Logo Header Antaranews Jateng

Kebijakan Proteksionisme AS Peluang bagi Indonesia

Jumat, 30 Desember 2016 15:39 WIB
Image Print
Sebuah kapal barang bermuatan peti kemas bersandar di Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) untuk melakukan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc/16.
Semarang, Antara Jateng - Kebijakan bersifat proteksionisme yang akan diterapkan oleh Pemerintah Amerika Serikat merupakan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan nilai tawar dalam menjalin kesepakatan dengan negara adidaya tersebut.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Srihartati menilai jika kebijakan yang diterapkan oleh pemerintahan Donald Trump nantinya sesuai dengan janji kampanye, di antaranya adalah mengevaluasi kembali "North American Free Trade Agreement" (NAFTA) dan perjanjian "The Trans-Pacific Partnership" (TPP) akan semakin banyak negara yang enggan untuk melakukan kontak dagang dengan Amerika Serikat.

Padahal, tidak ada satupun negara di dunia ini termasuk seadidaya Amerika Serikat mampu berdiri sendiri tanpa dukungan dari negara lain.

"Di titik inilah peluang Indonesia. Selama ini kita harus jujur mengakui bahwa dalam kancah perdagangan internasional, posisi Indonesia hampir selalu subordinat, artinya di berbagai macam kesepakatan selalu tidak memberikan 'win win solution'. Lebih banyak manfaat bagi negara lain dibandingkan kita mengambil manfaat dari negara lain," katanya.

Oleh karena itu, ketika orang mulai ragu dengan kebijakan Trump, ini kesempatan Indonesia untuk melakukan kerja sama bilateral dengan Amerika Serikat.

"Karena jika dibandingkan, neraca perdagangan Indonesia dengan AS, AS ini masih surplus. Artinya yang lebih berkepentingan dengan Indonesia justru Amerika," katanya.

Diharapkan, dengan peningkatan kerja sama dari sisi bilateral akan berdampak positif bagi pertumbuhan industri di dalam negeri.

Meski demikian, untuk memanfaatkan peluang ini butuh dukungan salah satunya dari sisi pembiayaan. Pihaknya berharap, ada pengawasan dan dukungan pembiayaan yang baik dari perbankan untuk pertumbuhan industri di dalam negeri agar mampu bersaing di pasar internasional.


Apindo Siap Bersaing
Menghadapi peluang tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah Frans Kongi mengaku optimistis Amerika Serikat masih akan menjadi negara tujuan ekspor terbesar dari Jawa Tengah.

Untuk diketahui, nilai ekspor Jateng ke Amerika Serikat dari periode Januari-November 2016 adalah yang terbesar dibandingkan negara tujuan ekspor lain di antaranya Tiongkok dan Jepang.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, nilai ekspor ke Amerika Serikat pada periode tersebut mencapai angka 1.195,37 juta dolar AS, disusul ekspor ke Jepang sebesar 580,44 juta dolar AS, dan ekspor ke Tiongkok sebesar 514,90 juta dolar AS.

"Kami tidak khawatir, negara besar seperti Amerika Serikat tetap berkepentingan melakukan kerja sama dengan negara lain termasuk Indonesia. Mereka tidak bisa jalan sendiri," katanya.

Pihaknya tidak memungkiri, untuk komoditas tertentu Amerika Serikat akan bersikap lebih protektif terhadap barang dari luar negeri. Meski demikian, pihaknya meyakini hal itu tidak akan berlaku bagi komoditas seperti garmen, tekstil, dan pertanian.

Frans menyatakan, kecil kemungkinan investor akan mendirikan pabrik garmen atau tekstil di Amerika Serikat mengingat upah buruh di negara tersebut sangat tinggi.

"Mereka akan memilih membeli dari negara lain di mana harganya lebih murah dibandingkan harus memproduksi sendiri," katanya.

Melihat kenyataan tersebut, pihaknya menyatakan siap bersaing tidak hanya di pasar lokal tetapi juga global. Untuk sukses di tahun 2017, pihaknya mengimbau kepada pelaku usaha agar tetap waspada dalam menghadapi persaingan, meningkatkan kinerja, dan efisiensi kerja.

Satu hal yang tidak kalah penting adalah meningkatkan kerja sama antara pemerintah, serikat buruh, dan seluruh elemen masyarakat.

"Apindo juga mengharapkan apa yang dicanangkan oleh pemerintah mengenai kemudahan berusaha benar-benar terlaksana," katanya.

Pihaknya juga berharap pemerintah dapat mendukung daya saing industri salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan yang sifatnya meringankan.

Salah satu kebijakan yang diharapkan dapat direalisasikan adalah pemerintah dapat menurunkan tarif dasar listrik antara 20-25 persen dari tarif yang berlaku saat ini.


BI Imbau Waspadai Ekonomi AS
Meski banyak kalangan yang masih optimistis menatap perekonomian di Amerika Serikat, Bank Indonesia mengimbau agar ekonomi di negara tersebut tetap perlu diwaspadai.

Kepala Bank Indonesia (BI) Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah Iskandar Simorangkir menyatakan ekspor Jawa Tengah selama tahun ini kurang menggembirakan. Data dari BI menunjukkan, ekspor Jateng kontraksi sebesar 14,68 persen.

"Padahal pada triwulan II kemarin kontraksinya hanya 2,6 persen. Kondisi ini tidak lepas dari ketergantungan ekonomi Jawa Tengah terhadap pasar Amerika Serikat sampai dengan 29 persen," katanya.

Dikatakan, ekonomi Amerika Serikat tidak sebaik dari perkiraan awal. Salah satunya disebabkan oleh penerapan ekonomi tertutup oleh Presiden AS terpilih Donald Trump.

"Ini perlu diwaspadai oleh Jawa Tengah, pada dasarnya dia akan melakukan proteksi, ini akan terasa. Kita tunggu saja dulu, betul atau tidak sesuai dengan janji kampanye," katanya.

Meski demikian, pihaknya memprediksi kondisi tersebut tidak akan berdampak terlalu signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Untuk di Jateng pihaknya memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 di kisaran 5,5 persen. Prediksi pertumbuhan ekonomi tersebut lebih baik dibandingkan dengan tahun 2016 yang diprediksi akan tumbuh tidak lebih dari 5,4 persen.

Peningkatan tersebut bukan merupakan dampak dari hubungan kerja sama Indonesia dengan negara lain tetapi karena sektor usaha di dalam negeri yang mulai menggeliat.

Salah satu yang mulai berjalan adalah proyek infrastruktur mulai dari pembangunan jalan, waduk, hingga proyek investasi usaha.

"Saat ini pembebasan lahan sedang berjalan, dampak positifnya akan terasa di tahun 2017. Pencapaian pertumbuhan ekonomi di level 5,5 persen tidak akan sulit direalisasikan," katanya.

Sementara itu, sektor strategis yang diprediksikan akan tumbuh pada tahun 2017 hampir sama dengan tahun ini salah satunya adalah jasa keuangan dan asuransi.

"Prediksinya nanti akan tumbuh karena Bank Indonesia sudah menurunkan suku bunga sebesar 150 basis point, penurunan giro wajib minimum (GWM) primer dari 7,5 persen menjadi 6,5 persen," katanya.

Selain itu, pihaknya juga sudah melakukan pelonggaran untuk "loan to value" (LTV) terkait uang muka rumah. Dikatakan, dengan adanya pelonggaran kebijakan moneter tersebut diharapkan pertumbuhan kredit bisa meningkat.

"Dengan demikian nanti harapan kami sektor jasa keuangan bisa meningkat," katanya.

Sektor lain yang diprediksikan juga mengalami peningkatan yaitu sektor komunikasi. Peningkatan ini seiring dengan berkembangnya bisnis "e-commerce" di masyarakat.

"Bahkan prediksi kami, untuk sektor komunikasi ini akan menjadi salah satu faktor utama pendorong ekonomi negara kita," katanya.

Pewarta :
Editor: Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2025