukan penyuluhan mengantisipasi bahan berbahaya pada obat-obatan, kosmetik, dan suplemen, BPOM menggandeng organisasi masyarakat dan organisasi profesi sebagai penyuluh melalui Program Community Based Activity (CBA).
Organisasi masyarakat dan organisasi profesi yang dilibatkan antara lain, Karang Taruna, Pramuka, Fatayat NU, Muslimat NU, PKK, Dharma Wanita Persatuan, Persit Kartika Chandra Kirana, IDI.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sumarno menyambut baik terobosan yang dilakukan BPOM.
"Kami menyambut baik pembentukan penyuluh ini karena kita tahu kondisi di masyarakat, terlalu gampang mengonsumsi obat kimia, yang memang mungkin masyarakat tidak begitu memahami dampak-dampak atau efek samping obat kimia. Ini butuh edukasi, butuh penyadaran sehingga pembentukan penyuluh ini hemat kami sangat strategis," ujarnya.
Kehati-hatian dalam memilih obat, suplemen dan kosmetik ini, kata Sekda, secara tidak langsung juga akan berpengaruh pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebab masyarakat tidak akan memilih obat, suplemen, dan kosmetik berbahaya, yang bisa berdampak buruk bagi kesehatannya.