Pemilik Media Harusnya Elegan Beriklan, kata Analis
Selasa, 10 Desember 2013 22:46 WIB
ilustrasi
"Harus disadari bahwa televisi dan radio memanfaatkan gelombang elektromagnetik dalam bersiaran. Gelombang itu domain publik, tidak boleh dimonopoli untuk kepentingan pribadi atau kelompok," katanya di Semarang, Selasa.
Ia mengatakan pemilik media yang kebetulan "nyapres" memang memiliki keuntungan, terutama memanfaatkan kesempatan cukup besar menggunakan medianya untuk kepentingan mereka bersosialisasi atau berkampanye kepada publik.
Persoalannya, kata dia, selama ini capres yang kebetulan pemilik media pun memiliki strategi untuk mengemas iklan kampanye mereka dengan "bungkus" lain yang tidak bisa semata-mata dianggap sebagai bentuk kampanye.
Oleh karena itu, kata dia, intervensi pemilik media untuk mendominasi iklan kampanyenya menjadi susah untuk ditindak, apalagi selama ini belum ada aturan sangat tegas yang mengatur perihal intervensi pemilik media.
"Idealnya, ada pemisahan tegas antara pemilik media dengan redaksional. Pemilik media tidak berhak mengintervensi atau memengaruhi isi atau konten siaran karena ranah isi itu murni autoritas redaksional," katanya.
Akan tetapi, ia mengatakan kenyataannya di Indonesia sekarang ini memperlihatkan intervensi yang dilakukan pemilik media terhadap isi atau konten siaran, termasuk siaran iklan kampanye pemilik media bersangkutan.
Dilihat dari sisi keadilan, kata dia, sikap pemilik media yang dengan gampang memanfaatkan kesempatan besar untuk beriklan di medianya juga menciptakan kompetisi yang tidak sehat antara para kontestan capres.
"Sekarang bagaimana dengan capres yang tidak punya media? Mereka kan harus membayar untuk beriklan dan bayarnya pun tidak murah. Kan kasihan, sementara pemilik media bisa dengan mudah beriklan," kata Turnomo.
Pengajar FISIP Undip itu mengingatkan pemilik media tentu harus menggunakan kesempatan yang dimilikinya secara bijaksana, yakni dengan tidak memonopoli siaran di medianya untuk kepentingan kampanye.
Sebelumnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegur enam stasiun televisi, yakni RCTI, MNC TV, Global TV, ANTV, TV One, dan Metro TV terkait siaran pemberitaan, "talkshow", dialog, dan iklan politik yang tak proporsional.
Ketua KPI Judhariksawan mengatakan teguran yang diberikan terhadap keenam stasiun televisi itu sebagai koreksi awal agar penyelenggara kegiatan memperbaiki program mereka berkaitan dengan Pemilihan Umum 2014.
"Kami berkesimpulan terdapat beberapa lembaga penyiaran yang tidak proporsional lakukan penyiaran politik. Termasuk di dalamnya, iklan-iklan politik yang menurut KPI telah mengandung unsur kampanye," ungkapnya.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024