Semarang (ANTARA) - "TPS (tempat pembuangan sementara) selalu penuh bahkan sering tidak muat atau overload,” kata Agus Sunarno selaku Ketua RW 1 Kelurahan Wonotingal, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Jawa Tengah menceritakan kondisi awal masalah lingkungan di salah satu wilayahnya.

Permasalahannya tentu tidak sekadar bersinggungan dengan kapasitas atau seberapa banyaknya jumlah kontainer yang disediakan di masing-masing TPS, tetapi bagaimana mengurainya di tingkat hulu agar bisa menekan dampak yang ditimbulkan.

Kondisi tersebut menjadi salah satu cermin begitu banyak sampah yang diproduksi, apalagi jika di rata-rata jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Kota Semarang bisa mencapai 1.200 sampai 1.300 ton per hari.

Bau dan ketidaknyamanan tentu jadi persoalan lanjutan bila itu dibiarkan tanpa penanganan dan upaya untuk menguranginya. Beragam upaya dilakukan dan salah satunya dengan cara memilah sampah yang dimulai dari unsur terkecil yakni rumah, agar alur sampah tidak harus selalu berujung ke TPA.

Dimulai dari unit terkecil dalam komunitas yaitu rumah tangga, membuat manajemen sampah lebih efisien, karena hasil dari sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa pemilahan sampah di sumbernya atau household-level bisa meningkatkan tingkat daur ulang hingga 30 persen.

Sebelum melakukan pemilihan, memberikan pendidikan dan pelatihan untuk warga tidak hanya membantu mereka memahami pentingnya daur ulang, tetapi juga memberi mereka keterampilan untuk menghasilkan uang dan yang utama pelatihan tersebut bisa meningkatkan partisipasi warga dalam program daur ulang hingga 50 persen.

Ada pengelompokkan sampah sesuai dengan jenisnya, seperti kelompok kertas koran, botol plastik, botol kaca, atau kardus bekas nasi kotak atau kertas bekas kardus snack, bahkan sudah mulai bergeser ke sampah basah atau organik misal sisa makanan yang dimanfaatkan untuk pakan ternak.

Tidak hanya di tingkat rumah, pemilahan kembali dilakukan setiap sepekan sekali oleh para ibu seusai kegiatan senam sehat yang kumpul bersama memilah sampah dan biasanya setelah cukup terkumpul baru dijual dan bisa menjadi salah satu sumber pendapatan kas warga.

Ada kesepakatan di antara para ibu, warga tidak boleh menitipkan sampah ke tetangga, tetapi harus datang sendiri menyetorkan sampah yang seolah sepele pun menjadi cara terbaik bagi warga untuk sosialisasi dengan sekitar, bisa berkumpul, dan bersilaturahmi antartetangga terjalin dari sebelumnya tidak pernah bersua bisa saling bercengkrama.

Memilah dan Mengolah
Jika warga sebelumnya hanya memilah, Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau biasa disebut sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) dari Patra Semarang Hotel & Convention yang merupakan anak usaha Pertamina meningkatkan nilai sampah agar menghasilkan rupiah lebih berlimpah dengan cara mengolah sampah jadi kerajinan tangan seperti tas tenteng, tempat tisu, sampai pernak pernik dekorasi rumah agar lebih cantik.
 
Warga Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah yang berada di sekitar hotel itu pun pada pertengahan September 2023 telah dilatih mengolah sampah menjadi barang yang bernilai tinggi dengan menghadirkan praktisi yang juga pemilik usaha daur ulang sampah.
 
Niat baik dari pihak hotel gayung bersambut, warga antusias mau belajar dengan mengikuti pelatihan membuat kerajinan tangan dari sampah, seperti kertas koran. Setiap lembar kertas koran digulung-gulung dengan bantuan lidi dan yang paling ujung direkatkan dengan lem sebagai bahan dasar untuk membuat tas layaknya berbahan dasar rotan.

Warga mendapatkan pendampingan satu per satu dari pelatih untuk membuat gulungan demi gulungan dari koran bekas yang kemudian disambung dan dianyam mengikuti pola seperti dijadikan pot bunga kecil, tempat tisu, sampai menjadi tas.

“Lho kok begini jadinya. Ini bagaimana, Mbak?,” ungkapan ini sering terlontar dari para peserta saat mulai menganyam dan ternyata salah alurnya, sehingga hasilnya tidak sesuai seperti contoh yang ada di depan meja mereka.

Para peserta duduk melingkari satu meja bundar dan di atas meja mereka sudah tersedia beragam bahan dan alat yang diperlukan untuk mengolah sampah jadi kerajinan tangan seperti lem, gunting, kertas koran yang sudah dalam bentuk gulungan berwarna warni, juga pot plastik kecil berwarna warni juga untuk mempermudah pola.

Peserta yang terdiri dari warga sekitar duduk mendengarkan arahan, mengikuti pelatihan, dan kemudian tinggal praktek dengan seluruh bahan yang sudah tersedia, sehingga saat kembali rumah sudah bisa secara mandiri membuatnya.
  Warga Kelurahan Wonotingal, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Jawa Tengah praktik mengubah sampah jadi kerajinan tangan yang bernilai. ANTARA/Nur Istibsaroh


Tidak sekadar mengubah sampah koran bekas, dalam kesempatan itu masyarakat juga mendapatkan pelatihan mengubah botol kaca bekas sirup jadi hiasan rumah berharga  Rp350ribu dengan mengkreasikan dengan limbah kain batik juga tisu atau kertas menjadi seni Decoupage.

Seni Decoupage merupakan seni menghias benda dengan cara menempelkan sejumlah potongan kertas atau kain ke permukaan benda tersebut baik botol atau tas, sehingga nilai jual benda menjadi tinggi dan berharga.

“Senang alhamdulillah yang tadinya tidak bisa jadi bisa. Pertama-tama sulit, tapi setelah membuatnya ternyata bisa,” kata Sri Sulastri (45) yang mengaku punya banyak waktu untuk mencoba di rumah karena ada banyak waktu luang saat anak-anak sekolah dan suami kerja.

Tidak hanya masyarakat yang masih produktif, dalam kesempatan tersebut Mariana yang telah berusia 62 tahun pun semangat mengikuti pelatihan dan bersyukur mendapatkan tambahan ilmu, bahwa dari bahan sampah yang ada di rumah bisa jadi dimanfaatkan dan tidak jadi dibuang ke tempat pembuangan, bahkan bisa dijual dan mendapatkan uang.

Agus Sunarno, selaku Ketua RW 1 Kelurahan Wonotingal mengaku banyak mendapatkan limpahan sampah baik organik dan nonorganik dari Hotel Patra Jasa termasuk saat ada acara besar seperti wisuda, warga dilibatkan untuk menjadi tukang parkir, berjualan bagi para pelaku usaha (warga sekitar yang berjualan makanan kecil), serta memilah juga mengolah sampah. 

Apalagi dalam sekali kegiatan bisa dua pick up sampah berupa sampah bekas kardus makan, kardus snack, botol minum, dan sampah sisa makanan, sehingga diawali dengan memilah kemudian diolah.
 
Tidak sekadar memberikan pelatihan gratis, General Manager Patra Semarang Hotel & Convention Endang Lestari Ningsih dalam kesempatan itu juga memberikan bantuan kepada warga RT 7 berupa alat pres sampah, timbangan, mesin grinda, membangunkan gudang sampah.

Endang menjelaskan TJSL tersebut merupakan program rutin tahunan karena pentingnya menjaga kebersihan dan keindahan di lingkungan sekitar hotel sekaligus mendukung program pemerintah dalam peningkatan ekonomi kreatif, apalagi pihak hotel pun memberikan ruang di lobi untuk memasarkan hasil kerajinan tangan bagi pelaku UMKM serta warga sekitar.
  General Manager Patra Semarang Hotel & Convention Endang Lestari Ningsih bersama tim menunjukkan kerajinan tangan dari sampah yang bisa digarap oleh warga. ANTARA/Nur Istibsaroh

Dukung program pemerintah
Pemerintah Kota Semarang yang diwakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat Bambang Suranggono menyambut baik Program TJSL yang dilaksanakan oleh Patra Semarang Hotel & Convention tersebut karena ikut mendorong mewujudkan kota bersih sekaligus meningkatkan ekonomi kreatif, sehingga masyarakat bisa lebih mandiri dan kesejahteraannya mengalami peningkatan.

Pemilahan dan pengolahan sampah tersebut sejalan dengan upaya pengurangan sampah yang digalakkan Pemerintah Kota Semarang dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang membagikan kantong-kantong pilah sampah di 16 RW yang menjadi pilot project di setiap kecamatan dan menyiapkan 3.400 tempat sampah pilah di lingkungan.

Sementara bank sampah juga ditambah dari yang sebelumnya hanya 225 bank sampah, hingga kini sudah ada 521 bank sampah dan semakin banyak bank sampah, akan semakin meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pilah sampah. 

Pemerintah juga telah mengeluarkan regulasi terkait yakni Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan salah satu poin penting dari UU ini adalah mewajibkan pemilahan sampah sejak dari sumbernya yaitu rumah tangga, kantor, industri, dan lain-lain termasuk dalam konsep yang disebut 3R yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle.
Reduce atau mengurangi merupakan langkah pertama dan paling fundamental, karena ide utamanya adalah mengurangi konsumsi dan pemborosan dalam kehidupan sehari-hari, seperti bisa mulai dari hal kecil seperti menggunakan tas belanja ulang, hingga memilih produk dengan kemasan minimalis. 

Reuse (menggunakan ulang) adalah proses menggunakan barang lebih dari satu kali, baik untuk tujuan aslinya atau tujuan lain seperti menggunakan botol plastik dengan isi ulang dan bukan membuangnya dan reusing sebuah produk bisa mengurangi jejak karbonnya hingga 30 persen.

Recycle atau daur ulang adalah proses mengubah bahan-bahan yang menjadi limbah menjadi produk baru misalnya, daur ulang kertas menjadi kertas baru atau daur ulang botol plastik menjadi serat tekstil dan langkah ini bisa mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 30-40 persen.

Pasal 10 dari UU ini bahkan menyebutkan bahwa produsen produk harus ikut serta dalam pengelolaan sampah, mulai dari desain produk hingga daur ulang. Ini disebut dengan konsep Extended Producer Responsibility (EPR).

Sementara di Provinsi Jawa Tengah sendiri juga didukung dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2023 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang di dalamnya salah satunya mendorong terselenggaranya pengelolaan sampah regional atau pengelolaan sampah yang tidak hanya dilakukan oleh kabupaten/kota secara parsial, tetapi berkolaborasi antardua atau lebih kabupaten/kota terdekat.

Ada 22 pasal yang mengatur tentang tempat pemrosesan akhir  atau TPA regional yang dapat dimanfaatkan oleh beberapa kabupaten/kota dan ada banyak keuntungan bila suatu daerah memberlakukan sistem pengelolaan sampah TPA regional seperti dari sisi pendanaan dapat dibiayai oleh tiga pemerintahan yakni pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, termasuk lembaga donor bisa masuk melalui pemerintah pusat. Di Jawa Tengah, sudah ada lima TPA Regional di antaranya, di Kota Tegal, Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kota Surakarta, dan Kota Magelang. 

Dari Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah juga ada inovasi berupa mesin pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM) dengan teknologi Faspol 5.0 yang memanfaatkan teknologi fast pyrolysis dengan menambahkan katalis dan teknologi plasma yang aman bagi lingkungan.

Teknologi Faspol 5.0 merupakan hasil inovasi dari Bank Sampah Banjarnegara yang difasilitasi Pemkab Banjarnegara dan Pemprov Jateng yang dilatarbelakangi oleh permasalahan sampah, terutama sampah plastik, di mana polusi sampah plastik Indonesia ini mencapai 5,4 juta ton per tahun dan sekitar 20 persen sampah plastik ini berakhir di perairan laut. Sebanyak 50 kilogram sampah plastik dapat diolah menjadi BBM setara solar sebanyak 30 liter, bensin 10 liter, minyak tanah sebanyak 5 liter, air 2 liter, dan residu karbon aktif sebanyak 3 kg.

Hasil inovasi tersebut juga telah siap untuk dikomersialisasikan karena telah melewati beberapa uji dan kajian. Hasil uji kualitas setara dengan bio solar dan Pertamina Dex. Hasil BBM sudah diujicobakan ke kendaraan.

Beragam manfaat
Pjs Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga Marthia Mulia Asri, di Semarang, Minggu (22/10) menambahkan pihaknya terus mendukung beragam program yang dilakukan dalam menyalurkan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL).

Pada Juli 2023, lanjut Marthia, Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah berhasil mendapatkan delapan penghargaan pada La Tofi School of Social Responsibility, karena Program TJSL yang dicanangkan mampu memberikan banyak perubahan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat, pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, hingga energi berkelanjutan.

Memilah dan mengolah sampah dengan benar merupakan salah satu langkah kunci dalam menjaga kebersihan sekaligus perlindungan terhadap lingkungan, karena dengan meminimalkan limbah yang masuk ke lingkungan, maka bisa mengurangi pencemaran dan dampak negatif terhadap ekosistem.

Beragam manfaat lainnya yakni dengan memilah serta mengolah sampah plastik yang notabene merupakan masalah besar saat ini, menjadi kerajinan tangan yang bernilai, maka langkah tersebut berkontribusi dan mengurangi akumulasi sampah plastik di lingkungan dan membantu menciptakan peluang ekonomi baru seperti daur ulang atau produksi barang dari daur ulang.

Tidak sekadar kebersihan lingkungan dan rupiah, sampah yang tidak dipilah kemudian menumpuk di TPA, maka bisa menghasilkan gas metana yang biasanya terbentuk dari proses anaerobic atau pembusukan sampah organik (seperti sisa makanan, tumbuhan, atau kotoran hewan) dalam kondisi minim oksigen. Selama proses pembusukan tersebut bakteri anaerobik akan mengurai bahan organik dan memproduksi gas metana sebagai produk sampingan.

Metana sendiri punya potensi pemanasan global (GWP) yang jauh lebih tinggi dibandingkan CO2 (karbon dioksida) atau sekitar 28-36 kali lebih besar daripada CO2 dalam jangka waktu 100 tahun, yang artinya  meski konsentrasinya lebih rendah, metana lebih efektif dalam menahan panas di atmosfer. Metana biasanya lebih banyak dihasilkan dari pembusukan anaerobik, sementara CO2 lebih cenderung dari pembakaran. 

Metana dari sampah terutama dari tempat pembuangan akhir tidak hanya berpotensi terhadap pemanasan global, tetapi keberadaannya di atmosfer bisa mempercepat perubahan iklim dan konsentrasi metana yang tinggi di suatu area bisa menyebabkan asfiksia, kondisi yang berpotensi mematikan karena kurangnya oksigen.

Metana juga mudah terbakar dan bisa membentuk campuran eksplosif jika bercampur dengan udara dalam konsentrasi tertentu dan bisa jadi bahaya serius di area atau tempat penimbunan sampah. Pelepasan metana ke atmosfer juga bisa membahayakan ekosistem lokal seperti bisa mempengaruhi kualitas air dan tanah.

Memilah sampah bisa berkontribusi dalam menekan produksi gas metana dan pemanasan global, karena sampah yang seharusnya bisa didaur ulang atau dikompos tidak akan berakhir di tempat pembuangan akhir landfill dan akan mengurangi pembentukan metana dari sampah organik.

Beberapa jenis sampah, seperti plastik, bisa digunakan untuk memproduksi energi melalui metode yang lebih efisien dan ramah lingkungan dibandingkan membuangnya ke tempat pembuangan sampah. Apalagi sampah organik seperti sisa makanan dan tumbuhan bisa dikompos yang jauh lebih ramah lingkungan. Proses komposting berlangsung dalam kondisi aerobik yang menghasilkan CO2, bukan metana yang lebih berbahaya.

Edukasi dan Kesadaran: Kebiasaan memilah sampah juga bisa mempengaruhi kebiasaan lain yang ramah lingkungan, seperti mengurangi konsumsi atau menggunakan energi lebih efisien yang juga membantu menekan pemanasan global.

Kurangi buruknya dampak kesehatan
Tidak hanya lingkungan, tetapi dengan memilah dan mengolah sampah juga bermanfaat bagi kesehatan masyarakat karena terbukti mampu mengurangi penuhnya tempat pembuangan sampah baik TPS maupun TPA, sehingga masyarakat akan terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh penumpukan sampah dan air yang terkontaminasi.

Ada istilah sampah tetaplah sebuah masalah, bahkan bagi si pembuat sampah patut jadi perhatian misalnya dari mulai munculnya zat karsinogenik penyebab kanker, sehingga banyak terjadi kasus matinya hewan-hewan liar baik di lautan maupun daratan karena memakan sampah plastik, serta menurunnya kadar kesuburan tanah diakibatkan pencemaran. 

Jurnal Environmental Health Perspectives, menunjukkan ada hubungan langsung antara penumpukan sampah dan penurunan kesehatan manusia di antaranya TPA yang tidak terkelola dengan baik jadi sarang berbagai mikroorganisme penyebab penyakit, seperti bakteri E.coli dan salmonella. Dampaknya warga sekitar TPA rentan terhadap penyakit seperti diare dan infeksi saluran pernapasan.

Dampak kesehatan lainnya yakni penyakit pernafasan yang bersumber dari debu dan partikel kecil  sampah yang terbakar bisa masuk ke saluran pernapasan dan menyebabkan penyakit seperti asma dan bronkitis, bahkan bahan kimia dari sampah terbakar bisa mencemari udara dan berisiko menyebabkan kanker paru.

Gangguan Kulit juga bisa terjadi dari sampah medis bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tidak dibuang dengan benar, sehingga bisa menyebabkan iritasi atau infeksi kulit dan jika ada paparan berkelanjutan terhadap bahan kimia dari sampah bisa menimbulkan dermatitis atau peradangan atau iritasi di kulit yang umumnya ditandai dengan kulit gatal, kering, dan kemerahan.

Lingkungan yang kotor dan bau juga bisa mempengaruhi kesejahteraan mental dan menurut penelitian di Journal of Environmental Psychology mencatat tumpukan sampah bisa mempengaruhi mood dan tingkat stres seseorang, karena saat kita hidup di lingkungan yang kotor dan berantakan, otak kita akan lebih mudah memproduksi neurotransmitter (kortisol atau hormon stres)  yang memicu perasaan negatif, seperti kecemasan dan depresi. 

Kontaminasi air menjadi isu yang serius akibat sampah, terutama ketika bahan kimia dari sampah meresap ke dalam tanah dan mencemari sumber air kita. Penelitian oleh World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa sekitar 2,2 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit yang dihubungkan dengan air minum yang terkontaminasi. 

Kontaminasi terjadi saat bahan kimia dari sampah seperti logam berat dan pestisida meresap ke dalam tanah atau leaching. Dari tanah, bahan-bahan kimia tersebut bisa mencapai aliran air bawah tanah atau sumur-sumur air dan menjadi lebih berbahaya jika banyak orang masih mengandalkan sumber air ini untuk keperluan sehari-hari.

Dampak dari kontaminasi tersebut bisa berupa keracunan, penyakit infeksi seperti diare dan kolera, dan dari kontaminasi air bisa menimbulkan masalah kesehatan jangka panjang seperti kanker dan gangguan perkembangan pada anak-anak.

Bukan cuma manusia, hewan juga terkena dampaknya seperti hewan laut yang menelan plastik bisa mengalami gangguan pencernaan dan reproduksi.

Seluruh upaya tersebut ibarat seperti pohon yang kita tabur, begitu pun hasil yang dituai atau tindakan menjaga lingkungan sekarang akan berdampak pada masa depan dan dengan merawat juga menjaga lingkungan dari sampah, maka akan mendapatkan manfaat yang baik di kemudian hari seperti lingkungan yang bersih, sehat, masyarakat kuat, serta bukti bagaimana masalah lingkungan bisa ditangani melalui pendekatan multi-stakeholder.

Peduli terhadap pilah sampah juga tidak sekadar bicara menjaga kebersihan atau sekadar mengikuti tren, tapi juga soal bagaimana kita memperlakukan planet ini dan masa depan.