Menunggu Perbankan Menurunkan Bunga Kredit
Kamis, 16 Februari 2012 7:25 WIB
Pengalaman selama ini membuktikan bahwa penurunan bunga acuan oleh BI tidak serta disambut oleh kalangan perbankan dengan memangkas suku bunga pinjaman.
Padahal, kebijakan BI menurunkan bunga acuan diharapkan juga diikuti penurunan bunga pinjaman sehingga sektor riil, yang antara lain mengandalkan dukungan perbankan, bisa bergerak lebih kencang.
Langkah BI memangkas BI Rate tersebut terbilang berani karena menjelang akhir 2011, BI baru saja memangkas 0,25 persen hingga menjadi enam persen.
Namun langkah progresif BI menurunkan bunga acuan itu ternyata disambut dingin kalangan perbankan. Hampir semua bank masih mematok bunga pinjaman di atas 11 persen per tahun.
Sementara itu, perbankan hanya mengganjar penabung dengan bunga murah, dalam kisaran 3-4,5 persen per tahun, sementara bank menikmati selisih bunga hingga delapan persen.
Bunga pinjaman di Indonesia memang disebut-sebut tertinggi di ASEAN karena mencapai dua digit.
"Perbankan selama ini menikmati keuntungan sangat besar dari selisih bunga deposito dengan pinjaman yang amat lebar," kata Ketua Litbang DPP Realestat Indonesia, Sudjadi, di Semarang, pekan lalu.
Tingginya beban pembayaran bunga itu menyebabkan pelaku usaha kesulitan melakukan ekspansi secara leluasa, sebab sebagian keuntungannya tergerus untuk membayar beban bunga pinjaman.
"Setelah beberapa kali BI menurunkan bunga acuan dan terakhir 5,75 persen, bank seharusnya mulai memikirkan untuk menurunkan bunga pinjaman di bawah 10 persen," kata Sudjadi, mantan Ketua DPD REI Jawa Tengah.
Menggeliat
Di tengah terus menggeliatnya perekonomian nasional, kata dia, perbankan seharusnya memainkan peran lebih besar, antara lain dengan menurunkan bunga kredit agar pelaku usaha bisa menggenjot daya saing.
Perekonomian Indonesia pada 2011 mencatat pertumbuhan fantastis sebesar 6,5 persen di tengah melemahnya perekonomian di Amerika Serikat, Eropa, dan kawasan dunia lainnya.
Pada 2012, Indonesia diperkirakan tetap tumbuh tinggi, di atas enam persen. Permintaan domestik menjadi faktor menggeliatnya perekonomian negeri berpenduduk 240 juta jiwa ini.
"Pertumbuhan ekonomi bisa dipacu lebih tinggi lagi bila infrastrukturnya mendukung," kata Kepala Ekonom PT Bank BNI, Ryan Kiryanto, beberapa waktu lalu di Semarang.
Ia mengatakan, bila pemerintah berhasil mengimplementasi Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di tahun-tahun mendatang, perekonomian nasional bakal bergerak lebih kencang.
Menurut ekonom Universitas Diponegoro Semarang, Nugroho SBM, perbankan sebagai salah satu pilar perekonomian harus mengambil langkah lebih strategis lagi. Perbankan bukan hanya sebagai institusi pemungut rente, melainkan harus bisa menjalankan fungsi intermediasi yang menjalankanan bisnisnya secara efisien.
Ia menduga lebarnya selisih bunga deposito/tabungan dengan bunga kredit akibat perbankan belum sepenuhnya mampu menekan biaya ekonomi tinggi. "Bank belum efisien," kata dosen Fakultas Ekonomi Undip itu.
Di luar faktor ini, pelaku usaha memang tidak memiliki banyak pilihan sumber pembiayaan yang relatif murah. Bagi perusahaan besar, penjualan saham memang menjadi sumber dana murah, namun tidak banyak lembaga bisnis di negeri ini yang terjun ke bursa saham.
Bagi pelaku usaha kecil dan mikro, beban bunga yang ditanggu malah lebih tinggi karena perbankan lazim mengutip rente lebioh besar untuk kredit dengan nominal relatif kecil.
Sebagai gambaran, bank perkreditan rakyat (BPR) di Semarang, saat ini rata-rata mengutip bunga kredit 12-15 persen per tahun. Beban bunga ini cukup mahal karena penghitungannya menggunakan sistem "flat", bukan bunga efektif.
"Pada akhirnya, pengusaha kecil dan mikro memang menanggung beban bunga lebih tinggi karena akses pembiayaan mereka rata-rata ke BPR, yang mengutip bunga lebih tinggi ketimbang bank berskala besar," katanya.
Akses kredit pengusaha kecil dan mikro saat ini memang jauh lebih mudah dibandingkan dua dekade lalu, namun mereka masih harus membayar mahal suku bunga pinjaman itu.
Bagi Sangidi, pelaku usaha pembuatan baut di kawasan Tembalang Semarang, bunga kredit termasuk beban besar dalam susunan komponen biaya produksi di tengah persaingan bisnis produk logam yang semakin ketat.
"Kami selalu berharap bunga kredit turun, namun sepertinya bank punya perhitungan sendiri," katanya.
Penurunan BI Rate tidak banyak manfaatnya bagi dunia usaha bila perbankan terus bertahan pada bunga tinggi.
Pewarta : Achmad Zaenal
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Bidik generasi muda, BSI gelar literasi digital di sejumlah pusat perbelanjaan Jabodetabek
22 November 2024 13:23 WIB
PLN Icon Plus dan PT BPR Bank Bantul jalin kerja sama, Studi banding di Data Center PLN Icon Plus
24 September 2024 12:03 WIB
Terpopuler - Pumpunan
Lihat Juga
"Sepenggal Kisah" BPJS Ketenagakerjaan bagi penggali kubur dan pemandi jenazah
22 November 2024 21:06 WIB