Festival Lima Gunung diusung ke Universitas Mulawarman
Rabu, 30 September 2020 19:22 WIB
Fakultas Ilmu Budaya Unmul Samarinda menghadirkan FLG Ke-19/2020 dalam acara kuliah umum bertema "Manusia dan Kreativitas di Masa Pandemi COVID-19", dengan peserta, khususnya mahasiswa FIB Unmul Angkatan 2020, sedangkan total partisipan acara itu sedikitnya 236 orang.
Baca juga: Seniman menampilkan performa "Lumbung Donga" dalam Festival Lima Gunung
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unmul Samarinda Encik Akhmad Syaifudin menyampaikan sambutan pembukaan acara setelah Dekan FIB Masrur memberikan sambutan pengantar kegiatan tersebut.
Mozaik rekaman video aktivitas kesenian dan budaya berupa berbagai pementasan seni dan performa seni, ziarah, doa, pidato kebudayaan selama festival putaran pertama hingga kelima sepanjang Agustus-September 2020 disajikan di tengah kuliah umum itu.
Di panggung terbuka Studio Mendut Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, seniman komunitas Ki Ageng Qithmir (Pati) pimpinan Gus Muh Aniq berkolaborasi dengan sejumlah seniman Komunitas Lima Gunung menyuguhkan performa seni dengan judul "Serba Tresna", berupa gerak olah tubuh, musik, dan tembang.
Mereka menggelar performa seni itu diiringi berbagai alat musik di tengah instalasi seni dari bambu dengan puluhan bendera Merah Putih yang nampak menjadi simbol tentang pentingnya menjaga jarak sebagai salah satu protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona jenis baru (COVID-19).
"Performa ini untuk menyampaikan pernyataan tentang pentingnya menggelorakan cinta kasih dan membumikan perdamaian. Intinya kesadaran kembali ke kerahmatan, memahami manusia menyimpan titah-titah kerahmatan," kata Gus Aniq.
Terlebih dalam situasi pandemi, ujar dia, pesan tersebut diharapkan mendapatkan tempat di masyarakat agar saling menjaga sesama sehingga tidak tertular atau menularkan virus itu. Festival Lima Gunung Ke-19 di tengah pandemi COVID-19 mengusung tema besar, "Donga Slamet, Waspada Virus Dunia", dengan penyelenggaraannya untuk turut mengampanyekan pencegahan penularan virus dan memperkuat kepedulian sesama atas dampak pandemi.
Festival seni budaya dengan tanpa sponsor yang diinisiasi seniman petani Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) Kabupaten Magelang itu, rencananya hingga akhir tahun ini dengan menerapkan protokol kesehatan.
Pihak Unmul menghadirkan narasumber kuliah umum secara daring sejumlah tokoh seni budaya, antara lain sutradara dan budayawan Garin Nugroho, budayawan dan pemusik Eros Djarot, Ketua Umum Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) Jaya Suprana, pemimpin tertinggi dan budayawan Komunitas Lima Gunung Sutanto Mendut, sedangkan moderator dosen FIB Unmul Dahri Dahlan.
Pada kesempatan itu, Jaya Suprana secara virtual menyerahkan penghargaan Muri untuk Komunitas Lima Gunung terkait dengan pembukaan FLG Ke-19/2020 pada 9 Agustus lalu melalui pementasan kesenian rakyat dan performa seni oleh para seniman dengan tempat di 10 dak (atap cor semen) di rumah-rumah warga dan areal pertanian kawasan Gunung Sumbing di Dusun Krandegan, Desa Sukomakmur, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang.
"Dari repertoarnya saja sudah menjadi mata pelajaran kurikulum FIB, warga yang menonton tidak mendekat di panggung utama tetapi di dak dan teras rumah dengan mengenakan masker dan jaga jarak. Ini merupakan rekor dunia, pergelaran seni pertama dengan pentas di atap rumah dan sawah," kata Jaya Suprana.
Wakil Rektor Unmur Encik Akhmad Syaifudin mengemukakan pentingnya semua orang, termasuk mahasiswanya, mengambil hikmah atas pandemi virus abad ini. Kehadiran para narasumber berkompeten dalam kuliah umum FIB tersebut, salah satu wujud hikmah yang diterima civitas akademika Unmul atas pandemi.
"Dalam keadaan normal, tidak mungkin menghadirkan orang-orang berkompeten ini dalam suatu waktu. Karena ada COVID-19, kita dihubungkan dengan teknologi untuk bersinergi. Saat ini dinding-dinding prodi dunia nyata sudah diruntuhkan karena kondisi pandemi. Ini (kuliah umum daring, red.) dijadikan pola untuk menghadirkan orang-orang berkompeten," katanya.
Garin mengemukakan kebudayaan terkait dengan kemampuan luas berpikir, bertindak, dan bereaksi individu dan komunitas menghadapi berbagai krisis, termasuk pandemi COVID-19. Berbagai karya besar, termasuk dalam kebudayaan dan peradaban, lahir karena manusia menghadapi krisis.
"Sejarah bangsa-bangsa, terjadi lompatan kebudayaan karena manusia menghadapi krisis. Seluruh perjalanan kemanusiaan dalam kelahiran seni selalu di tengah krisis. Krisis mengandung dua kata, kesempatan dan bahaya. Di tengah pandemi, kita harus mengartikan kebudayaan untuk menghadapi krisis, termasuk teknologi lahir di tengah krisis," katanya.
Ia juga mengemukakan tentang pentingnya masyarakat, termasuk milenial, memanfaatkan gawai dan produk teknologi komunikasi dan informatika lainnya bukan sekadar untuk kepentingan konsumtif dan melek digital, tetapi fungsional secara optimal demi kemajuan kebudayaan dan peradaban.
Sutanto Mendut antara lain mengemukakan tentang krisis insan, zaman, dan alam.
"Kita problemnya kebodohan, kedangkalan pendidikan, krisis moral. Kalau COVID-19 ndak masalah asalkan insan berkualitas, masker berkualitas, jaga jarak. Krisis zaman, setiap orang mimpi jadi youtuber. Krisis alam, di Candi Borobudur ada relief burung pipit memadamkan kebakaran hutan. Itu cerita kegagalan, tetapi cerita kegigihan," katanya.
Eros Djarot mengemukakan pentingnya manusia saling berinteraksi sebagai proses bersama sehingga melahirkan masyarakat yang sadar akan pentingnya kebersamaan guna menghadapi segala tantangan kehidupan dengan kewarasan yang natural.
"Bagaimana kita berkreasi itu ditentukan kualitas kebudayaan," ujarnya.
Festival Lima Gunung Ke-19/2020 putaran keenam Kabupaten Magelang dalam kuliah umum Universitas Mulawarman Samarinda disajikan secara daring melalui sejumlah kanal media sosial.
Baca juga: Tumpeng Festival Lima Gunung XIX simbol tangguh hadapi pandemi
Pewarta : M. Hari Atmoko
Editor:
Immanuel Citra Senjaya
COPYRIGHT © ANTARA 2024