Logo Header Antaranews Jateng

Penting, Perusahaan Lakukan Peremajaan Mesin Maksimal Tujuh Tahun

Selasa, 30 Mei 2017 09:33 WIB
Image Print
Dokumentasi petugas bersiap mengoperasikan alat rajut dalam pameran Indo Intertex di Jakarta International Expo, Jakarta, Kamis (28/4/2016). Industri tekstil dalam negeri pernah sangat ternama di kawasan. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Semarang, ANTARA JATENG - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah menyatakan perusahaan akan mudah goyah tanpa adanya inovasi khususnya dari sisi teknologi.

"Teknologi ini penting, salah satunya mengenai peremajaan mesin produksi. Idealnya dalam kurun waktu lima tahun atau maksimal tujuh tahun perusahaan melakukan peremajaan mesin," kata Ketua Apindo Jawa Tengah Frans Kongi di Semarang, Selasa.

Tanpa adanya inovasi khususnya di bidang teknologi, dikatakannya, Indonesia khususnya Jawa Tengah juga akan kesulitan bersaing dengan negara lain.

Meski demikian, masih banyak perusahaan yang kesulitan menerapkan hal itu mengingat keterbatasan keuangan. Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi sebagai solusi dari kesulitan tersebut.

"Sebagai contohnya dan ini sudah banyak diterapkan oleh sejumlah perusahaan besar di Jawa Tengah, yaitu bermitra dengan perusahaan luar negeri. Dalam hal ini, perusahaan di Jawa Tengah didanai oleh perusahaan asing untuk operasional perusahaan," katanya.

Namun, diakuinya, langkah tersebut sulit dilakukan oleh setiap perusahaan mengingat sebagian tidak berorientasi ekspor sehingga tidak memiliki mitra dagang di luar negeri. Mengenai hal tersebut, pihaknya berharap pemerintah dapat turun tangan untuk ikut memberikan solusi.

"Salah satunya adalah dari sisi permodalan, sampai saat ini pengusaha masih dipusingkan dengan suku bunga pinjaman dari bank yang cukup tinggi," katanya.

Menurut Frans, suku bunga pinjaman dari bank yang diterapkan di Indonesia masih di kisaran 13 persen, angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga bank yang diterapkan oleh negara-negara produsen lain yang merupakan pesaing Indonesia.

"Suku bunga pinjaman dari bank di beberapa negara lain salah satunya Vietnam di kisaran 7-8 persen, bahkan di Tiongkok antara 5-6 persen. Di Indonesia bisa turun menjadi satu digit saja sudah sangat membantu perusahaan," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah bisa memberikan kebijakan mengenai kemudahan permodalan tersebut. Dengan demikian, daya saing industri akan meningkat.

Sebelumnya, Bank Indonesia menyatakan faktor kelemahan sektor industri manufaktur di Indonesia, yaitu kesiapan teknologi yang tidak mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu, bahkan menurun dibandingkan tahun 2014.

Kepala BI Kantor Wilayah Jawa Tengah Hamid Ponco Wibowo mengatakan kondisi tersebut menyebabkan peringkat kesiapan teknologi Indonesia relatif tertinggal dibandingkan negara lain di kawasan, yaitu berada di peringkat 91 di 2016 atau turun dari peringkat 85 di 2015.

Terkait hal itu, pihaknya memberikan rekomendasi dari sisi infrastruktur, yaitu membangun lembaga pendidikan yang bekerja sama dengan industri dan memperbaiki jaringan internet dan teknologi.

"Dalam jangka menengah dan panjang, perlu dilakukan adopsi teknologi dan riset dari negara lain, mendorong industri `med-high tech`, menciptakan iklim usaha yang terintegasi dalam kawasan industri yang modern, dan investasi SDM yang memiliki keunggulan kompetitif," katanya.

Pewarta :
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2024