Menggugat Kepantasan Uang Muka Mobil Pejabat
Senin, 6 April 2015 12:38 WIB
Semula tunjangan pembelian mobil satu orang Rp116.650.000 kemudian dinaikkan menjadi Rp210.890.000. Total anggaran APBN 2015 yang dialokasikan untuk UM mobil bagi para pejabat, termasuk para anggota DPR RI, mencapai Rp158,8 miliar.
Bila dibandingkan dengan pos belanja pada APBN 2015 yang mencapai Rp2.039,5 triliun, pemberian UM pembelian mobil itu memang sangat kecil. Namun, masalahnya menjadi tidak kecil dan sepele lagi bila dihadapkan dengan beban rakyat belakangan ini yang kiat berat. Para petinggi negara seharusnya berempati, bukan malah asyik mengurus diri sendiri.
Persoalannya bukan lagi melanggar aturan atau tidak, melainkan etika. Apa pantas di tengah wacana penghematan anggaran yang terus didengungkan, pemerintah malah menyetujui penaikan fasilitas uang muka pembelian mobil para pejabat? Kebijakan ini bukan saja tidak penting, melainkan "saru" atau memalukan.
Pemerintah boleh bilang kenaikan harga bahan bakar minyak tidak memberi pengaruh signifikan terhadap inflasi atau daya beli rakyat. Akan tetapi, penaikan harga secara beruntun komoditas strategis seperti BBM, gas, dan listrik telah mengerek harga barang-barang lain.
Pemerintrah yang mengatur tarif transportasi umum seolah tak berdaya ketika awak angkutan umum menaikkan tarif tanpa harus menunggu keputusan pemerintah soal tarif angkutan. Kebijakan sopir angkot menaikkan tarif tidak bisa disalahkan begitu saja karena kenyataannya harga BBM memang naik.
Sebelumnya, rakyat juga dipaksa lemas setelah harga beras melambung hingga 25 persen. Sekarang ini harga beras memang mulai turun, namun tidak bisa bertengger kembali di harga lama. Komoditas yang berkaitan dengan dapur, seperi bawang dan cabai, sepertinya juga bergantian naik dan turun.
Kenaikan harga komoditas strategis tersebut memukul buruh berpenghasilan tetap alias berupah standar UMK. Keresahan ekonomis tersebut masih ditambah lagi dengan kian beringasnya para pelaku kriminal. Pencurian dengan kekerasan marak di mana-mana.
Bertambah beratnya beban hidup, mungkin, bisa disebut salah satu pemicu maraknya aksi kriminalitas. Akan tetapi, tidak selayaknya rakyat kecil lagi yang menjadi korban para begal jalanan itu. Sudah terlalu berat beban mereka menanggung dampak atas kebijakan pemerintah yang tidak bijak, seperti penaikan harga BBM, gas, dan listrik.
Oleh karena itu, beleid menaikkan UM pembelian mobil kepada para petinggi negeri ini sungguh melukai perasaan rakyat banyak.
Penyebutan uang muka pembelian mobil saja sudah menggiriskan hati. Jika uang sebanyak Rp210.890.000 disebut sebagai fasilitas uang muka, lantas para petinggi negara yang dapat fasilitas tersebut mau membeli kendaraan roda empat semewah apa?
Tidak sepantasnya di tengah biaya hidup yang semakin mahal para pejabat negara malah membeli mobil mewah dengan mengandalkan uang muka dari APBN.
Kalau mau jujur, uang Rp210,89 juta tersebut sudah bisa untuk membeli mobil kelas menengah, semacam MPV atau SUV baru. Kendaraan jenis ini lebih dari sekadar layak untuk mereka karena multiguna.
Selain perpres itu niretika, akibat lainnya yakni politik negeri ini bertambah gaduh. Oleh karena itu mencabut Perpres Nomor 39/2015 merupakan solusi jitu bila mengharapkan kegaduhan politik di negeri ini segera mereda. ***
Pewarta : Achmad Zaenal M
Editor:
Zaenal A.
COPYRIGHT © ANTARA 2024