Pekalongan (ANTARA) - Pemerintah Kota Pekalongan, Jawa Tengah, berkomitmen mencegah pernikahan dini sebagai upaya mengantisipasi risiko kematian ibu dan anak, serta menekan kasus stunting.

Wali Kota Pekalongan Afzan Arslan Djunaid di Pekalongan, Selasa, mengatakan pernikahan dini memiliki dampak, baik menyangkut kesehatan, keselamatan ibu dan anak, serta masa depan anak.

"Oleh karena itu, saya mengajak warga, terutama orang tua, dalam mencegah pernikahan dini. Kami juga melakukan edukasi bersama pusat pembelajaran keluarga, Pengadilan Agama dan Kemenag untuk memberikan arahan serta fatwa sebagai bagian dari edukasi pencegahan pernikahan dini dan perceraian," katanya.

Menurut dia, pernikahan usia dini menyebabkan kurangnya kesiapan fisik anak perempuan untuk mengandung dan melahirkan, meningkatkan risiko angka kematian ibu dan anak, ketidaksiapan mental membina rumah tangga sehingga meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, gangguan mental, pemberian pola asuh yang tidak tepat, dan berpotensi meningkatkan risiko anak stunting.

"Kami berharap dengan dideklarasikan sebagai sekolah ramah anak, warga sekolah bisa terus memegang komitmen mencegah pernikahan dini," kata Afzan Arslan pada kegiatan Deklarasi Sekolah Ramah Anak di MTs Hidayatul Athfal Kota Pekalongan.

Pada kesempatan itu, ia mengingatkan para pelajar agar menghindari tawuran, kekerasan, perundungan, dan penyalahgunaan narkoba.

"Semoga siswa sekolah ini bisa menjadi sekolah pelopor di mana para pelajar betul-betul santun, berprestasi, patuh terhadap orang tua dan guru, memerangi narkoba, dan tidak terlibat tawuran," katanya.

Kepala Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Perlindungan Anak Kota Pekalongan Sabaryo Pramono menyebutkan sejak 2021 hingga 2023, jumlah perkawinan usia dini cenderung mengalami peningkatan.

"Kami berupaya membangun kolaborasi pencegahan perkawinan anak dengan membangun komitmen bersama stakeholder (pemangku kepentingan) terkait. Hal ini akan dipayungi dengan peraturan wali kota agar pencegahan terus bisa dilakukan dan pada 2025 bisa bebas dari perkawinan anak," katanya.

Ia menilai terjadinya kasus pernikahan dini berawal dari sosial media, berkenalan, ketemuan, pacaran, dan menyebabkan hal-hal yang tak diinginkan.

"Kami upayakan untuk memenuhi kebutuhan sekolah ramah anak, di mana anak yang hamil duluan dan berstatus pelajar jangan dikeluarkan, namun diberikan cuti sampai masa bayi lahir," katanya.

Baca juga: Pemkot Pekalongan ajak masyarakat cegah pernikahan usia dini