Hamid Karzai Mandi "Uang Siluman" dari CIA
Senin, 29 April 2013 15:56 WIB
Presiden Afghanistan Hamid Karzai (REUTERS/Bundesregierung/Guido Bergmann)
"Uang siluman" ini tadinya dipakai CIA untuk menanamkan pengaruh, tapi malah memicu korupsi dan membesarkan para panglima perang sehingga mengacukan strategi keluar AS dari Afghanistan.
"Sumber korupsi terbesar di Afghanistan adalah Amerika Serikat," kata seorang pejabat AS seperti dilaporkan The Times.
"Kami menyebutnya 'uang siluman," kata Khalil Roman yang menjadi kepala staf Presiden Karzai dari 2002 sampai 2005. "Uang itu datang diam-diam dan keluarnya pun diam-diam."
Selama lebih satu dekade uang panas itu mengalir ke kantor kepresidenan Afghan setiap bulan, dan ternyata ini sudah menjadi prosedur standard CIA sejak awal perang Afghanistan.
Tak ada bukti Karzai menerima uang itu untuk urusan pribadi, tapi uang silmuan ini ditangani Dewan Keamanan Nasional-nya.
Uang siluman ini disediakan untuk menjamin akses ke Karzai dan lingkaran dalam kekuasaannya demi memastikan pengaruh CIA di kantor kepresidenan Afghanistan.
Uang siluman ini lebih banyak mengalir ke panglima perang dan politisi yang kebanyakan ada kaitannya dengan perdagangan narkoba dan Taliban.
Pada 2010, Karzai menerima berkantong-kantong uang tunai dari Iran yang menurut New York Times mengalir ke panglima perang dan politisi seperti juga uang siluman dari CIA.
Selama kekuasaan 11 tahun Karzai, kecil sekali hasrat memberantas korupsi pada lembaga tentara atau polisi.
Kedua lembaga paling berkuasa di Afghan ini menerima miliaran dolar AS dari negara-negara donor setiap tahun, tetapi kebanyakan uang hanya untuk merekrut dan mempertahankan anggota yang setiap saat kabur desersi.
Pewarta : Antaranews
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Karzai Katakan Pengkhianatan, Keputusan Jatuhkan Bom Besar Amerika Serikat
16 April 2017 6:46 WIB, 2017
Mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai Mengutuk Penggunaan "Ibu Segala Bom"
14 April 2017 15:47 WIB, 2017
Terpopuler - Gadget
Lihat Juga
Prancis: Keputusan Donald Trump "Risiko Serius" bagi Tatanan Perdagangan Global
01 February 2017 6:29 WIB, 2017