Logo Header Antaranews Jateng

Wakil Ketua MPR: Negara wajib beri rasa aman lansia

Rabu, 2 September 2020 20:15 WIB
Image Print
Dokumentasi. Dua orang petugas kesehatan memberi pendampingan kepada pasien Andi (89) calon haji asal Makassar yang menderita demensia di KKHI Mekkah, Arab Saudi, Minggu (21/7/2019). ANTARA/Hanni Sofia
Semarang (ANTARA) - Negara harus memberi rasa aman bagi setiap warga negara, termasuk bagi para penderita demensia alzheimer, melalui pelaksanaan sejumlah aturan dan kebijakan baru yang melindungi hak-hak manusia lanjut usia (lansia).

"Secara budaya, bangsa kita menempatkan orang tua atau lansia sebagai orang yang selalu dihormati. Bagaimana budaya itu diimplementasikan dalam bentuk pelaksanaan aturan atau pembuatan kebijakan baru yang melindungi hak-hak lansia," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat diskusi daring bertema Jaminan Kesehatan Lansia (dan Upaya Melawan Demensia) yang digelar Forum Diskusi Denpasar12 bekerja sama dengan Alzheimer Indonesia, Rabu (2/9).

Diskusi yang dipandu Dra. Okky Asokawati, M.Psi (Ketua DPP Partai NasDem bidang Kesehatan) itu menghadirkan Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S. (pengajar, peneliti, dan Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya; Dewan Pembina Alzheimer Indonesia), Dr. Natalia Widiasih, SpKJ (Ketua Asosiasi Psikogeriatri Indonesia, Kepala Program Residensi Psikiatri Universitas Indonesia dan Kepala Divisi Psikiatrik Forensik RSCM), DY Suharya (pendiri Alzheimer Indonesia, Direktur Regional Alzheimer’s Disease International (ADI) Wilayah Asia Pasifik) dan Dr. Ni Wayan Suriastini, M.Phil. (Direktur Eksekutif SurveyMETER) sebagai narasumber.

Selain itu, hadir juga Dr. Atang Irawan S.H.,M.Hum (pakar hukum tata negara Universitas Pasundan) sebagai panelis.

Saat ini, menurut Lestari, sejumlah aturan terkait lansia seperti UU no 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dan Keppres No. 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia sudah ada. Akan tetapi, tegasnya, pelaksanaan aturan tersebut belum terlihat.

Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, para pengambil keputusan harus didorong agar aturan terkait lansia yang ada bisa segera dilaksanakan.


Karena, jelas Legislator Partai NasDem itu, dampak kesehatan lansia akan terkait pada sejumlah sektor antara lain soal layanan kesehatan, psiko sosial, ekonomi serta kepedulian dalam memberi pemahaman kepada publik akan bahayanya penyakit demensia alzheimer yang mengancam lansia.

"Dampak orang terkena demensia alzheimer bukan hanya berupa masalah sosial, tetapi juga terkait masalah kesehatan, lingkungan, bahkan bisa terkait hukum," ujar Rerie dalam keterangan tertulis yang diditerima di Semarang.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat. Dok. Pribadi

Dengan meluasnya dampak demensia alzheimer ke sejumlah sektor, menurut dia, Pemerintah harus segera mengantisipasi dengan sejumlah aksi dan kebijakan baru, agar tidak terjadi peningkatan jumlah penderita demensi alzheimer di Indonesia.

Dekan, Pengajar dan Peneliti Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya, Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S. berpendapat seiring dengan membaiknya layanan kesehatan, angka harapan hidup warga negara berusia lanjut semakin meningkat.

"Kita bisa belajar dari negara-negara maju dalam penanganan persoalan demensia alzheimer pada lansia," ujar Yuda. Demensia alzheimer, tegasnya, bukan sekadar tentang kesehatan, tetapi lebih dari itu bisa mencakup persoalan hukum, dan sosial.

Ketua Asosiasi Psikogeriatri Indonesia, Dr. Natalia Widiasih, SpKJ mengungkapkan lansia yang terkena demensia alzheimer rentan terhadap penyalahgunaan pihak lain.

"15,7 persen lansia mendapat perlakuan kekerasan, mayoritas kekerasan fisik," ujarnya.

Untuk meningkatkan kepedulian sejumlah pihak terhadap ancaman demensia alzheimer, pendiri Alzheimer Indonesia, DY Suharya mengungkapkan pihaknya melalukan kampanye "Jangan Maklum dengan Pikun dan Sayangi Orang Tua".

"Jadi kita harus bersama peduli terhadap lansia," katanya.***

Pewarta :
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024