"Mereka menanyakan kepada kami seputar isu-isu sensitif, seperti bagaimana pengalaman Indonesia mengakhiri dwifungsi ABRI dan melakukan reformasi sektor keamanan," kata Ketua Kaukus Parlemen Negara-Negara ASEAN untuk Myanmar, Eva Kusuma Sundari, kepada ANTARA Jateng, Kamis pagi.

Hal itu, kata Eva, amat kontekstual dengan situasi Myanmar yang saat ini masih dalam dominasi militer semacam dwifungsi ABRI, termasuk adanya 25 persen anggota DPR di parlemen negara tersebut.

The ASEAN Inter-Parliamentary Myanmar Caucus (AIPMC), kata Eva, pada hari Selasa (11/12) menerima 23 anggota parlemen Myanmar dari berbagai partai. Kunjungan bertujuan mempelajari proses demokratisasi di Indonesia, termasuk upaya menangani korupsi dan mengendalikan reformasi ekonomi.

Eva bersama Boediman Sudjatmiko dari PDI Perjuangan dan Nova Riyanti Yusuf dari Partai Demokrat dalam pertemuan sekitar tiga jam itu menjawab pertanyaan dari delegasi Parlemen Myanmar mewakili 20 komisi, termasuk beberapa perwakilan dari parlemen provinsi.

Dalam pertemuan itu, politikus dari parelemen provinsi lebih tertarik pada pengalaman Indonesia mengakhiri sentralisasi pemerintahan dan memulai desentralisasi melalui kebijakan otonomi daerah.

Terkait dengan hal itu, delegasi Myanmar juga meminta penjelasan soal pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah, termasuk bagaimana pembagian pendapatan atas hasil tambang.

Eva Sundari mengingatkan bahwa perbedaan pokok pengalaman demokratisasi di dua negara adalah Indonesia menempuh "strategy bottom up", sedangkan proses di Myanmar "top down".

Penyebab perbedaan itu, menurut dia, disebabkan adanya kelompok sipil dan media yang kuat di Indonesia, hal yang tidak dimiliki Myanmar akibat kebijakan militer yang menjadikan Myanmar sebagai negara tertutup selama lebih 15 tahun.

"Ini merupakan tantangan bagi Myanmar agar demokratisasi mereka dapat diteruskan di jalur yang benar," kata Eva dalam diskusi dengan anggota parlemen negara tersebut.

Sementara itu, Nova Riyanti disibukkan degan berbagai pertanyaan seputar kebijakan reformasi kesehatan di Indonesia, sedangkan Budiman Sujatmiko panjang lebar menjelaskan kebijakan atas tanah dan pembangunan perdesaan.