Logo Header Antaranews Jateng

UMKM terdampak COVID-19 butuh kepastian pasar

Selasa, 30 Juni 2020 21:48 WIB
Image Print
Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Kota Surakarta Heri Purwoko Joko Siswanto. ANTARA/Aris Wasita
Dalam situasi seperti ini, kalau memasarkan produk secara langsung, akan sulit sehingga perlu secara 'online'.
Solo (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak beberapa bulan lalu rupanya tidak hanya berdampak buruk bagi usaha skala besar tetapi juga kecil, bahkan mikro.

Sejumlah pelaku usaha kecil di Jawa Tengah terpaksa tidak berproduksi selama lebih dari dua bulan karena pesanan juga terhenti.

Partini, salah satu pemilik jasa katering di Kelurahan Pulisen, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, mengaku hampir selama tiga bulan tidak menerima pesanan. Untung masih ada uang tabungan untuk menyambung hidup.

"Saya benar-benar hanya mengandalkan tabungan. Saya kebetulan ada kios kecil, itu sebetulnya berisi stok kalau ada pesanan sewaktu-waktu. Tetapi karena tidak ada pesanan, jadi saya jual ke tetangga yang butuh," kata ibu dua anak ini.

Meski demikian, pemberlakuan normal baru saat ini satu-persatu pesanan mulai masuk. Jumlahnya belum banyak tetapi cukup untuk menyambung hidup.

"Untung pesanan belum banyak, modal saya kan juga terbatas kalau sekarang," katanya.

Terkait dengan kebijakan insentif pajak dari pemerintah untuk memberikan stimulus kepada pelaku UMKM, ia menyambut baik.

"Ya, kalau ada itu bagus, tetapi kalau ada dalam bentuk modal pasti sangat membantu. Apalagi kalau kegiatan-kegiatan kantor kembali dilakukan seperti sebelum ada crona, pesanan saya pasti tambah banyak karena memang kebanyakan pelanggan saya  dari kantor-kantor," katanya.

Terkait dengan insentif pajak dari pemerintah, Ketua Forum UMKM Surakarta Rony Prasetyo menyambut baik. Meski demikian, keringanan tersebut lebih dirasakan oleh pelaku usaha kecil dan menengah.

"Kalau mengenai insentif pajak, di skala mikro tidak terlalu berpengaruh. Bisa-bisa malah tidak kena pajak, untuk kebutuhan saja pas-pasan. Mereka belum tentu punya NPWP (nomor pokok wajib pajak), kecuali usaha  kecil dan menengah kemungkinan berpengaruh," katanya.

Alih-alih insentif pajak, ia berharap stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut lebih pada kepastian pasar. Kebutuhan ini tidak lepas dari sulitnya sejumlah pelaku UMKM menjual produk mereka selama masa pandemi COVID-19.

Baca juga: Pelaku UMKM di Cilacap sambut PMK Nomor 70 Tahun 2020

Menurut dia, banyak kegiatan yang berpotensi menyediakan pasar bagi pelaku UMKM, selama pandemi COVID-19 ini ditiadakan sementara waktu, salah satunya hari bebas kendaraan bermotor. Di mana pada kegiatan tersebut ratusan pedagang kecil tumpah ruah ke jalanan menawarkan dagangannya.

"Di Forum UMKM Surakarta ini jumlah anggotanya sebanyak 132 orang. Akibat pandemi, 80 persennya berhenti usaha," katanya.

Ia mengatakan sektor yang paling terdampak adalah fesyen dan kerajinan tangan. Justru untuk kuliner saat ini pelaku usaha mendulang untung lebih baik dibandingkan produk lain.

"Kalau fesyen, apalagi yang pasarnya Jakarta dan Bandung ya berhenti. Mereka tidak bisa jualan. Bahkan sebagian dari pelaku usaha fesyen pindah ke kuliner demi bisa tetap menjalankan roda ekonomi keluarga," katanya.

Mengenai modal, dikatakannya, justru bukan kebutuhan prioritas khususnya bagi pelaku usaha mikro. Cukup dengan menggadaikan sepeda motor, mereka sudah mampu memodali usahanya secara mandiri.

"Kalau mikro  kan paling kebutuhannya Rp1 juta/hari. Kalau sekarang ya angka itu kecil, bisa disiapkan sendiri. Di sini kami lebih butuh kepastian pasar," katanya.

Akses Modal

Sebelumnya, Pemerintah Kota Surakarta mengupayakan akses permodalan untuk UMKM pada normal baru dalam menghadapi pandemi COVID-19.

"Kalau bicara UMKM, saat ini untuk di Kota Solo memang belum bangkit, tetapi kami sedang menuju ke sana (segera bangkit)," kata Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Kota Surakarta Heri Purwoko Joko Siswanto.

Ia mengatakan salah satu yang sudah terlaksana adalah bantuan modal berupa barang dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah khususnya untuk UMKM yang bergerak di sektor boga. Beberapa barang modal yang sudah disalurkan di antaranya telur ayam dan tepung terigu.

"Tetapi memang sejauh ini belum ada penyaluran dalam bentuk modal uang. Kami sedang upayakan, salah satunya melobi perbankan," katanya.

Baca juga: Pelaku UMKM di Kudus masih eksis di tengah pandemi COVID-19

Selain permodalan berupa uang, dikatakannya, yang dibutuhkan oleh pelaku UMKM kaitannya dengan akses di perbankan adalah keringanan pengembalian pinjaman di masa pandemi COVID-19 ini.

"Memang selama ini banyak pelaku UMKM yang kesulitan membayar pinjaman karena untuk makan saja sulit apalagi harus mengembalikan pinjaman. Oleh karena itu, kami juga berupaya mengomunikasikan dengan perbankan, di antaranya modal dan keringanan pinjaman, apakah sementara ini cukup membayar bunganya dulu," katanya.

Dalam waktu dekat ini, tepatnya mulai Juli pihaknya akan menyelenggarakan pelatihan kepada para pelaku UMKM, salah satunya terkait teknologi informasi untuk memasarkan produk mereka.

"Dalam situasi seperti ini tentu kalau memasarkan produk secara langsung akan sulit sehingga perlu menggunakan online," katanya.

Pihaknya berharap dengan bantuan tersebut sektor UMKM segera bangkit dan kembali melakukan produksi secara normal seperti sedia kala.

Sementara itu, diakuinya, akibat pandemi COVID-19 sekitar 60 persen UMKM yang ada di Kota Solo berhenti berproduksi. Untuk jumlah UMKM di Kota Solo sendiri sampai saat ini di kisaran 4.500 usaha.

Mengenai insentif pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan hingga saat ini sekitar 200.000 wajib pajak pelaku UMKM mendaftar untuk memanfaatkan insentif pajak penghasilan (PPh) yang ditanggung pemerintah.

"Pemerintah membuat berbagai langkah supaya UMKM bisa bertahan, tetap melakukan kegiatan usaha di tengah situasi tidak pasti karena COVID-19," kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Normal baru jadi peluang UMKM untuk "go digital"

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44 tahun 2020, lanjut dia, mengatur besaran insentif PPh 0,5 persen/bulan dari omzet sebulan ditanggung pemerintah, bagi UMKM dengan rata-rata omzet/tahun tidak melebihi Rp4,8 miliar. Syarat bagi pelaku UMKM mendapatkan insentif pajak itu adalah melaporkan SPT tahun 2019.

Menurut dia, sekitar 200.000 wajib pajak UMKM berhak memanfaatkan insentif selama enam bulan dari April hingga September 2020 setelah mengajukan fasilitas tersebut melalui layanan daring di laman Pajak.

Pewarta :
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2024