Kesiapan Warga Hadapi PLTU Batang
Minggu, 26 Februari 2012 14:40 WIB
Sejumlah elemen masyarakat masih beranggapan jika proyek terbesar di Asia Tenggara ini akan mengakibatkan kerusakan terhadap kawasan lingkungan dan warga akan kegilangan pekerjaannya karena lahannya untuk keperluan pembangunan PLTU itu.
Namun, untuk memangkas kecemasan warga dan sejumlah pihak, PT Bhimasena Power Indonesia selaku investor PLTU telah mengajak perwakilan warga, lembaga swadaya masyarakat, dan pejabat Pemkab Batang berkunjung ke PLTU Paiton, Jawa Timur untuk membuktikan jika proyek itu tidak merugikan warga .
Kunjungan ke PLTU Paiton, Jawa Timur itu dimaksudkan oleh PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) untuk memberikan gambaran yang sebenarnya, jika pembangunan PLTU yang akan dibangun di Desa Karanggeneng tidak menimbulkan dampak kerusakan terhadap lingkungan setempat melainkan akan memberikan kontribusi positif terhadap warga dan pemerintah daerah setempat.
Ketua Pencinta Lingkungan 'Go Green' Kabupaten Batang, Andi Rudi Herianto meminta, investor asing dari Jepang selaku penyandang dana pembangunan PLTU seharusnya transparan pada masyarakat Kabupaten Batang sebelum memulai mengerjakan proyek senilai Rp30 triliun ini.
Bagaimanapun pembangunan PLTU, katanya, bakal berdampak terhadap hajat hidup masyarakat Kabupaten Batang, baik secara positif dan negatifnya.
"Investor asing maupun perusahaan lokal yang tergabung pada konsorsium PT Bhimasena Power Indonesia, sebaiknya membeberkan rencana pembangunan PLTU sejelas-jelasnya agar warga tidak cemas," katanya.
Ia mengatakan, pembangunan proyek PLTU di Desa Karanggeneng dan Ujungnegoro yang berdekatan dengan lokasi kawasan konservasi laut daerah (KKLD) diperkirakan akan merusak kondisi terumbu karang di pantai Ujungenoro.
Selain itu, katanya, proyek pembangunan PLTU akan membutuhkan seratusan hektare lahan pertanian milik warga setempat sehingga mereka khawatir akan kehilangan mata pencahariannya.
"Di lokasi itu, ada puluhan hektare lahan produktif sehingga jika dibangun PLTU dipastikan akan mengurangi pasokan pangan di Batang. Namun, jika investor dapat transparan maka akan memangkas kecemasan warga" katanya.
Dengan transparansi dan membuka informasi terbuka juga sebagai upaya menghindari terjadinya permainan elit tertentu, 'broker' proyek, dan 'broker' tanah bermain untuk mengambil keuntungan sepihak.
Selain itu, warga Desa Karanggeneng, Ujungnegoro, dan Ponowareng bisa menentukan sikap dan masa depan desanya, seperti soal bedol deso dan upaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Ia mengatakan, jika PT BPI membantah bedol deso maka harus dijelaskan berapa total kebutuhan lahan yang akan digunakan untuk membangun PLTU tersebut karena bangunan utama PLTU di Desa Karanggeneng masih terjadi kesimpangsiuran data lahan, antara 400 hektare sampai 700 hektare.
"Logika kami, dengan luas Desa Karanggeneg hanya 228,3 hektare maka jelas akan ada relokasi besar-besaran alias 'bedol deso'," katanya.
Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Batang, Suharyanto mengatakan, pada prinsipnya, pemkab akan mendukung investor yang masuk ke daerahnya.
Hanya saja, investor yang akan menanamkan investansinya di Kabupaten Batang dapat membawa dampak positif terhadap kemajuan pembangunan dan kesejahtaraan warga setempat.
"Kami akan 'welcome' pada semua investor yang berkeinginan menanamkan investasi. Namun, kami meminta investor harus memikirkan kepentingan warga setempat," katanya.
Munculnya pro-kontra pembangunan PLTU di Batang ini juga mendapatkan perhatian dari Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo saat berkunjung ke daerah Kabupaten Batang belum lama ini.
Bahkan, untuk memastikan data dan mengetahui persoalan yang sedang dihadapi warga, Gubernur Bibit Waluyo mengunjungi ke lokasi rencana pembangunan proyek PLTU di Desa Ponowareng.
Gubernur mengatakan, pada prinsipnya pembangunan pembangkit listrik tenaga uap di Desa Karanggeneng, Kabupaten Batang tidak sampai merugikan masyarakat setempat.
"Masalah PLTU di Batang sebagai proyek nasional dan untuk kepentingan nasional harus didukung tetapi jangan sampai proyek itu merugikan masyarakat setempat," katanya.
Ia meminta semua pihak harus memberikan data lapangan yang sebenarnya keterkaitan dengan proyek pembangunan PLTU di Desa Karanggeneng.
"Jangan sampai ada manipulasi data di lapangan. Jika memang ada tanah yang subur harus disampaikan yang sebenarnya dan janganlah diputarbalikan faktanya," katanya.
Pemprov Jawa Tengah berharap pemerintah daerah mendukung proyek pembangunan PLTU itu tetapi jika ada sesuatu yang bermasalah atau tidak sesuai kenyataannya di lapangan maka harus di musyawarahkan bersama.
Sebagai pondasi umum, katanya, proyek pembangunan PLTU tidak boleh melanggar tata ruang dan merugikan masyarakat.
Sementara itu, meski saat ini masih mendapatkan sorotan dari semua pihak, PT Bhimasena Power Indonesia, selaku konsorsium pembangunan mega-proyek PLTU di Batang memastikan lokasi PLTU bakal dibangun di Desa Karanggeneng, Kandeman, Batang.
PT Bhimasena menilai lokasi Desa Karangeneng paling memenuhi syarat kriteria dari beberapa lokasi yang telah dikaji sepanjang wilayah pantura untuk dibangun PLTU.
"Setelah dilakukannya kajian mendalam terhadap lokasi potensial PLTU serta didukung beberapa penelitian teknis, seperti uji boring tanah, topographic test, environmental scoping, dan study, kami menyimpulkan Karanggeneng merupakan lokasi yang paling sesuai dengan perencanaan pembangunan PLTU," kata Manajer Proyek PT BPI Dony Suryaman.
PT Bhimasena menargetkan pada Oktober 2012 seluruh perizinan pembangunan PLTU sudah selesai, termasuk pembebasan lahan dan izin amdal.
Pada akhir 2016, PLTU ditargetkan sudah dapat dioperasikan untuk jaringan kelistrikan Jawa-Bali dengan pasokan listrik sebesar 2.000 megawatt.
Ia mengatakan, PLTU Batang merupakan proyek pertama yang akan menjadi percontohan terhadap proyek insfrastruktur lainnya dan terbesar di Asia Tenggara.
"Oleh karena itu, proyek PLTU di Batang akan menjadi barometer pada pihak swasta dalam menentukan pilihan berinvestasi," katanya.
Manajer Proyek PT Adaro, Aji Nugroho menambahkan, nantinya proses kegiatan PLTU Batang akan menggunakan batubara yang bersahabat dan ramah lingkungan, serta kontruksi bangunan menggunakan teknologi terkini dari Jepang sehingga berbeda dengan teknologi PLTU di beberapa tempat lainnya.
"Jadi batubara dan teknologi yang digunakan untuk PLTU Batang ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan," katanya.
Pewarta : Kutnadi
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Ratusan warga di enam kecamatan terdampak banjir akibat luapan air sungai di Sragen
21 January 2025 14:37 WIB
Terpopuler - Pumpunan
Lihat Juga
"Sepenggal Kisah" BPJS Ketenagakerjaan bagi penggali kubur dan pemandi jenazah
22 November 2024 21:06 WIB