RIbuan buruh rokok di Kudus dijamin BPJS Ketenagakerjaan
Senin, 3 Desember 2018 19:49 WIB
"Saat ini sudah semua buruh rokok SKT atau buruh borong di Kabupaten Kudus mendapat perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan," kata Ketua Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PC FSP RTMM SPSI) Kudus Suba'an Abdul Rohman disela-sela seminar "Membangun Harmonitas Hubungan Industrial Yang Berkeadilan" hasil kerja sama BPJS Ketenagakerjaan Kudus dengan PC FSP RTMM SPSI Kudus di Hotel @Hom Kudus, Senin.
Hadir pada acara tersebut, yakni Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kantor Cabang Kudus Ishak, pengurus RTMM SPSI Pusat Andreas Hua, serta Kepala Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kudus Bambang Tri Waluyo.
Ia memperkirakan jumlah buruh rokok yang tergabung dalam PC FSP RTMM SPSI Kudus mencapai 58.719 orang yang berasal dari 26 pabrik rokok di Kudus.
Awalnya, kata dia, pendaftaran mereka untuk mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan terkendala soal upah yang mereka terima didasarkan hasil kerja borongan.
Setelah ada keputusan dari Kementerian Tenaga Kerja, akhirnya puluhan ribu pekerja rokok sigaret kretek tangan di Kudus bisa didaftarkan sehingga kini mereka mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.
"Mereka mulai mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan sejak April 2018," ujarnya.
Terkait pembayaran iurannya, kata dia, para pekerja setelah mendapatkan pembayaran, kemudian menyerahkannya kepada koordinator yang ditunjuk, kemudian setelah terkumpul diserahkan kepada pihak perusahaan sebelum dibayarkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
Buruh rokok, katanya, tidak membayar iuran jaminan sosial ketenagakerjaan secara penuh karena dibantu perusahaan.
Buruh rokok borong, meliputi atas buruh giling atau membuat rokok serta buruh bathil atau merapikan rokok, serta ada lagi buruh yang bertugas sebagai penyontong (pengemasan).
Buruh "bathil", selama ini tidak mendapatkan gaji dari perusahaan, melainkan dari teman kerjanya yang berstatus sebagai buruh giling (membuat rokok).
Kehadiran buruh "bathil", berdasarkan penjelasan dari PPRK berawal ketika buruh giling selain harus membuat rokok dalam jumlah banyak juga harus merapikannya, sehingga agar hasilnya lebih banyak perlu bantuan teman yang bisa merapikan rokok tersebut sesuai standar dari perusahaan.
Untuk mengatasi hal itu, dicarikan partner kerja yang bertugas merapikan rokok dengan gunting dan biasa disebut buruh "bathil".
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kantor Cabang Kudus Ishak mengingatkan kepada semua perusahaan di Kudus untuk memberikan perlindungan pekerjanya dengan program jaminan sosial ketenagakerjaan.
"Hal itu merupakan hak setiap pekerja, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran ketika terjadi kecelakaan kerja dan tidak bisa bekerja tidak akan mendapatkan penghasilan," ujarnya.
Pasalnya, kata dia, BPJS Ketenagakerjaan yang akan membayarkannya.
Program jaminan sosial ketenagakerjaan merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk melindungi setiap warganya yang bekerja dan ketika terjadi kecelakaan kerja, maka risiko kerja yang dihadapi mendapatkan jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan.
Sementara program jaminan sosial ketenagakerjaan yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan, meliputi JKM (Jaminan Kematian), JHT (Jaminan Hari Tua), JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) dan JP (Jaminan Pensiun).
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kudus Bambang Tri Waluyo mengingatkan perusahaan di Kudus untuk tidak melupakan hak setiap pekerja untuk didaftarkan sebagai peserta jaminan sosial ketenagakerjaan.
Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor:
Immanuel Citra Senjaya
COPYRIGHT © ANTARA 2025