
Pakar hukum: Kode etik dan disiplin tak jamin dokter berhati-hati dalam tugas
Minggu, 28 Juni 2020 22:45 WIB

"Sarana etik dan disiplin ini juga belum dianggap sempurna untuk menimbulkan efek jera," kata Yovita, saat menjadi pembicara dalam webinar yang diselenggarakan Perhimpunan Dokter Ahli Hukum Kedokteran dan Kesehatan Indonesia Cabang Jawa Tengah, di Semarang, Minggu.
Baca juga: IDI: Banyak dokter tak sadar terjebak masalah hukum
Karena itu, kata dia, meski tidak sempurna, hukum menjadi sarana penting untuk melindungi kepentingan masyarakat dan dokter itu sendiri.
Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jawa Tengah dr Djoko Widyarto menyatakan hasil pemeriksaan disiplin dan etik dokter yang diduga melakukan pelanggaran prosedur dalam menangani pasien, bisa menjadi alat bukti dalam proses pidana yang ditangani kepolisian.
"Jika melihat Pasal 184 KUHP, berkas pemeriksaan disiplin dan etik bisa digunakan sebagai salah satu alat bukti," katanya pula.
Berkas pemeriksaan tersebut, lanjut dia, termasuk sebagai alat bukti surat yang bisa digunakan kepolisian ketika menangani perkara pidana.
Ia menjelaskan pelanggaran disiplin seorang dokter masuk dalam lingkaran pelanggaran etik.
"Jika ditemukan adanya pelanggaran hukum, maka menjadi kewenangan kepolisian dalam menanganinya," kata dia lagi.
Baca juga: BPJS Kesehatan Semarang gandeng IDI gencarkan penggunaan masker
Pewarta : Immanuel Citra Senjaya
Editor:
Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2025