“Ayam pop dimasaknya lebih cepat, jadi hadiah berbuka puasa Mama yang telah menyelesaikan ayyamul bidh bulan ini. Anak-anak juga ikut memakannya karena terlalu lama menunggu redang yang memang porsi memasak kali ini lebih banyak karena libur kerja,” kata Dewi Murtiningrum sembari bersiap-siap menemani tidur Lintang Pengarep Sae (5), si bungsu.
Memasak, bagi Dewi telah menjadi kewajiban yang tidak dapat digantikan meski di tengah kesibukannya bekerja, bagaimana pun kondisinya termasuk hari itu, saat kondisi badannya kurang fit. Baginya memasak menjadi salah satu pembuktian kepada Allah bahwa dirinya terus berusaha menjaga amanah seorang Mama, Sri Nastiti (75) dan dua anak yakni Lintang dan Seta Bhramantya Sae (13) yang dititipkan padanya setelah kepergian suaminya untuk selama-lamanya.
“Sekarang adanya bersyukur dan bagaimana terus membuat Allah tersenyum,” kata Dewi yang telah mampu melewati masa-masa sulitnya mengurus suaminya yang sakit akibat serangan kanker lyphoma non hodgkins stadium 4D yang akhirnya meninggal dunia pada akhir Juli 2022.
Dewi mengakui sempat putus asa, sedih, terpuruk, dan ketakutan akan banyak hal terutama masalah ekonomi yang terus menghantuinya karena sebagai single parent dengan dua anak yang masih kecil-kecil, namun ia sadar kondisi itu tidak bisa berlarut-larut.
“Sebagai single parent, aku harus berpikir bagaimana hidup ke depan. Next harus apa. Aku harus mencari tempat bergantung dan pegangan menjalani hidup. Tiba-tiba aku ingat pernah dengar janji Allah yang memuliakan anak yatim. Nah, kepikiran saat itu bagaimana caranya agar Allah suka sama aku, anak-anakku yang yatim, dan keluarga. Mama juga pernah bilang mendekatlah ke Allah, nanti rezeki mudah didapat. Kan pas banget ya... aku yang khawatir soal keuangan,” ceritanya pada Jumat (25/10) malam.
Buah akumulasi dengan kebiasaan Mamanya yang tinggal satu rumah, sering salat di dekatnya, menjadikan Dewi yang dulunya tidak pernah salat kemudian berubah. Sejak saat itu, Dewi pun bangkit untuk mendekat ke Allah. Apa pun usaha yang mendekatkan diri ke Allah pun dikerjakan.
Mulai dari buka mata pukul 01.30 WIB, Dewi Salat Taubat, dilanjutkan dengan Salat Tahajud, Salat Istikharoh, Salat Hajat, Salat Witir, kemudian lanjut berdzikir sampai masuk Salat Qobliah Subuh dan Salat Subuh, membaca Surat Yasin dan Surat Waqiah. Mulai pagi hari untuk menjaga kesehatan fisik, dirinya pun menyempatkan olahraga sebelum memasak dan menyiapkan sarapan anak sebelum berangkat sekolah.
Pukul 10.00 WIB, seusai memasak, Dewi pun bersiap berangkat kerja untuk shift siang-malam. Diawali dengan Salat Dhuha, menjemput anak sekolah TK, baru ke stasiun dan biasanya tiba di kantor pukul 12.30 WIB dan pulang kerja, sampai rumah sekitar pukul 21.00 WIB. Lebih seringnya masih harus masak di malam hari juga.
Rutinitas itu terus Dewi lakukan, sampai akhirnya Januari 2023 atau tepat enam bulan sejak suaminya meninggal, sepulang dari Bogor, ada telepon masuk dari kantornya yang memberitahu Kementerian Agama (Kemenag) membuka seleksi petugas haji dari unsur media. Kantor tempat Dewi bekerja membuka seleksi internal terlebih dahulu dan ada 30 orang yang mengikuti seleksi tersebut.
“Awalnya terbesit saja tidak pernah untuk berhaji. Mama yang pernah umroh sering menceritakan soal Masjid Nabawi ada makam Rosullallah, nah aku pernah celetuk: Ewik (panggilan di keluarga) juga mau ke sana Ma. Itu setelah suami meninggal. Menurut ku, doa mama dan semua usaha mendekat ku ke Allah yang menjadikan semuanya seolah lewat fast track (jalur cepat). Aku lolos seleksi di internal kantor dan bisa berangkat jadi petugas haji sekaligus bisa dapat bonus berhaji,” cerita Dewi.
Berubah 180 derajat, sejak mengikuti bimbingan teknis (Bimtek) sebelum berangkat ke Tanah Suci, Dewi pun mulai berhijab dan terus dengan kebiasaan baiknya, menjaga salat wajib dan sunah, sedekah, ditambah belajar membaca Al Qur’an.
Kisah itu Nyata tak Sekadar Cerita
“Kun fa yakuun, jadilah maka jadilah sesuatu itu” dan Allah memanggil siapa saja yang Dia inginkan mendatangi rumah-Nya. Bahkan saat bermodal Rp 0 atau sedang sakit pun bisa Allah undang, melampaui ekspektasi tidak hanya dirasakan nikmatnya oleh Dewi, tetapi juga oleh Anton Bahtiar Rifa’i.
Bapak dua anak asal Jakarta ini tidak pernah menyangka bisa naik haji dengan kondisi fisiknya yang sebelumnya harus bertahun-tahun hidup bergantung pada mesin cuci darah karena penurunan fungsi ginjal. Sekali cuci darah berlangsung lima jam dengan dua jarum besar yang ditusukkan ke tangan dan hal itu menjadi rutinitias dua kali setiap minggunya selama bertahun-tahun sejak November 2013.
Belum lagi seusai cuci darah seringnya diikuti dengan badan lemas, mual, muntah, pusing, dan keluar keringat dingin. Di hari yang lain pun, kondisi kesehatan yang tidak lagi sempurna, memaksanya hanya bisa terkulai di tempat tidur meskipun sekali sepekan dipaksakan untuk bekerja di kantor.
Putus asa dan hampir mengubur dalam-dalam keinginan naik haji, bahkan seringnya muncul rasa marah, cemas, dan kesal karena menjalani hidup tetapi berasa tanpa kehidupan, tidak bisa berbuat banyak. Belum lagi saat itu, kehidupan yang monoton dan banyak horornya karena menjadi saksi hidup sesama pasien cuci darah lainnya satu per satu meninggal dunia.
“Saat itu ada banyak mimpi, termasuk seolah ingin menjadi seperti pohon yang bisa tetap berdiri menghadapi badai demi badai kehidupan. Tetapi saat itu seolah mimpi yang tidak mungkin tergapai,” kata Anton (51) mengingat masa-masa terendah kesehatannya.
Sampai akhirnya, Anton pun mulai menerima kondisinya sebagai takdir dari Allah SWT dan terus belajar mengenali penyakitnya hingga ada malaikat tanpa sayap yakni istri tercintanya yang menawarkan diri mendonorkan salah satu ginjalnya untuknya.
Itu pun tidak mudah, karena membutuhkan diskusi dengan keluarga, banyak pemeriksaan yang harus dijalani, serta biaya yang besar, sehingga sudah berencana menjual rumah untuk biaya operasi. Namun, bermula dari titik itu, Allah Maha Baik yang mengirimkan bantuan. Pimpinan tempatnya bekerja menelpon dan ingin membantu pembiayaan, sehingga pada Januari 2018, dimulailah transplantasi ginjal.
Rasa syukur tidak terkira diberikan kehidupan yang kembali normal setelah masa recovery selama tiga bulan, menjadikan Anton bangkit dari keterpurukan dan seolah membayar semua hal yang pernah terlewatkan selama ia terbaring sakit.
Kerja keras Anton pun berbuah manis dengan mendapat penghargaan Jurnalistik Adinegoro yang kemudian hadiah yang ia peroleh digunakan untuk biaya kuliah S2. Bertubi-tubi hadiah yang Allah berikan kepadanya, di tahun 2022 program TV yang ia gagas dinobatkan sebagai The Best Talkshow di ajang Asian Television Awards, serta di 2023 berangkat haji secara gratis karena dibiayai Kemenag lewat jalur Media Center Haji (MCH).
Ayo Haji Muda
Haji merupakan rukun Islam kelima dengan perjalanan spiritual menuju Baitullah atau rumah Allah, bukan sekadar bepergian fisik ke suatu titik geografis di Tanah Suci Mekah. Berbekal uang saja, tidak serta merta bisa berhaji apalagi jika sekarang meskipun sudah bisa mendapatkan porsi, masa tunggu di Indonesia sangat panjang bisa sampai 40 tahun jadwal berangkatnya.
“Ayo Haji Muda” #semuabisahaji juga menjadi program dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengingat rata-rata masa tunggu haji di Indonesia pada saat ini sekitar 30 sampai 40 tahun, sementara sekitar 85 persen pelaksanaan ibadah haji berupa aktivitas ibadah fisik.
Di saat usia belum terlalu lanjut, secara fisik cenderung lebih kuat menjalani seluruh rangkaian ibadah, sehingga risiko kelelahan dan fatalitas bisa ditekan, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pendamping, serta mengurangi kemungkinan gagal menjalankan ibadah haji karena kendala fisik.
Pendaftaran haji sejak muda tidak hanya memberikan peluang besar berangkat di usia yang lebih muda dan masih dalam kondisi kesehatan prima, tetapi menjadikan ada kesempatan menabung lebih panjang, bisa mengatur keuangan dengan memanfaatkan instrumen investasi yang sesuai, serta tidak terbebani biaya haji dalam waktu singkat.
Hal positif lainnya dengan mendaftar haji di usia muda, yakni bisa memaksimalkan pengalaman ibadah dan mendorong kesadaran keuangan syariah, sehingga membantu jemaah lebih memahami pengelolaan keuangan sesuai prinsip syariah, termasuk menabung dan investasi dalam bentuk yang sesuai dengan aturan Islam, sehingga mereka lebih siap secara finansial untuk berangkat haji.
Untuk pengelolaan keuangan haji, Pemerintah sendiri telah membentuk BPKH berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, Peraturan Presiden No. 110/2017 dan Peraturan Pemerintah No. 5/2018. BPKH bertugas mengelola keuangan haji, termasuk penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji. Pengelolaan keuangan haji dilakukan dengan prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel.
BPKH terbukti berhasil mengelola keuangan haji dengan kembali mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan BPKH Tahun 2023 berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Opini WTP ini merupakan yang keenam kalinya berturut-turut sejak BPKH menyusun Laporan Keuangan Tahun 2018.
"WTP ini menjadi motivasi BPKH untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan dana haji ke depannya. Kami akan terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dana haji agar semakin akuntabel, transparant, efisien, dan penuh kehati-hatian sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah.
Opini WTP menjadi sangat penting sekaligus sebagai bukti amanah kepercayaan umat yang terus dijaga dan BPKH mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan berkontribusi dalam pencapaian tersebut dengan terus berupaya meningkatkan kinerja dan pelayanannya agar dapat memberikan nilai manfaat yang optimal bagi para calon jemaah haji Indonesia.
Dana haji yang dikelola BPKH sampai dengan bulan Desember 2023 mengalami peningkatan sebesar Rp166,74 triliun dibanding tahun 2022 sebesar 166,54 triliun, terdiri dari Rp162,88 triliun alokasi biaya penyelenggaraan Ibadah haji dan Rp3,86 triliun Dana Abadi Umat. Sedang dari sisi nilai manfaat, BPKH telah membukukan nilai manfaat sebesar Rp10,93 triliun di tahun 2023. Nilai tersebut telah melampaui nilai manfaat yang di tahun 2022 yaitu sebesar Rp10,13 triliun dengan capaian 7,90 persen. Nilai manfaat itu digunakan dalam mendukung penyelenggaraan ibadah haji dan distribusi virtual account untuk jemaah tunggu.
Amannya dana haji dikelola BPKH, juga dapat dilihat dari rasio solvabilitas dan rasio likuiditas wajib. Rasio solvabilitas atau leverage ratio ialah suatu rasio yang digunakan dalam rangka menilai kemampuan BPKH atas pelunasan utang dan seluruh kewajibannya dengan menggunakan jaminan aktiva dan aset netto (harta kekayaan dalam bentuk apa pun) yang dimiliki dalam jangka panjang serta jangka pendek. Rasio solvabilitas BPKH dari di tahun 2023 sebesar 100,56 persen.
Rasio likuiditas wajib adalah kemampuan BPKH menyediakan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dalam tahun berjalan. Berdasarkan amanah UU No.34 tahun 2014, BPKH wajib menjaga minimal dua kali BPIH. Dalam realisasinya, tahun 2023 rasio likuiditas wajib terjaga sebesar di angka 2,09 kali BPIH, yang berarti BPKH telah mempersiapkan dana untuk penyelenggaraan ibadah haji melebihi dua kali pelaksanaan haji.
Adanya audit yang dilakukan BPK tersebut juga menjadi bukti dana haji mendapatkan pengawasan yang sangat ketat. Berdasarkan Undang-Undang No 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan keuangan Haji, Laporan keuangan disampaikan setiap semester dan tahunan kepada Presiden dan DPR.
Banyak Jalan Jadi Tamu-NYA
Jika melongok dari cerita Dewi dan Anton, ibadah haji merupakan kuasa Allah dan bagi keduanya meyakini bahwa ada banyak jalan untuk bisa menjadi tamu-NYA di antaranya menjadi petugas haji dari jalur media. Untuk berhaji, ada dari berbagai jalur antara lain bisa dengan menjadi ketua kloter, pembimbing ibadah kloter, pelaksana pelayanan akomodasi, pelayanan konsumsi, bimbingan ibadah, pelaksana Siskohat.
Ada juga formasi pelaksana kedatangan dan keberangkatan, pelaksana media center haji (MCH) seperti Dewi dan Anton, pelaksana petugas penanganan krisis dan pertolongan pertama (PKPPJH), pelaksana pelindungan jamaah, dan pelaksana layanan jemaah penyandang disabilitas.
Banyaknya peluang untuk berhaji, menjadikan Alifa Nur Fitri juga berkeinginan untuk bisa kembali menjadi tamu-Nya melalui jalur-jalur tersebut karena menurutnya haji merupakan ibadah yang menuntut fisik yang prima.
“Selagi masih muda, ingin sekali merasakan sebagai petugas yang melayani tamu Allah. Kan keren ya, yang dilayani tamunya Allah,” kata dosen sebuah universitas negeri di Semarang yang telah menjalankan ibadah Haji di pertengahan 2024 dan saat di Arab Saudi melihat para petugas memberikan pelayanan secara maksimal dan hal itu yang menjadikannya ingin juga sebagai pelayan tamu Allah.
Ibu muda dua anak ini mengakui ibadah haji merupakan hak prerogratif Allah dan dirinya kembali berharap bisa kembali dapat panggilan melalui jalur konten kreator sesuai dengan hobi yang tengah digelutinya, di sela kesibukan mengajarnya.
“Haji memang panggilan banget ya. Ada di antaranya mereka yang berhaji melalui jalur sebagai konten kreator dengan tujuan bisa lebih menyebarluaskan informasi tentang haji, seperti pelayanan haji. Sebelumnya Kerajaan Arab Saudi mengundang dua konten kreator untuk menyampaikan informasi komitmen dan pelayanan yang disiapkan untuk menyambut tamu Allah,” kata Alifa, Selasa (29/10).
Berhaji muda yang awalnya merupakan khayalan, menjadi kenyataan bagi Salsabila. Remaja yang sudah yatim piatu sejak kecil dan diasuh oleh neneknya ini mengaku sempat berkhayal berhaji di usia muda. Ia menyebut berkhayal saat itu, karena dirinya baru mengumpulkan uang Rp10 juta yang rencananya untuk menabung haji.
“Saat itu tiba-tiba kepikiran, lebih tepatnya mengkhayal ya. Ingin berhaji di usia muda, tetapi uang tabungan baru Rp10 juta. Tapi rasa ingin berhajinya saat itu sangat kuat dan kembali berkhayal, kalau berhaji saat muda, fisik kuat menjalani semua rangkaian ibadah haji dan sekaligus bisa membantu jemaah lain yang ‘sepuh’ (tua),” cerita anak kedua dari tiga bersaudara ini.
Bila, panggilan akrab Salsabila, menceritakan keinginan kuat berhaji itu yang membuatnya terus berupaya memperbaiki diri dengan banyak berbuat baik sama nenek dan adik perempuannya serta sering menitip doa kepada hampir semua temannya yang berangkat haji ataupun umroh.
“Alhamdulillah, Allah mengabulkannya. Tahun 2023 saat usiaku 27 tahun, bisa berhaji. Bahkan menjadi petugas haji termuda dari jalur media. Almarhumah ibu dan almarhum ayah pasti juga tersenyum gembira, karena anaknya bisa berhaji dan sesuai keinginanku, saat di Arab Saudi bisa banyak menolong para jemaah lansia,” cerita Bila, Senin (28/10).
Ibu Bila meninggal akibat kecelakaan ditabrak oleh orang tidak dikenal, sedangkan Ayahnya dua tahun kemudian ikut menyusul istrinya tercinta, sehingga kakaknya, Bila yang saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) dan juga adiknya diasuh neneknya sejak kecil.
“Untuk berhaji jalannya banyak, tidak hanya dari jalur petugas haji seperti saya. Tetapi ada juga yang berhaji gratis melalui jalur undangan dari Kerajaan Arab Saudi, lewat jalur DPR, lewat travel dan biro haji. Source untuk bisa berhaji banyak dan bagi yang ingin berhaji PR-nya buatlah Allah tersenyum. Jangan putus asa. Terus jagalah hubungan yang baik sesama manusia atau hablum minannas, selain hubungan sama Rob kita hablum minaallah,” pesan Dewi.
Anton juga menegaskan Allah Maha Kuasa untuk memanggil siapa pun yang dikehendakinya. Tidak akan ada aral yang menghalangi langkah menuju panggilan-Nya, termasuk dirinya yang berbekal ginjal istrinya, bisa menjalani seluruh rangkaian ibadah haji, 60 hari selama di Arab Saudi bisa berjalan dengan lancar.
“Teruslah merindu untuk bisa menjadi tamu Allah di Tanah Suci dan jangan menyerah pada keterbatasan. Jangan berhenti mengetuk pintu impianmu dengan doa dan ikhtiar. Dan ketika Allah membukakan pintu itu, tak ada satu pun rintangan yang menghalangi jalan mu menuju Tanah Suci,” tutup Anton.