Logo Header Antaranews Jateng

Pemakaian antibiotik tak terkendali, bakteri kian resisten

Kamis, 19 Desember 2019 16:36 WIB
Image Print
Ketua KPRA dr Hari Paraton (dua dari kanan) usai diskusi bertajuk "Indonesia Memerangi Antimicrobial Resistance" di Jakarta, Kamis (19/12/2019). ANTARA/Muhammad Zulfikar
Jakarta (ANTARA) - Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) mengatakan resistensi bakteri di Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu khususnya sejak 2013, 2016 hingga 2019.

"Dari data yang kita himpun bakteri resisten itu semakin naik dari 40 persen, 60 persen dan saat ini 60,4 persen," kata Ketua KPRA dr Hari Paraton di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan peningkatan tersebut disebabkan adanya penggunaan antibiotik yang tidak terkendali. Dengan kata lain, bakteri resisten itu justru terjadi karena kesalahan penggunaan antibiotik.

Baca juga: Angka Kematian Akibat Infeksi Resistensi Antibiotik Semakin Meningkat

Baca juga: Ahli: Virus tidak bisa diatasi dengan antibiotik

"Hal itu terjadi di semua level sehingga meskipun sudah dilakukan sejumlah upaya pengendalian, hasilnya masalah tetap tidak menggembirakan," katanya.

Level-level tersebut di antaranya adalah di komunitas masyarakat. Contohnya, masyarakat membeli dan menyimpan antibiotik sesukanya, kemudian juga memberikan antibiotik semaunya kepada saudaranya yang sakit.

Kemudian juga di lingkungan peternakan yang menyebabkan resistensi bakteri di Indonesia semakin meningkat. Namun, hal itu telah diatur dengan adanya Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian terkait penggunaan antibiotik.

Ia menjelaskan salah satu keputusan menteri itu termasuk di dalamnya merupakan larangan penggunaan antibiotik sebagai penggemuk ternak dan hal itu sudah diterapkan.

"Nah, itu aturan pada hewan, untuk manusia juga sama harus ada aturan-aturan tertentu dan sudah kami rekomendasikan pada pemerintah," ujarnya.

Baca juga: Awas, Residu Antibiotik pada Unggas Bisa Berbahaya

Menurutnya, hal itu perlu diatur sebab angka 60,4 persen itu cukup tinggi untuk sebuah resistensi bakteri. Apalagi jika berkaca pada negara tetangga yakni Singapura hanya berada pada angka 26 persen.

"Jadi angka kita itu sudah tinggi, perlu tindakan lebih lanjut agar Indonesia tidak menjadi sumber atau pusat dari bakteri resisten," katanya.

Sebab jika sudah menjadi sumber bakteri resisten, maka setiap orang yang datang ataupun pergi dari Indonesia harus berhati-hati karena bakteri itu bisa terjadi dimana saja, menyebar kemana pun dan menimbulkan korban jiwa.

"Semua orang bisa terinfeksi bakteri resisten sehingga perlu berbagai percepatan untuk mengatasi situasi ini termasuk melalui program dan strategi di pemerintahan," demikian Hari Paraton.

Baca juga: Penggunaan Antibiotik Berlebihan Bisa Timbulkan Kekebalan Antimikroba

Pewarta :
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024