Logo Header Antaranews Jateng

Pelaku seni-budaya di Banyumas peringati Hari Lahir Pancasila

Minggu, 2 Juni 2024 06:19 WIB
Image Print
Kegiatan sarasehan dan ekspresi kebudayaan dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila yang digelar pelaku seni dan budaya di Sanggar Dhalang Nawan, Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Sabtu (1/6/2024) malam. ANTARA/Sumarwoto
Banyumas (ANTARA) - Pelaku seni dan budaya di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menggelar renungan dan ekspresi kebudayaan untuk memperingati Hari Lahir Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Juni.

Kegiatan yang digelar di Sanggar Dhalang Nawan, Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Sabtu malam, mengusung tema "Merawat Tradisi Menjaga Persatuan Negeri".

Selain renungan, peringatan Hari Lahir Pancasila itu juga diisi dengan ekspresi kebudayaan yang menampilkan pergelaran karawitan terbatas (hanya memainkan beberapa alat musik gamelan), macapat, dan geguritan.

Ditemui di sela kegiatan, penyelenggara acara peringatan Hari Lahir Pancasila, Bambang Barata Aji mengatakan seni dan budaya merupakan bagian dari kehidupan kebangsaan.

"Saya kira sudah beberapa tahun, misalnya setiap momentum peringatan Hari Kemerdekaan, kami memeringatinya dengan acara budaya. Termasuk malam ini, ' kan tanggal 1 Juni yang telah ditetapkan pemerintah sebagai Hari Lahir Pancasila," kata Ketua Yayasan Dhalang Nawan itu.

Bahkan dalam mengibarkan Bendera Merah Putih di halaman rumahnya untuk memeringati Hari Lahir Pancasila, dia mengaku hal itu tidak hanya pada tanggal 1 Juni melainkan sejak tanggal 29 Mei.

Menurut dia, hal itu dilakukan untuk memeringati sidang pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945 yang merupakan tonggak lahirnya dasar Negara Indonesia, yakni Pancasila.

"Saat itu, Ketua BPUPKI Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat tanya, kalau mau merdeka, dasarnya apa? Kemudian para pemimpin bangsa rapat selama empat hari, hingga akhirnya muncul beberapa konsep dasar negara," katanya.

Akan tetapi dari sekian banyak konsep yang muncul, kata dia, konsep dasar negara yang paling menjawab pertanyaan Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat adalah konsep dasar negara yang diusulkan Ir Soekarno pada hari terakhir rapat BPUPKI berupa Pancasila.

"Meskipun demikian, Ir Soekarno saat itu menyatakan bahwa Pancasila yang diusulkan baru sekadar konsep, sehingga beliau mempersilakan BPUPKI untuk merumuskannya kembali. Hingga akhirnya dibentuklah Panitia Sembilan yang diketuai Bung Karno (Ir Soekarno, red.)," katanya menjelaskan.

Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1945, kata dia, Panitia Sembilan menghasilkan naskah rancangan yang akan digunakan untuk pembukaan hukum dasar yang disebut oleh Muhammad Yamin sebagai Piagam Jakarta.

Kendati demikian, dia mengatakan sejumlah tokoh mengusulkan untuk menghapus tujuh kata yang tercantum dalam Piagam Jakarta karena dinilai tidak mengakomodasi masyarakat di wilayah Indonesia Timur, sehingga poin pertama yang sebelumnya berupa "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Menurut dia, hal tersebut menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin bangsa saat itu betul-betul memikirkan tentang Indonesia dan tidak ada satu pun yang berpikir tentang kepentingan pribadi atau kepentingan golongan.

"Semangat ini yang sebetulnya ingin kami hidupkan kembali, dan mengingatkan bahwa para pemimpin bangsa saat itu telah memberikan niat luhur yang luar biasa untuk bangsa ini," katanya.

Bambang mengatakan keinginan tersebut berkaitan dengan kondisi saat sekarang, para pemangku kepentingan lebih banyak mengedepankan kepentingan kelompok atau pribadinya.

Padahal, kata dia, Bung Karno mengatakan bahwa bangsa ini didirikan semua untuk satu dan satu untuk semua.

"Jadi kegiatan malam ini adalah malam yang reflektif, tidak ramai-ramai, dan kami hanya mengundang teman-teman komunitas seni budaya yang biasa berkegiatan di sini. Kami ingin membawa kembali ke suasana kebangsaan tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, suasana kebangsaan yang saling asah, saling asuh, dan saling asih," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya mengajak komunitas seni-budaya untuk menyanyikan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" 3 stanza serta mendengarkan pembacaan Pancasila dalam dua versi, yakni versi sesuai konsep yang diusulkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 dan versi dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sesuai yang disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.

Lebih lanjut, Bambang mengatakan dari ketenangan Desa Karangnangka yang berada di kaki Gunung Slamet, pihaknya ingin mengingatkan seluruh bangsa Indonesia untuk ingat pada jati diri bangsa seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa.

"Ketika bangsa ini mau didirikan, para pendiri bangsa mengajak kita untuk bersatu, bersama-sama memikirkan. Semangatnya adalah saling memberi, bukan mengambil," kata Bambang.

Baca juga: Penanaman nilai Pancasila cegah kenakalan remaja

Pewarta :
Editor: Edhy Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2024