Rembang (ANTARA) - Bupati Rembang diminta mengindahkan Peraturan Kementerian Dalam Negeri agar tidak melakukan rotasi ataupun mutasi jabatan, kata Wakil ketua DPRD Rembang Gunasih.

"Jika benar informasi adanya mutasi atau rotasi jabatan tentunya memaksakan kehendak, karena dalam aturan juga jelas tidak diperbolehkan, dan dalam etika tentunya akan menjadi sejarah buruk nantinya," ujarnya di Rembang, Rabu.

Apalagi, kata dia, jabatan sebagai bupati tinggal berapa hari lagi menjabat.

Ia sebagai wakil ketua DPRD Rembang menghimbau kepada bupati terkait peraturan Kemendagri harus dijalankan, bukan bertindak seenaknya sendiri.

"Seharusnya di akhir masa jabatan ini harus bersinergi, tidak perlu mengurusi jabatan lagi, apalagi tidak mengindahkan Peraturan Kemendagri," ujarnya.

Lebih lanjut Gunasih mengatakan seharusnya sudah tidak harus membahas mutasi jabatan atau pelantikan, tetapi membahas program dari bupati sebelumnya harus dikomunikasikan dengan Bupati terpilih agar tak putus di tengah jalan.

Sebelumnya dihebohkan dengan kemunculan spanduk di beberapa ruas jalan kota Rembang yang menarasikan untuk tidak ada mutasi pejabat Rembang atau pelantikan pejabat baru.

Hal tersebut berpotensi memunculkan aksi penolakan rencana rotasi mutasi pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Rembang.

Dua hari belakangan ini, terdapat banyak baliho atau spanduk aksi massa yang menolak dan meminta rencana pelantikan atau mutasi jabatan dibatalkan.

Jika merujuk pada undang undang, bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Sementara penjelasan pasal 71 Ayat (2) penggantian jabatan yang dimaksud terbatas pada mutasi jabatan. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan, kepala daerah dapat menunjuk pejabat pelaksana tugas.

Sanksi bagi Pelanggaran adalah pejabat yang melanggar ketentuan pasal 71 Ayat (2) atau pasal 162 Ayat (3) dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan. Sementara denda paling sedikit Rp600.000 hingga paling banyak Rp6.000.000.

Kepala daerah dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum penetapan pasangan calon hingga akhir masa jabatan, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.

Imbauan tersebut bertujuan menjaga stabilitas birokrasi dan memastikan netralitas ASN, sehingga penyelenggaraan Pilkada 2024 dapat berjalan dengan baik dan sesuai prinsip demokrasi.