Pengamat: Media Arus Utama mesti jadi Patokan dalam Melawan Hoax
Kamis, 12 Januari 2017 14:54 WIB
"Berita-berita di media mainstream, terutama media online, lebih bisa dipertanggungjawabkan ketimbang media yang tidak jelas. Apalagi, sekarang ini banyak situs abal-abal," kata dia di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, masih banyak masyarakat yang belum bisa memilah antara media penyebar informasi yang benar dengan media penyebar kebohongan. Buktinya, berita atau foto yang disebar media abal-abal di media sosial bisa viral meski isinya tidak berdasar.
Wawan menilai keberadaan media penyebar hoax dan propaganda radikalisme sangat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, apalagi informasi-informasi berisi hasutan.
Ia menilai langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menangani hoax, salah satunya memblokir situs-situs bermuatan negatif dan SARA, sudah tepat dan sesuai dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Ia yakin penegak hukum bisa diandalkan untuk menembus dan mencari pembuat dan sumber berita yang disebarkan media hoax dan radikalisme.
Menurut dia, pelaku tidak hanya bisa dijerat dengan UU ITE, tetapi juga dengan hukum pidana. Tinggal penerapan di lapangan karena yang penting adalah efek jera.
"Kalau kita setiap hari dicekoki berita-berita hoax bisa kacau ini nanti. Itu juga berakibat masyarakat semakin tidak dicerdaskan dan dibodoh-bodohi. Jelas itu tidak baik dan akan membuat bangsa kita semakin susah," tutur dosen Lemhanas ini.
Menurut dia, masyarakat memang harus terus dididik untuk bisa menyikapi informasi secara cerdas dan kritis. Wawan berpandangan bahwa yang bisa menjadi tameng dalam menyelamatkan masyarakat dari bahaya berita hoax dan radikalisme adalah diri mereka sendiri.
"Apa yang kita baca, kita dengar, dan kita lihat, semuanya itu akan mempengaruhi otak kita, karakter kita, dan juga pikiran kita. Nah, filternya harus pandai-pandai menyikapi informasi dan tidak menelan mentah-mentah," tutup dia.
Pewarta : Antaranews
Editor:
Totok Marwoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024