Logo Header Antaranews Jateng

Pemerintah optimalkan pelindungan pekerja lewat PP JKP dan JKK

Senin, 3 Maret 2025 15:51 WIB
Image Print
Petugas BPJS Ketengakerjaan siap melayani peserta jaminan ketenagakerjaan. Pemerintah telah menerbitkan dua peraturan pemerintah (PP) terbaru sebagai bagian dari upaya meningkatkan pelindungan bagi tenaga kerja di Indonesia. Dok. BPJS Kesehatan

Semarang (ANTARA) - Pemerintah telah menerbitkan dua peraturan pemerintah (PP) terbaru sebagai bagian dari upaya meningkatkan pelindungan bagi tenaga kerja di Indonesia.

Kedua regulasi tersebut, yakni PP Nomor 6 Tahun 2025 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan PP Nomor 7 Tahun 2025 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), yang merupakan langkah strategis dalam memperkuat jaminan sosial ketenagakerjaan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang menantang.

"Langkah pemerintah ini merupakan turunan dari dikeluarkannya paket kebijakan ekonomi beberapa waktu lalu guna memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan yang lebih baik bagi pekerja Indonesia, terutama yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) serta bagi industri padat karya yang terdampak kondisi ekonomi yang menantang saat ini," bunyi keterangan tertulis.

Melalui kebijakan terbaru ini, pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan meningkatkan manfaat uang tunai bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja. Manfaat tersebut kini mencapai 60 persen dari upah yang dilaporkan selama 6 bulan, dengan batas upah maksimal sebesar Rp5 juta.

Kebijakan ini menggantikan skema sebelumnya yang memberikan 45 persen manfaat untuk tiga bulan pertama dan 25 persen untuk tiga bulan berikutnya, serta berlaku efektif mulai 7 Februari 2025 untuk klaim baru maupun sisa manfaat yang masih berjalan.

Di samping peningkatan manfaat uang tunai, pemerintah juga menyederhanakan persyaratan kepesertaan dan proses klaim JKP. Hal tersebut guna memastikan akan lebih banyak lagi pekerja yang mendapatkan manfaat dengan proses yang lebih cepat dan efisien.

"Pemerintah juga menetapkan perubahan dalam persyaratan penerimaan manfaat JKP dengan meniadakan syarat iuran 6 (enam) bulan berturut-turut dan juga memberlakukan masa kadaluarsa manfaat menjadi 6 (enam) bulan," imbuh keterangan tertulis.

Dari sisi iuran JKP, perubahan dilakukan dengan tidak lagi direkomposisi dari iuran program Jaminan Kematian (JKM). Iuran JKP ditetapkan sebesar 0,36 persen, dari rekomposisi iuran JKK sebesar 0,14 persen dan iuran dari pemerintah sebesar 0,22 persen.

Di sisi lain, dalam rangka menjaga keberlangsungan usaha dan daya saing industri padat karya, pemerintah juga memberikan relaksasi iuran JKK. BPJS Ketenagakerjaan menetapkan potongan iuran sebesar 50 persen selama enam bulan, mulai Februari hingga Juli 2025.

Kebijakan ini ditujukan bagi sektor-sektor industri yang rentan terhadap dampak ekonomi, seperti:

Industri makanan, minuman, dan tembakau

Industri tekstil dan pakaian jadi

Industri kulit dan barang kulit

Industri alas kaki

Industri mainan anak

Industri furnitur

Dengan relaksasi ini, diharapkan beban finansial perusahaan dapat dikurangi sehingga upaya mempertahankan tenaga kerja tetap optimal.

Adapun tarif Iuran JKK setelah keringanan iuran 50 persen adalah dimulai dari perusahaan atau badan usaha yang memiliki tingkat risiko lingkungan kerja Sangat Rendah sebesar 0,120 persen, Rendah sebesar 0,270 persen, Sedang sebesar 0,445 persen, selanjutnya dengan tingkat risiko Tinggi sebesar 0,635 persen dan terakhir pada Sangat Tinggi sebesar 0,870 persen.

Kedua kebijakan ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan optimisasi perlindungan sosial ketenagakerjaan, pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan berharap dapat memberikan kepastian bagi pekerja yang terdampak PHK dan membantu stabilisasi industri padat karya di tengah dinamika ekonomi global.

Masyarakat serta pelaku industri diimbau untuk segera menyesuaikan diri dengan regulasi terbaru ini agar manfaat perlindungan dapat dirasakan secara maksimal. Langkah ini diharapkan mampu menciptakan kondisi kerja yang lebih aman dan produktif, serta mendukung semangat "Kerja Keras Bebas Cemas" di seluruh Indonesia.

Sementara itu, Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Semarang Majapahit, Farah Diana menegaskan dengan adanya kedua kebijakan ini merupakan upaya pemerintah untuk memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan yang lebih optimal dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Para pekerja serta pelaku usaha sektor industri diimbau untuk segera menyesuaikan diri dengan kebijakan tersebut agar manfaat perlindungan dapat dirasakan secara maksimal.

“Suatu risiko pekerjaan bisa terjadi kepada setiap orang sehingga setiap profesi perlu adanya perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan, dengan menjadi peserta Program BPJS Ketenagakerjaan, pekerja akan merasa aman saat beraktivitas di lingkungan kerja dan tidak perlu khawatir terhadap risiko kerja yang tidak tau kapan datangnya,” tambahnya. ***



Pewarta :
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2025