Purwokerto (ANTARA) - Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Dr Ali Rokhman mengatakan wacana pembentukan angkatan siber memerlukan kajian menyeluruh.

"Itu kan yang melontarkan Gubernur Lemhannas ya. Itu wacana, dia 'kan latar belakangnya membandingkan dengan Singapura yang sudah memilikinya," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.

Menurut dia, Indonesia sebenarnya bisa membentuk angkatan siber namun harus dikaji secara menyeluruh karena dalam konsep pertahanan ada ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG).

Dari sisi keamanan dan kedaulatan negara Indonesia, kata dia, apakah sudah memenuhi syarat sehingga harus membuat angkatan siber tersebut.

"Itu yang pertama. Yang kedua, kita perlu menguatkan setiap angkatan (tiga matra dalam TNI, red.) sebenarnya, apakah cukup dengan pasukan sibernya, pasukan siber setiap angkatan bagaimana karena sekarang ini sudah keniscayaan," kata pengampu mata kuliah Governansi Digital itu.

Dengan demikian, kata dia, masing-masing matra dalam TNI baik darat, laut, dan udara tentu saja harus punya pasukan siber untuk penguatan.

Menurut dia, hal itu karena semua peralatan nantinya akan mengarah ke digital.

"Embrionya mungkin pasukan siber dulu. Kalau sudah memang dibutuhkan secara lebih luas, membuat satu angkatan tersendiri," tegas dia yang pernah menjabat Rektor Institut Teknologi Telkom Purwokerto.

Oleh karena itu, kata dia, wacana pembentukan angkatan siber harus dikaji secara menyeluruh termasuk melalui kajian-kajian akademik berdasarkan data yang ada.

Kendati demikian, dia mengakui wacana pembentukan angkatan siber itu memiliki sisi baik karena untuk kedaulatan negara agar aman dari sisi siber.

"Kalau menjadi suatu angkatan, kedaulatan itu menjadi lebih terjamin," ungkapnya.

Ali mengatakan hingga saat ini bangsa Indonesia masih memiliki masalah berupa literasi digital masyarakat yang masih kurang, sehingga gampang sekali menaruh data di mana-mana.

Terkait dengan hal itu, dia mengharapkan level pemerintah tidak ikut-ikutan melakukan hal-hal ceroboh seperti yang dilakukan oleh masyarakat.

"Dari sisi kebijakan pemerintah, harus ada yang menguatkan itu agar jangan sampai terjadi kebocoran data, baik dari dalam negeri maupun luar negeri," tegasnya.

Dalam hal ini, kata dia, saat sekarang penyimpanan data menggunakan sistem penyimpanan awan (cloud) yang berarti data sudah bersifat digital dengan posisi peladen (server) tidak menutup kemungkinan berada di luar negeri.

Dengan demikian, lanjut dia, keamanan siber harus benar-benar dijaga agar tidak terjadi kebocoran data.

"Itu merupakan kedaulatan data kita, makanya kita harus menjaga, kedaulatan secara wilayah juga ada, kedaulatan data kita juga harus dijaga. Data pemerintahan kita 'kan banyak sekali, kalau sampai dipegang oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, apalagi luar negeri, kita telanjang nanti, kalau ada apa-apa, kita gampang sekali diserang," tegasnya. 

Baca juga: Jelang pemilu, Polda Jateng tingkatkan patroli siber