Logo Header Antaranews Jateng

Stok beras di Bulog Soloraya aman hingga awal 2023

Kamis, 3 November 2022 16:00 WIB
Image Print
Seorang petugas Bulog Surakarta melakukan pengecekan stok beras di Gudang Bulog Ngabeyan Kartasura Sukoharjo. ANTARA/HO--Dokumen Bulog Surakarta.
Solo (ANTARA) - Perum Bulog Cabang Surakarta menyebutkan ketersediaan beras di wilayah Soloraya, Provinsi Jawa Tengah, hingga awal November mencapai 7.500 ton atau masih dinilai aman.


"Stok beras di Bulog Surakarta sebanyak 7.500 ton atau masih aman untuk beras cadangan pemerintah di wilayah Soloraya hingga awal 2023," kata Pimpinan Cabang Perum Bulog Surakarta, Andy Nugroho di Solo, Kamis.


Stok beras sebagai cadangan pemerintah tersebut tersimpan di sembilan gudang milik Bulog Surakarta yang ada di tujuh kabupaten dan kota di Soloraya.


Selain itu, Bulog Surakarta terus gencar melakukan pengadaan dengan menyerap gabah hasil panen para petani yang kini sedang berlangsung musim panen disebagian daerah di Soloraya.


Bulog melakukan penyerapan gabah hasil panen petani bekerja sama dengan mitra kerja baik di Kabupaten Sragen, Klaten,Karanganyar, Sukoharjo Boyolali, Wonogiri, dan Kota Surakarta.


"Kami realisasi penyerapan gabah hasil panen petani hingga Oktober 2022 mencapai sebanyak 21.000 ton setara beras," katanya.


Bulog Surakarta dalam pengadaan gabah di wilayah Soloraya ditargetkan hingga akhir Desember 2022 mencapai 50.000 ton setara beras.


"Kami masih mempunyai sisa waktu hingga akhir Desember mendatang akan terus menggenjot penyerapan gabah pada musim panen pada dua bulan ke depan. untuk memaksimalkan pengadaan hingga mencapai apa yang ditarget," katanya.


Namun, ia mengakui penyerapan panen ketiga tidak sebanyak pada Masa Tanam (MT) I dan MT II. Sebab di MT III, harga gabah relatif tinggi di tingkat petani mencapai Rp6.000 per kilogram gabah kering giling (GKG). Padahal, harga pembelian pemerintah (HPP) sesuai surat keputusan Kemendag No.24/2020 mencapai Rp5.300 per kilogram GKG.


Menurut dia, harga gabah saat ini, sudah di atas HPP, karena jumlah panen lebih sedikit dibandingkan jumlah saat panen MT I dan MT II. Lahan panen di MT III hanya yang menggunakan lahan irigasi teknis. Sedangkan, lahan tadah hujan sudah tidak bisa lagi panen di MT III.

Pewarta :
Editor: Teguh Imam Wibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2024