Logo Header Antaranews Jateng

Pengamat: Pembagian kewenangan tetap harus ada dalam penegakan hukum

Jumat, 7 Februari 2025 16:02 WIB
Image Print
Pengamat hukum yang juga pendiri Jaringan Advokasi Hukum dan Pemilu Jawa Tengah Teguh Purnomo. ANTARA/Dokumentasi Pribadi

Purwokerto (ANTARA) - Pengamat hukum yang juga pendiri Jaringan Advokasi Hukum dan Pemilu Jawa Tengah Teguh Purnomo menilai pembagian kewenangan tetap harus ada dalam penegakan hukum di Indonesia agar tidak menimbulkan karut-marut.

"Menurut saya tetap harus ada pembagian kewenangan ya, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat.

Akan tetapi, kata dia, di lain pihak ada lembaga-lembaga tertentu yang memang mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap proses-proses itu.

Dalam hal ini, lanjut dia, pengawasan tersebut berupa kemampuan untuk melakukan eksekusi terhadap ketidakbenaran proses tersebut.

"Jadi, tidak hanya misalnya mekanisme praperadilan atau komisi tertentu yang selama ini hanya untuk lengkap-lengkap, tetapi lembaga-lembaga pengawas itu justru nanti diperbolehkan atau diharapkan bisa melakukan pengawasan dan men-justice secara langsung aparat penegak hukum yang tidak benar," katanya menanggapi revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Lebih lanjut dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Gombong (Unimugo) itu mengakui jika membahas revisi UU Kejaksaan dan KUHAP harus dikupas secara utuh karena yang selama ini terjadi, aparat penegak hukum sudah mempunyai kedudukan sendiri-sendiri ditambah dengan penegakan hukum lewat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Di dalam KPK, kata dia, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan secara tersendiri.

"Ini pun di KPK juga sarat dengan protes karena KPK sendiri ini 'kan dahulu sifatnya sementara, tetapi kok sekarang sampai pada seolah-olah lembaga yang permanen," kata dia yang juga dosen Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Kebumen.

Oleh karena itu, kata dia, jika dilakukan perluasan kewenangan jaksa melalui revisi UU Kejaksaan dikhawatirkan akan terjadi perebutan kewenangan yang cukup tinggi.

Dengan demikian, lanjut dia, ketika terjadi perebutan kewenangan tanpa ada yang bisa mengawasi dan memberikan masukan-masukan terhadap mereka, justru yang terjadi adalah karut-marut penegakan hukum di Indonesia.

"Jadi, kalau ada perluasan kewenangan jaksa, yang terjadi adalah tumpang tindih karena di antara mereka sendiri 'kan semua akan mencari muka di depan pimpinannya sehingga ada potensi misalnya mereka saling 'berebut' untuk sebuah penegakan hukum," kata Ketua DPC Peradi Kebumen itu.

Selain itu, kata dia, selama ini dikenal juga bahwa hukum digunakan untuk melindungi pihak-pihak tertentu, baik pemodal maupun penguasa.

"Dikhawatirkan kalau nanti misalnya lembaga-lembaga itu makin banyak mempunyai kewenangan, tetapi tidak ada yang bisa mengontrol, tentunya dia akan mengabdi kepada kekuasaan dan pemodal," kata Teguh.


Baca juga: Kakanwil sampaikan progress penyusunan Sisdalak P5RA dan Advokasi

Pewarta :
Editor: Edhy Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2025