Semarang (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI agar mewajibkan calon anggota legislatif terpilih untuk melaporkan hartanya kepada KPK dan menjadikan tanda terima LHKPN sebagai salah satu syarat pelantikan.

Hal ini sebagaimana telah diatur sebelumnya pada Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Aturan yang mewajibkan calon anggota legislatif terpilih juga termaktub dalam PKPU Nomor 21 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Kedua PKPU itu telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Demikian inti surat KPK kepada KPU RI dengan Nomor B/2610/LHK.00.00/01-12/05/2023 perihal Pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Calon Terpilih.

Dalam PKPU No. 20/2018 Pasal 37 ayat (1) menyatakan dalam hal bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditetapkan sebagai calon terpilih, yang bersangkutan wajib melaporkan harta kekayaan kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan harta kekayaan penyelenggara negara.

Ayat (2) menyebutkan tanda terima pelaporan harta kekayaan wajib disampaikan kepada KPU, KPU provinsi/Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, dan KPU/KIP kabupaten/kota paling lambat 7 hari setelah diterbitkannya keputusan KPU, KPU provinsi/KIP Aceh, dan KPU/KIP kabupaten/kota tentang penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Calon terpilih tidak menyampaikan tanda terima pelaporan harta kekayaan, KPU, KPU provinsi/KIP Aceh, dan KPU/KIP kabupaten/kota tidak mencantumkan nama yang bersangkutan dalam pengajuan nama calon terpilih yang akan dilantik kepada Presiden, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang dalam negeri, dan gubernur (vide ayat 3 PKPU No. 20/2018).

Karena pemenuhan dokumen surat keterangan telah lapor LHKPN itu adalah untuk penetapan calon terpilih, kata Ketua Komisi KPU RI Hasyim Asy'ari, pasal itu akan diatur dalam PKPU mengenai penetapan hasil pemilu, yaitu perolehan suara perolehan kursi, dan calon terpilih.

Namun, PKPU lawas itu telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak PKPU Nomor 10 Tahun 2023 diundangkan pada tanggal 18 April 2023 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 348). Dalam PKPU teranyar ini, tidak memuat ketentuan yang mewajibkan calon terpilih melaporkan harta kekayaan kepada KPK RI.

Dengan demikian, sebelum KPU membentuk PKPU tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum, perlu mencermati kembali muatan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

KPU wajib berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah melalui rapat dengar pendapat (RDP) yang diikuti oleh Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Rapat dengar pendapat ini bertujuan memastikan bahwa PKPU sesuai dengan makna yang terkandung dalam UU Pemilu.

Sementara itu, surat tertanggal 16 Mei 2023 yang diteken oleh Ketua KPK RI Firli Bahuri dan ditujukan kepada Ketua KPU RI itu intinya setelah daftar calon tetap (DCT) diterbitkan oleh KPU, calon terpilih bisa daftar dan isi LHKPN secara daring (online) melalui elhkpn.kpk.go.id.

Ketika membuka elhkpn.kpk.go.id, muncul pengumuman terbaru yang meminta wajib LHKPN untuk dapat memperhatikan beberapa poin berikut ini:

1. Melaporkan LHKPN periodik dengan tahun pelaporan 2022 secara daring (online) mulai 1 Januari 2023 hingga 31 Maret 2023.

2. Bagi wajib LHKPN yang belum menyampaikan dokumen asli Lampiran 4. Surat Kuasa atas nama yang bersangkutan (PN), pasangan dan anak tanggungan yang berusia lebih dari 17 tahun (bertandatangan di atas meterai Rp10 ribu) agar mengirimkan dan melengkapi kekurangan dokumen pada tahun pelaporan saat ini.

Surat kuasa harap segera dikirim maksimal 30 hari kalender setelah submit LHKPN. Format Lampiran 4. Surat Kuasa dapat di-download melalui aplikasi e-Filing elhkpn.kpk.go.id pada tabel riwayat LHKPN, kolom aksi, dan tombol cetak surat kuasa.

3. Bagi wajib LHKPN yang telah melakukan pengisian LHKPN dan telah mendapatkan notifikasi terverifikasi, dapat melakukan download tanda terima LHKPN melalui email dan aplikasi e-Filing elhkpn.kpk.go.id pada tabel riwayat LHKPN, kolom aksi, dan tombol download tanda terima.

4. Bagi wajib LHKPN yang belum memiliki akun e-Filing LHKPN, mohon dapat mengisi Formulir Permohonan Aktivasi e-Filing (dapat di-download pada menu unduh), kemudian menyerahkan formulir tersebut beserta fotokopi KTP kepada admin LHKPN di instansi atau dapat dikirimkan melalui bagian persuratan KPK.

5. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Direktorat PP LHKPN KPK melalui email elhkpn@kpk.go.id atau call center KPK 198.

Kendati maksud KPK ini dalam rangka mempertahankan praktik baik dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi, apakah PKPU pencalonan anggota legislatif yang memuat norma itu tidak berpotensi bertentangan dengan aturan di atasnya.

Jika mencermati UU Nomor 7 Tahun 2017, tidak ada ketentuan yang mewajibkan calon anggota legislatif terpilih melaporkan harta kekayaan kepada KPK.

Dengan demikian, persyaratan ini tidak bisa membatalkan penetapan calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota (calon anggota legislatif) sebagai calon terpilih apabila mereka tidak mengisi LHKPN secara daring.

Berdasarkan UU Pemilu, hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkrah) terhadap pelanggaran Pasal 280 dan Pasal 284 UU No. 7/2017 yang bisa membatalkan penetapan calon terpilih. (Vide Pasal 285 UU Pemilu)

Ditegaskan dalam UU Pemilu bahwa persyaratan surat tanda terima atau bukti penyampaian laporan harta kekayaan pribadi kepada KPK hanya berlaku pada pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden (vide UU No. 7 Tahun 2017 Pasal 227 huruf d).

KPU seyogianya membaca dengan saksama UU Pemilu untuk menghindari pro dan kontra di tengah masyarakat. Pasalnya, tidak menutupi kemungkinan ada sejumlah pihak yang mengajukan permohonan uji materi PKPU terhadap UU Pemilu ke Mahkamah Agung.

 
Baca juga: Akademikus: Pemilu 2024 harus berkepastian dan terukur