Purwokerto (ANTARA) - Sastrawan dan budayawan asal Banyumas, Ahmad Tohari menilai bahasa merupakan puncak budaya suatu masyarakat sehingga sangat diperlukan penguatan terhadap bahasa lokal atau daerah.

"Jadi, orang Banyumas puncak kebudayaannya adalah bahasa Banyumas, sehingga perlu sekali penguatan bahasa lokal ini supaya bisa terus dikembangkan dan bertahan sampai kapan pun," tegasnya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu malam.

Ia mengatakan hal itu kepada wartawan usai menyampaikan orasi budaya pada puncak acara Dies Natalis Ke-21 Institut Teknologi Telkom (ITT) Purwokerto di halaman Kampus ITT Purwokerto.

Menurut dia, masyarakat juga jangan sampai lupa bahwa bahasa daerah atau lokal merupakan sumber dari bahasa nasional. "Bahasa Indonesia mengambil kosakata-kosakata dari berbagai bahasa daerah," ujar dia .

Lebih lanjut, pengarang novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk itu mengatakan kunci utama agar keberadaan bahasa daerah tetap lestari ada di rumah tangga atau keluarga dan sekolah.

"Saya selalu menganjurkan kepada ibu-ibu atau keluarga-keluarga muda supaya mau atau rela menggunakan bahasa Banyumas di dalam rumah. Itu akan menjaga anak-anak tetap bisa berbahasa ibu (bahasa daerah, red.) mereka," tegasnya.

Terkait dengan upaya mengajarkan anak belajar bahasa Indonesia, dia mengatakan hal itu secara otomatis akan diajarkan di sekolah.

"Bahkan sebetulnya dalam kebahasaan, ada istilah yang namanya trigatra bahasa," jelasnya.

Dalam hal ini, kata dia, gatra pertama menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia wajib bisa berbahasa Indonesia dengan baik dalam bentuk tulisan maupun lisan.

Sementara gatra yang kedua, lanjut dia, warga negara Indonesia diharuskan mampu menguasai bahasa ibu mereka dengan baik dalam bentuk tulisan maupun lisan termasuk juga menguasai huruf Jawa.

"Oleh karena itulah majalah yang saya pimpin, memuat pelajaran bahasa Jawa dan huruf Jawa," tegas Pemimpin Redaksi Majalah "Ancas" (majalah berbahasa Banyumasan, red.) itu.

Selanjutnya untuk gatra ketiga atau terakhir, kata dia, warga negara Indonesia terutama generasi muda diharapkan mengusai satu bahasa asing khususnya bahasa global, yakni bahasa Inggris.

Ia pun mempersilakan seluruh warga negara Indonesia untuk mengamalkan trigatra bahasa supaya menjadi bangsa yang tidak ketinggalan dalam pergaulan internasional.

Disinggung mengenai kemungkinan akan menulis cerpen ataupun novel lagi, pria yang akrab disapa Kang Tohari itu mengakui sebagai orang yang hadir di dunia literasi, citra-citanya untuk menulis sastra tidak pernah padam.

"Cuma masalahnya sekarang adalah tenaga yang berkurang. Lagi pula, saya khawatir sendiri, jangan-jangan yang saya tulis sekarang adalah cerita masa lalu di mana anak-anak muda sekarang tidak begitu suka, jadi okelah karya sastra saya yang sudah lahir saja," kata pria kelahiran 13 Juni 1948 itu.

Ia mengaku jika pada Minggu (28/5) sore mendapatkan kiriman dari Gramedia berupa cetakan ke-20 novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk.

Menurut dia, hal itu sangat fenomenal karena sebuah karya sastra bisa mencapai cetakan ke-20.

Sementara itu, Rektor ITT Purwokerto Dr Arfianto Fahmi mengharapkan orasi budaya yang disampaikan Ahmad Tohari bisa mengajak seluruh masyarakat khususnya civitas academica ITT Purwokerto untuk tidak melupakan budaya-budaya lokal.

"Harapannya, mahasiswa tidak melupakan budaya lokal, khususnya Banyumas. Bahkan kalau bisa kita dorong menjadi budaya yang lebih dikenal secara luas," tegasnya.