Semarang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengajak kalangan perempuan yang menjadi korban berbagai bentuk kekerasan agar berani melapor kepada pihak berwenang, sehingga bisa ditindaklanjuti serta memberikan efek jera.
“Kami mengajak agar para perempuan berani speak up, apalagi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah menandatangani Perda 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Keluarga Berencana (DP3AKB) Jateng Retno Sudewi di Semarang, Minggu.
Menurut dia, Pemprov Jateng memberi perhatian khusus terhadap kasus kekerasan pada perempuan dengan membuka kanal pengaduan agar masyarakat bisa berkonsultasi secara gratis dan terjamin kerahasiaannya.
“Bisa lapor ke https://diyanti.jatengprov.go.id/, atau melalui Satuan Pelayanan Terpadu (SPT) yang sebentar lagi menjadi UPTD di nomor 085799664444,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), kasus kekerasan pada perempuan pada tahun 2020 tercatat 809 kasus, pada 2021 bertambah menjadi 945 kasus, serta hingga September 2022 tercatat sudah 508 kasus kekerasan yang terlaporkan.
Ia menyebut kekerasan yang banyak dialami oleh perempuan berupa kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
Menurut dia, ada beberapa faktor yang membuat perempuan menjadi korban kekerasan.
“Secara umum ada faktor budaya patriarki, di mana laki-laki dianggap posisinya lebih tinggi karena relasi kuasa, dan kemiskinan. Adapula kekerasan yang berlaku di dunia maya melalui media sosial,” katanya.
Retno menambahkan, pihaknya juga fokus dalam pencegahan serta pemberdayaan perempuan melalui Program Ngobrol dengan Topik Perempuan dan Anak (Ngopi Penak) hingga peningkatan produktivitas ekonomi perempuan agar perempuan semakin berdaya.