Logo Header Antaranews Jateng

Sejarawan: Jangan Cuma Sombong Miliki Moyang Pelaut

Kamis, 18 Oktober 2012 08:57 WIB
Image Print
Puluhan kadet Akademi TNI AL menjalankan peran parade di ketiga tiang dan peruan kapal latih KRI Dewaruci. Peran ini adalah satu tradisi penghormatan kepada publik di KRI Dewaruci sejak lama. Dalam waktu 90 detik, mereka harus ada pada kedudukan yang


"Di pelajaran-pelajaran sejarah sering disebutkan nenek moyang bangsa kita adalah seorang pelaut. Sebesar 70 persen wilayah Indonesia juga merupakan perairan," katanya di Semarang, Rabu (17/10).

Hal tersebut diungkapkannya usai menjadi pembicara dalam gathering sekaligus memperkenalkan program "Dji Sam Soe Jelajah Mahakarya Indonesia" yang berlangsung di Hotel Gumaya Tower Semarang.

Namun, kata pendiri Komunitas Historia Indonesia itu, kenyataannya pembelajaran di sekolah-sekolah selama ini tidak mengajarkan pendidikan kelautan seiring dengan penguatan potensi kelautan yang dimiliki.

"Kapan Indonesia bisa bisa memiliki kapal induk seperti negara lain? Wilayah kelautan kita kan sangat luas," ungkapnya.

Menurut dia, pendidikan memegang peranan penting dalam membangun bangsa lebih maju. Akan tetapi, kenyataannya proses pendidikan yang ada selama ini jauh dari harapan karena semata-mata membangun badan (fisik).

"Coba cermati lirik lagu Indonesia Raya karya W.R. Supratman, 'Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya'. Berarti jiwa dulu yang harus dibangun, baru badannya. Kenyataannya, pembangunan jiwa justru terlupakan," katanya.

Ia menjelaskan bahwa pembangunan jiwa yang dimaksud adalah penanaman karakter, nasionalisme, dan nilai-nilai luhur bangsa, salah satunya bisa ditempuh dengan pembelajaran sejarah tentang nilai-nilai kepahlawanan.

"Nasionalisme itu bisa diukur melalui pemahaman pengetahuan yang bersifat kognitif, sikap, dan tindakan. Sikap, misalnya bagaimana reaksi atas klaim kebudayaan Indonesia dari negara lain," katanya.

Kalau menyikapi klaim itu dengan penolakan, kata dia, masih ada rasa nasionalisme. Akan tetapi, jika bersikap seakan tak peduli, perlu dipertanyakan apakah masih semangat nasionalisme yang dimilikinya.

"Pembelajaran sejarah juga penting untuk menguatkan rasa nasionalisme. Untuk menjadi gubernur, senator di Amerika Serikat harus lulus tes sejarah. Sekarang ini, apakah Indonesia juga ada seperti itu," kata Asep.



Pewarta :
Editor: Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2025