Logo Header Antaranews Jateng

Menjunjung es teh setinggi langit

Jumat, 6 Desember 2024 07:33 WIB
Image Print
Gambar ilustrasi yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI). Bebas hak siar. Microsoft Copilot/as

Jakarta (ANTARA) - Seorang penjual es teh di Magelang, Jawa Tengah, mendadak viral setelah sebuah video beredar di media sosial yang menayangkan dirinya dirundung dengan kata-kata kasar oleh seorang utusan khusus presiden.

Di platform X, "es teh", "Prabowo", "copot", dan "Gus Miftah" sempat menjadi trending topics, setelah video itu menyebar dan direspons negatif oleh netizen. Kata-kata itu mungkin bisa dirangkai menjadi satu kalimat yang menyiratkan pesan tertentu.

"Biar ga ada lagi pejabat yang lupa sama omongan Pak Presiden ini," tulis admin Gerindra—partai yang didirikan Presiden Prabowo Subianto—di TikTok sambil menyertakan penggalan video sang presiden.

Dalam klip itu, Prabowo menegaskan bahwa dirinya "sangat hormat" kepada para pedagang kaki lima dan pengemudi ojek daring yang bekerja keras "mencari makan" untuk keluarganya.

Miftah Maulana, yang beken dipanggil Gus Miftah, adalah penceramah kondang yang belum lama ini ditunjuk oleh Prabowo sebagai utusan khususnya.

Menyusul kegaduhan itu, Miftah lalu mendatangi si penjaja es teh, Sunhaji, untuk meminta maaf setelah ditegur oleh presiden.

Kasus perundungan secara terang-terangan itu tak hanya menyingkap sikap sosial seorang pejabat, tetapi juga mengingatkan kita pada es teh—minuman simpel pelepas dahaga yang mampu menghidupi banyak orang seperti Sunhaji.

Jauh sebelum menjadi pembicaraan hangat di media sosial, es teh telah lama menjadi minuman favorit orang Indonesia, yang semakin kegerahan di tengah krisis iklim gara-gara pemanasan global.

Kalau malas membuat sendiri, orang bisa membeli di pedagang-pedagang es teh di pinggir jalan. Harganya dijamin bikin kaget turis mancanegara.

Bermodal gerai kecil yang dilengkapi termos es dan cup sealer, mereka menawarkan es teh manis dalam gelas plastik dengan harga paling mahal Rp5.000 saja, kira-kira cuma 30 sen dolar Amerika.

Banyak pedagang kecil menyebut es teh mereka sebagai "es teh Solo", yang kemungkinan diambil dari nama waralaba lokal produk serupa yang lebih dulu populer. Bukankah di Indonesia, merek-merek terkenal bisa berubah jadi kata-kata generik?

Sunhaji dan ribuan bahkan jutaan orang lain yang seprofesi dengannya adalah bagian dari rantai pasokan es teh: pembuat racikan teh, penjual es batu, pabrik gelas plastik, dan sebagainya.

Mereka hidup dengan berjualan minuman merakyat itu. Mungkin dengan modal sendiri, bukan dengan pinjaman bank yang menuntut agunan.

Mia, seorang pedagang es teh di Jakarta, bercerita. Dalam setahun, dia sudah membuka tujuh gerai di beberapa tempat. Omset per gerai, yang menjual es teh Rp4.000 per gelas besar, bisa mencapai 1 juta rupiah per hari.

"Tergantung lokasinya. Makin ramai, ya makin banyak yang beli," kata perempuan 43 tahun itu, yang mempekerjakan beberapa tetangganya untuk berjualan.

Pedagang lain, Nunik (44), menamai produknya dengan "Teh Oye", yang dia jajakan di depan warung kecilnya di Jakarta yang menjual aneka kudapan.

Dari menjual es teh seharga Rp3.000 per gelas reguler dan Rp5.000 per gelas jumbo, dia mendapatkan penghasilan tambahan sampai Rp300.000 per hari. Dia juga menjual es teh hijau dan es semangka.

Pedagang kecil seperti Sunhaji, Mia, dan Nunik adalah bagian dari 65 juta UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), menurut data terkini dari Kementerian Koperasi dan UKM.

Omzet mereka masing-masing mungkin terbilang kecil, tetapi jika ditotal, kontribusi mereka terhadap produk domestik bruto (PDB) menembus angka 60 persen.

Menyadari besarnya potensi UMKM dalam perputaran roda ekonomi, Pemerintah sebetulnya sudah berupaya membantu mereka, terutama dalam permodalan.

Baru-baru ini, Pemerintah baru di bawah Presiden Prabowo mengumumkan rencana untuk mempermudah prosedur mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

"Agar KUR betul-betul bisa dinikmati oleh UMKM, pekerja migran, koperasi sehingga benar-benar tercapai sasaran pemberdayaan," kata Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar pada 3 Desember.

Dia mengakui bahwa selama ini, KUR masih sulit dijangkau oleh banyak orang—salah satu kendala yang dihadapi banyak pedagang kecil seperti Mia.

"Kalau bisa, dibantu Pemerintah biar bisa berkembang lagi, buka cabang lagi, (jadi bisa) buka lapangan kerja juga," kata Mia.

Dia mengaku kerap didatangi orang yang mencari pekerjaan di gerai es tehnya, tetapi dia sendiri mengalami keterbatasan modal dan tempat.

Menurut Nunik, usaha kecil seperti yang dilakoninya menciptakan lapangan pekerjaan, paling tidak buat dirinya sendiri.

Dia mengaku kesal dengan kasus perundungan yang "mempermalukan" pedagang es teh di Magelang itu.

"Tapi saya salut sama bapak penjual es teh itu yang membalas (perlakuan terhadapnya) dengan senyuman," kata Nunik. "Semoga dia diberi rezeki yang melimpah."

Dukungan Pemerintah bagi pelaku usaha kecil selayaknya bisa dirasakan langsung oleh mereka dalam wujud nyata. Bukan sekadar janji-janji, apalagi kata-kata yang menyakitkan hati.

Karena di era banjir informasi seperti saat ini, sakit hati "wong cilik" seperti Sunhaji menimbulkan kegeraman jutaan orang, mulai dari warga di sini sampai perdana menteri di negeri seberang.

"Menjunjung es teh maupun menjunjung trofi, keduanya sama-sama mulia," kata Manchester United Indonesia di platform X, yang sepertinya merujuk pada video viral Sunhaji tengah dirundung ketika mengangkat nampan es teh di atas kepalanya.

Ya, teruslah menjunjung es teh setinggi langit. Biar dunia tahu bahwa di negeri ini, jutaan Sunhaji terus berusaha berdiri di atas kaki sendiri.

 

Editor: Achmad Zaenal M

 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Junjunglah es teh setinggi langit


Editor: Teguh Imam Wibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2024