Logo Header Antaranews Jateng

FAO ajak warga Cilacap manfaatkan sisa produksi ikan sidat

Jumat, 4 November 2022 20:46 WIB
Image Print
Ibu-ibu pemenang lomba masak kreasi olahan sidat dalam kegiatan Hari Ikan Nasional dan Hari Pangan Sedunia yang digelar Proyek IFish di Kampung SIdat, Desa Kaliwungu, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, Selasa (1/11/2022), dengan mengusung slogan "Tidak Ada Sidat yang Terbuang". ANTARA/HO-Proyek IFish
Cilacap (ANTARA) - Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) melalui Proyek IFish bersama Pemerintah Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, mengajak warga Cilacap manfaatkan sisa produksi sidat yang bergizi.

Dalam keterangan yang diterima di Cilacap, Jumat, pegiat Proyek IFish Muhammad Yusuf mengatakan IFish merupakan proyek kerja sama Kementerian Kelautan Perikanan, FAO, dan Global Environment Facility (GEF).

"Dengan mengambil momentum Hari Ikan Nasional dan Hari Pangan Sedunia, kami bersama Pemkab Cilacap memperkenalkan hasil sampingan produksi sidat bakar sebagai alternatif nutrisi dan pemasukan," katanya.

Menurut dia, kegiatan tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 1-2 November 2022 di Desa Kaliwungu, Kecamatan Kedungreja, dan Desa Bulaksari, Kecamatan Bantarsari, Cilacap, dengan mengusung slogan "Tidak Ada Sidat yang Terbuang" serta dihadiri oleh kaum perempuan yang sebagian besar merupakan para ibu, pegiat posyandu, pelaku budidaya sidat, dan anak-anak usia sekolah.

Ia mengatakan kegiatan tersebut didasari oleh posisi Indonesia sebagai salah satu pengekspor sidat ke Jepang, namun konsumsinya di dalam negeri masih sangat terbatas.

"Sebagai contoh di Kabupaten Cilacap yang menyuplai sidat untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor, menu olahan sidat masih jarang ditemui di restoran," kata Yusuf.

Menurut dia, salah satu faktor yang menjadi kendala adalah harga karena ikan sidat merupakan ikan komoditas ekspor dan juga beberapa jenis sidat (Anguilla sp) memiliki status perlindungan terbatas sehingga penangkapannya harus sesuai dengan aturan yang ada.

Menyikapi keterbatasan ini, kata dia, Proyek IFish bersama mitra dan pegiat kuliner mengembangkan sejumlah resep bercita rasa lokal dari hasil sampingan produksi sidat bakar di Kampung Sidat Kaliwungu.

"Sebagai gambaran, dihasilkan 700 kilogram produk sampingan yang masih bisa dimanfaatkan dari 2 ton sidat yang diolah menjadi sidat bakar (unagi kabayaki). Hasil sampingan sidat tersebut berupa hati, tulang, daging perut, kepala, dan sirip sidat," jelasnya.

Yusuf mengatakan produk sampingan tersebut bukan sampah, karena di Jepang sendiri hidangan itu sangat digemari.

Bahkan, kata dia, beberapa restoran Jepang kelas atas di Indonesia juga telah menjual menu sate hati dan kerupuk tulang sidat, namun umumnya hasil sampingan memang masih belum dimanfaatkan dan dibuang oleh para pembudidaya.

Menurut dia, tahapan setelah pendampingan praktik perikanan sidat secara berkelanjutan adalah mengajak masyarakat terutama kaum perempuan di sekitar Kampung Sidat Kaliwungu untuk mengolah hasil sampingan produksi sidat bakar."

"Kami berharap pemanfaatan hasil sampingan ini bisa membuat nutrisi sidat lebih terjangkau dan dapat dijadikan pemasukan alternatif bagi para perempuan," kata Yusuf.

Pegiat kuliner yang berbagi resep di acara tersebut, Arifien Windarman mengatakan para ibu dan para pegiat posyandu menjadi peserta kegiatan hari pertama di Kaliwungu.

Menurut dia, empat resep berbahan baku hati, tulang, sirip, dan kepala hasil olahan pakar kuliner diolah bersama peserta. Semua resep praktis dan dapat dimasak dengan peralatan sederhana.

"Kami mengembangkan hasil sampingan menjadi kaldu, keripik, dan sambal goreng karena mudah mengolahnya dengan bahan dasar yang sederhana," katanya.

Menurut dia, konsep tersebut juga selaras dengan upaya memromosikan prinsip memasak bebas limbah (zero waste cooking) kepada masyarakat setempat, dimana seluruh bagian tubuh sidat dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai sumber nutrisi yang tinggi..

Berdasarkan laporan FAO, Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara penghasil sampah pangan terbesar di dunia karena setiap tahunnya, sebanyak 1,3 juta ton pangan hilang (food loss) dan pangan terbuang (food waste) pada rantai pangan di Indonesia. Bila dirata-ratakan, setiap orang di Indonesia menghasilkan sampah pangan sebesar 115 – 184 kg per tahunnya.

Sajian dari hasil sampingan produksi sidat bakar tersebut kemudian dipamerkan dan dihidangkan pada kegiatan tanggal 2 November di Bulaksari. Selain melalui hidangan, peserta terutama anak-anak juga dikenalkan pada perikanan sidat yang berkelanjutan, pentingnya ekosistem air tawar, dan upaya meminimalisasi sampah pangan lewat dongeng, komik, dan bermacam kegiatan interaktif.

Pewarta :
Editor: Teguh Imam Wibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2024